Wong sang detektip Fengshui
Date: Thu Dec 15, 2005 5:30 pm
Sebagai ahli fengsui, Wong, tubuhnya kurus, ringkih ini memang kata orang Jawa tidak “mbejaji” – kurang bonafide. Suatu ketika dia diminta keahliannya membaca Fengshui sebuah apartemen yang dihuni seorang nyonya Cina bertubuh kecil yang bersuamikan bule Jerman, dan tidak percaya ilmu Astrologi yang terlanjur diberi judul GeoManchi begitu. Tengok saja ketika Wong, sang pakar mencoba mendiagnosa aliran chi, pak Jerman sinis “Sudah selesai analisanya?” – dengan wajah menunjukkan : kuharap sudah.
Tapi Wong, tetap dengan kerjanya. Semua sudah sempurna, namun hatinya masih merasa tidak enak. Ia coba memejamkan matanya, mencoba menangkap visual yang berkelebat, namun gagal. Sementara sang Jerman tinggi besar sudah mulai kehilangan kesabarannya: seperti ingin berkata “yang beginian kamu undang kemari, buang waktu..”
Tiba-tiba Wong bergumam, “ada keran bocor di kamar mandi…” yang disambar sang Jerman “kenapa dengan keran bocor, aku harus pelihara Koi di bak kamar mandi ? biar datang keberuntungan,” ujarnya sinis.
“Panggil tukang ledeng,” kata Wong tanpa expresi perubahan wajah. Terang saja mata Jerman makin melotot.
Saat teh dihidangkan, Wong mencium aroma yang aneh. Ah seperti benda terbakar, lalu pakar Fengshui berteriak. “Ya ada benda terbakar” – lantaran mata lahirnya memang melihat njogrok asap dan lidah api dibawah mengintip dibalik pintu. Kepanikan terjadi, asap mulai menyesakkan dada, tilpun pemadam kebakaran harus dicari di buku tilpun yang saat itu entah kemana. Mau lompat ada di lantai 3, mau lewat pintu belakang, oh no, ini flat kuno tidak punya pintu darurat. Celakanya jendela seperti model rumah jaman sekarang di beri terali besi tempa, yang kurang disukai oleh Chi karena membuat pemiliknya seperti terpenjara. Dan sekarang fisikpun dipenjara. Dalam situasi panik, pakar Wong malahan ikutan opyak mencari berkasnya yang hilang. Tentu membuat Jerman yang dari semula sudah antipati makin bertambah geram. Sambil memegang palu untuk memecahkan kaca ia berteriak “Lupakan kertas kumal itu, selamatkan dirimu segera.”
Tapi pakar malahan tetap mencari berkas sampai menemukannya di bawah meja. Berkas dibuka bolak balik. Sementara itu keadaan makin mencekam, ia malahan pinjam palu Jerman dan mengetuk-ngetuk sebuah dinding berititik “Chi”. Pukulan pertama cuma melecetkan cat tembok. Pukulan kedua tembok mulai rontok. Makin lama dinding pecah dan muncullah saluran leiding. Saluran ini dipalu sampai air muncrat dan akhirnya menyembur berjuang melawan lidah api….
Itulah halaman pertama buku saku Detektip Fengshui jilid 2. Tentunya bisa dicari dimana toko buku. Pulang dari Australia, di meja saya tergeletak sebuah buku saku setebal 423 halaman. Judulnya nyam-nyam Detektif Fengshui jilid ke-2. Dan sudah dalam bahasa negeri. Maaf saya ulangi, inilah novel yang bikin Lee Kuan Yeuw terkekeh. Apalagi saya. Rupanya anakku pernah kuhadiahi Detektip Fengshui Jilid 1, dan dia ikutan terkekeh. Dan ketagihan rupanya.
Bacaan bagus diakhir pekan.
Sebagai ahli fengsui, Wong, tubuhnya kurus, ringkih ini memang kata orang Jawa tidak “mbejaji” – kurang bonafide. Suatu ketika dia diminta keahliannya membaca Fengshui sebuah apartemen yang dihuni seorang nyonya Cina bertubuh kecil yang bersuamikan bule Jerman, dan tidak percaya ilmu Astrologi yang terlanjur diberi judul GeoManchi begitu. Tengok saja ketika Wong, sang pakar mencoba mendiagnosa aliran chi, pak Jerman sinis “Sudah selesai analisanya?” – dengan wajah menunjukkan : kuharap sudah.
Tapi Wong, tetap dengan kerjanya. Semua sudah sempurna, namun hatinya masih merasa tidak enak. Ia coba memejamkan matanya, mencoba menangkap visual yang berkelebat, namun gagal. Sementara sang Jerman tinggi besar sudah mulai kehilangan kesabarannya: seperti ingin berkata “yang beginian kamu undang kemari, buang waktu..”
Tiba-tiba Wong bergumam, “ada keran bocor di kamar mandi…” yang disambar sang Jerman “kenapa dengan keran bocor, aku harus pelihara Koi di bak kamar mandi ? biar datang keberuntungan,” ujarnya sinis.
“Panggil tukang ledeng,” kata Wong tanpa expresi perubahan wajah. Terang saja mata Jerman makin melotot.
Saat teh dihidangkan, Wong mencium aroma yang aneh. Ah seperti benda terbakar, lalu pakar Fengshui berteriak. “Ya ada benda terbakar” – lantaran mata lahirnya memang melihat njogrok asap dan lidah api dibawah mengintip dibalik pintu. Kepanikan terjadi, asap mulai menyesakkan dada, tilpun pemadam kebakaran harus dicari di buku tilpun yang saat itu entah kemana. Mau lompat ada di lantai 3, mau lewat pintu belakang, oh no, ini flat kuno tidak punya pintu darurat. Celakanya jendela seperti model rumah jaman sekarang di beri terali besi tempa, yang kurang disukai oleh Chi karena membuat pemiliknya seperti terpenjara. Dan sekarang fisikpun dipenjara. Dalam situasi panik, pakar Wong malahan ikutan opyak mencari berkasnya yang hilang. Tentu membuat Jerman yang dari semula sudah antipati makin bertambah geram. Sambil memegang palu untuk memecahkan kaca ia berteriak “Lupakan kertas kumal itu, selamatkan dirimu segera.”
Tapi pakar malahan tetap mencari berkas sampai menemukannya di bawah meja. Berkas dibuka bolak balik. Sementara itu keadaan makin mencekam, ia malahan pinjam palu Jerman dan mengetuk-ngetuk sebuah dinding berititik “Chi”. Pukulan pertama cuma melecetkan cat tembok. Pukulan kedua tembok mulai rontok. Makin lama dinding pecah dan muncullah saluran leiding. Saluran ini dipalu sampai air muncrat dan akhirnya menyembur berjuang melawan lidah api….
Itulah halaman pertama buku saku Detektip Fengshui jilid 2. Tentunya bisa dicari dimana toko buku. Pulang dari Australia, di meja saya tergeletak sebuah buku saku setebal 423 halaman. Judulnya nyam-nyam Detektif Fengshui jilid ke-2. Dan sudah dalam bahasa negeri. Maaf saya ulangi, inilah novel yang bikin Lee Kuan Yeuw terkekeh. Apalagi saya. Rupanya anakku pernah kuhadiahi Detektip Fengshui Jilid 1, dan dia ikutan terkekeh. Dan ketagihan rupanya.
Bacaan bagus diakhir pekan.
Comments