Dian yang Harus Padam

JAKARTA-- Di blok Randu Belatung, Blora, kepiawaian para pengebor minyak pribumi dalam memadamkan api tengah diuji. Bisa berhasil, tapi bisa juga tidak. Pertamina mengatakan, tak tertutup kemungkinan mereka akan meminta bantuan tenaga asing.

Bagi para tukang bor minyak, semburan liar menjadi salah satu risiko -- persis film 'Armagedon' yang dibintangi Bruce Willis; juga seperti memelihara ikan yang kadang tak semua sehat. Tapi, seperti pada ikan, sebelum sakit biasanya ada gejala yang mendahului semburan liar di pengeboran minyak.

Sumur mungkin akan menampakkan tanda batuk atau mud gain. Sebuah sumur disebut batuk jika jumlah lumpur yang dipompa ke lubang bor sebesar -- misalnya -- 1000 kubik kemudian kembali menjadi 1020 kubik. Dalam keadaan ini sumur disebut memperoleh kelebihan (gain) sebesar 20 kubik. Jika sumur mengandung gas hidrokarbon, jumlah gas yang keluar dari perut bumi akan tercatat di permukaan tanah dalam jumlah yang makin lama, kian besar. Mungkin, ini pula yang dialami oleh salah satu calon Persero di Cepu itu.

Senin (25/2), sekitar pukul 09.00, kru pengeboran sudah melihat adanya anomali kenaikan volume lumpur. Biasanya, jika sumur batuk-batuk dan melakukan /kick/ atau tendangan, kegiatan pengeboran dihentikan. Mata bor tak diperbolehkan beroperasi membuat lubang dan sumur harus diobati.

Ini tugas para ahli lumpur (mud engineer). Mereka akan segera membuat lumpur baru dengan campuran khusus. Disebut lumpur berat, ke dalam lumpur itu ditambahkan bahan kimia khusus. Bahan kimia itu disebut Barite.

Lumpur itu diberi nama lumpur berat, karena jika satu liter air beratnya kurang lebih satu kilogram, satu liter lumpur berat beratnya mencapai satu setengah kilogram dan ada yang sampai dua kilogram.

Lumpur itu kemudian dimasukkan ke sumur. Sederhananya, tahap ini dapat disebut mengiinfus sumur dengan cairan baru -- yang lebih kental, lebih berat -- agar gas yang mengotori sumur bisa dikeluarkan.

Meski nampak sederhana, pekerjaan ini sangat rumit dan perlu kesabaran serta perhitungan cermat. Jika infus lumpur baru masuk ke dalam lubang dan mendesak lumpur yang terkontaminasi, bisa dikatakan suasana sudah terkendali. Tapi, sering terjadi, batuan sekitar lubang bor sudah retak, hingga gas mencoba keluar melalui retakan-retakan itu. Mula-mulanya gas keluar sedikit-sedikit, tapi karena retakan membesar, pelan-pelan tancap gas. Gas, minyak, air, lumpur muncrat.

Kerap kejadian ini diikuti lontaran batu. Kerasnya lontaran menyebabkan terjadinya percikan api, ketika batu menabrak tiang menara atau perkakas bor lainnya. Inilah, nisalnya, sumber kebakaran yang paling dihindari oleh pekerja bor. Mungkin, inilah yang gagal dihindari di Cepu, hingga sorenya terjadi kebakaran yang dahsyat -- Borobudur hanya memiliki ketinggian 47 meter, dan semburan gas ini disebut-sebut mencapai 60 meter.

Selain api, ada bahaya lain. Jika gas itu mengandung zat racun seperti H2S dan terhirup, tergantung konsentrasinya di udara, kepala paling tidak pusing, perut mual, atau kelenger. Mereka yang tak dapat bertahan bahkan bisa mengalami kematian.

Gas H2S untungnya gampang ditengarai. Dalam konsentrasi tak berbahaya, baunya seperti telur busuk. Tapi, hati-hati jika kemudian tak menciumnya sama sekali. Konsentrasi gas itu mungkin sudah meningkat tajam, mematikan penciuman, dan kita pun meninggal.

Meski kadar H2S aman, tak berarti keadaan di sekitarnya aman. Mungkin di bawah tanah, gas sedang mencari jalan untuk keluar. Radiusnya bisa lumayan jauh dan keluar dari tempat yang tak terduga. Jika ketika gas keluar ada yang menyalakan rokok, blam!, rokok, perokoknya, dan yang ada disekitarnya diledakkan.

Celakanya, gas ini tak berbau. Berbeda dengan gas Elpiji yang sudah diberi bau aromatik, hingga kebocorannya bisa dikenali dari baunya. Sudah begitu, gas ini tak kasat mata. Jernih.

Alasan ini yang sesungguhnya membuat penduduk di sekitar tempat kejadian perlu diungsikan -- jika tak mengungsi, mereka pasti kelaparan, karena api dilarang sama sekali. Entah mengapa dalam kasus yang terjadi di desa Sumber, kecamatan Kradenan, itu evakuasi berlangsung alot. Padi, ternak, rumah dan harta benda memang vital, hingga oleh karenanya Pertamina harusnya mengupayakan cara agar penduduk sesegeranya dapat mengunsi.

Di Armagedon, mengendalikan sumur yang mengamuk terlihat gampang. Tapi, akan lebih sulit jika menara pengeboran Bruce Willis tumbang. Meski begitu, melihat ketika Amerika menyerang Iraq, sumur yang terbakar cukup ditanggulangi dengan crane besar dan pemasangan peralatan baru di atasnya -- tekniknya disebut capping.

Teknik yang sama pernah diterapkan di sini dan berhasil. Entah apakah untuk sumur Cepu teknik ini akan diterapkan -- apapun, mudah-mudahan berhasil. April 2002, api berhasil dipadamkan.

Sebenarnya, ada satu teknik yang lazim dipakai karena terbukti andal. Pada teknik ini, mula-mula sebuah menara pengeboran baru dipersiapkan dalam jarak yang aman di sekitar sumur bermasalah. Menara itu akan mengebor sumur baru, mengarah pada sebuah titik di antara sumber minyak/gas dan api. Ketika lubang baru -- dan miring itu -- mendekati target, dipompakan bubur semen khusus yang pada akhirnya akan mengisolasi sumber gas dari api.

Karena sumur berada jauh dari titik kebakaran, mata bor yang dipakai dilengkapi dengan rangkaian yang bisa menunjukkan arah dan kemiringan lubang. Asalkan koordinat lokasi pengeboran dan penampang sumur bermasalah diketahui, target tak sulit didekati, meski dari jauh sekalipun. Sumur baru itu dikenal dengan nama sumur-injeksi atau relief well.

Pada akhirnya, boleh jadi ketika usaha pemadaman dilakukan, kebakaran tiba-tiba berhenti sendiri. Tapi, bisa jadi sebaliknya. Jika yang terakhir terjadi, ahli penjinak sumur dari Texas, Red Adair, yang terkenal dengan seragam baju merahnya, mungkin perlu dipanggil. penulis: yosep suprayogi, kontributor naskah dan bahan: mimbar bs, sumber: cudd well, www.howstuffworks.com

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung