Buku Harian Seorang Peternak Gurami (1)

Dari Minyak ke BurayakSebuah catatan ketika berusaha memasuki dunia asing
Burayak


IDHUL ADHA 1420 H bertepatan Kamis,16 Maret 2000

Saya nggak punya bakat ternak ikan. Dari bapak turun bakat polisi-ku dan tidak pernah menunjukkan kegemarannya akan pelihara hewan. Ibu memang suka dengan binatang, tetapi terbatas ayam. Pelihara ikan hiaspun tidak pernah. Dasar pendidikan saya adalah orang minyak, tepatnya pekerjaan saya adalah mudlogger, yang jauh sekali dari kehidupan ikan. Mungkin kalau ditelusuri, adalah masa kecilku adalah di Kertapati, Palembang, sehingga kehidupan sungai melekat dalam benak saya. Saat itu Republik Indonesia dibawah pimpinan Gus Dur (sebetulnya pimpinan siapa saja tidak epek), sedang ramai membicarakan satu Kiblat dua Ied Adha. Persoalan yang sepele tetapi bisa menjadikan arena baku hantam.

Pagi itu pemuda Abel yang nama aselinya Marhaba, sudah membawakan kami ikan gurami bibit yang terdiri 2 pejantan dan 9 betina. Pemuda putus SMP ini harus merelakan masa depannya hilang karena memiliki satu bapak dua ibu, padahal kehidupan orang tua dan adiknya harus ditanggung di pundaknya yang belia.

Bibit ikan ini umurnya dua tahun, masing-masing beratnya dua kilogram, kata Abel sambil menunjukkan ikan sebelum dicempungkan ke kolam, saya percaya saja. Apalagi waktu jual dia bilang untuk biaya cuci darah ayahnya yang terkena ginjal. Rambutnya dipotong ala iklan shampoo "siapa takut".

Harusnya anak ini ganteng, cuma terpaan hidupnya berat sehingga wajahnya kelihatan bongsor daripada usianya. Tangannya nampak luka melintang seperti layaknya junkies, tapi ini akibat tusukan dan suntikan duri gurami yang meronta ketika hendak di evakuasi ke kolam kami.
Abel seperti tidak perduli melemparkan biang gurami bobot 3 kiloan ke kolam, saya kuatir iakn menjadi stress. Berkali-kali saya minta agar ikan dilepaskan secara alami, biarkan ia berenang keluar dari tong plastik tersebut.

Saya maunya ikan dilepaskan bersamaan ditenggelamkannya tong plastik warna biru bekas bahan kimia mudah-mudahan warna biru bukan petanda buruk seperti penyanyi Tenda Biru.
Ternyata salesmanship Abel boleh juga, habis kami bayar gurami miliknya, dia langsung menawarkan anakan ikan emas 20 cm sebanyak 1500 ekor, lagi-lagi kami mencampurkan antara perilaku bisnis dan sosial. Saya banyak ilmu "nggak tegaan"-nya dengan pemuda satu ini.
Saya lihat dengan cekatan Abel melemparkan ikan lima ekor per lemparan. Sebentar-sebentar ia petik daun singkong yang ada didekatnya.

Cemplung-cemplung, ikan dimasukkan. Baru saya tahu bahwa setangkai daun singkong yang dipetiknya berfungsi sebagai, "bookmark", setiap kali kelipatan 100 ikan masuk ke kolam.
Kadang ada ikan yang ia lempar ke parit pembuangan, cuma "muji", katanya, maksudnya "mujair".

"ini cuma Binter" - katanya melempar seekor ikan kecil bersugut.
"ini cuma tawes," - katanya lagi membuang ikan keperakan.
"Ini ikan sapu-sapu", byur dibuang ke parit.
"ah ini Sepat, ikan liar" dan byur untuk kesekiankalinya.
Hoho, saya tidak tahu bagaimana membedakan muji (air) dengan gurami.
"Yang ini sepat lagi ", katanya sambil membuang ikan sepat. Lagi-lagi saya binun, kok sepertinya sama saja.

Lha piye iki wong membedakan sepat saja belum bisa kok mau jadi petani Gurami. Roman-romannya (nampaknya) saya akan mendaki "learning curve" yang cukup tinggi.
Melihat temannya dengan mudah dan "cash" menjual ikan, giliran pegawai saya Ali, tetapi isterinya yang masih 16 tahun, punya anak 16 minggu umurnya, menyodok kami untuk membeli ikan mas yang agak besar.

Ada 1600 ekor, katanya. Alhasil, bisnis campur sosial, diterapkan sekali lagi. Untuk uang susu si Ricky, anaknya yang kalau saya gendong nggak keberatan untuk mengalirkan air kecil maupun air besar.

Cuma setelah saya ikut menghitung ikannya cuma ada 1060 dan masih sekitar 600 ekor yang katanya "masih tertinggal di rumah."

Dikemudian hari saya mendapatkan pengalaman bahwa kalau bisnis ikan harus "cash and carry". Kalau tidak anda bisa membeli ikan yang sebetulnya berasal dari kolam anda sendiri.
Pertarungan dengan ular kecil

Anak saya dan Pengki - ini nama anak, berteriak melihat seekol ular sebesar kelingking orang dewasa sedang berusaha menyusup kolam.

"Intruder" tersebut segera saya dekati dengan memegang sepotong bambu. Ular saya sabet bagian perutnya, sebetulnya sih mau dikenakan kepala tapi meleset. Lumayan, dia sakit perut dan menghilang kedalam kolam. Matikah dia ?, tiba-tiba air kolam bergejolak keciiil, ular tersebut memperoleh kesadarannya kembali dan sekarang berenang cepat menuju ke arah saya.

Saya terjemahkan sebagai marah kepada saya. Sekali ini dia saya tunggu betul, bress sabetan samurai gaya filem "highlander" berkelebat menuju kepala, yang lagi-lagi meleset kena buntutnya. Gugup lagi bo!. Tapi akhirnya ular kecil tersebut bisa kami kalahkan. Dia tewas untuk perjuangan sepotong ikan mas kecil. Ah...

Gurami mulai membuat sarang 21 Maret 2000

Ada yang menarik perhatian dari kelakuan ikan ini, mereka hanya muncul bersama-sama pada jam yang tertentu yaitu pada 07.00 pagi dan 16.00 sore. Diluar itu makan dilakukan sembunyi-sembunyi.

Hari ini seorang pegawai melaporkan bahwa dipojokan kolam ia melihat Ikan gurami mulai membangun sarangnya. Segera kami siapkan ijuk dan suwiran karung plastik untuk membantu sang jantan membangun sarang yang konon jatah satu sarang bisa 1-1,5 kilogram ranting ataupun ijuk. Tapi sampai jemu kami menunggu dari minggu ke minggu, sarang tersebut tak kunjung jadi. Baru saya nyadar, bahwa ikan Gurami yang berusia 2 tahun, memang baru belajar kawin. Mereka sedang mengembangkan instingnya membuat sarang, berpacaran sambil ngelencer kesana kesini, tetapi giliran dimintai tanggung jawab untuk kawin beneran. Ngaciiiir.

Telor Ngampar dimana mana, April 2000

Mestinya bukan april MOP, ketika suatu siang seorang petani singkong yang kebunnya berada diatas kolam kami berteriak, "Gurameh Kelabakan Bae, udah nelor tuh" - saya belum bisa menangkap maksudnya. Akhirnya ia saya pinjami piring plastik dan mulai turun kekolam untuk memunguti telur yang berserakan. Saya mulai memeriksa SOSOG (kerangka bambu) yang diperuntukan untuk sarang gurami, tapi lagi-lagi gurami 2 tahun masih baru belajar. Akhirnya sang betina keburu kebelet dan mengeluarkan telur dimana-mana sehingga bisa dipastikan 100% dari telur tersebut akan gagal. Belum lagi ikan "tamu tak diundang" seperti mujair, tawes, belut, sepat, gabus pasti sudah makan-makan telur seperti di "keriaan" anak muda dan tua di kampung kami. Hari itu saya baru tahu, bagaimana ujut telur gurami.

Mulai memproduski Telur di sosog Mei 2000

Bulan Mei 2001, Gurami saya sudah mulai merasakan kehadiran Sosog dan memanfaatkannya. Barangkali dia baca di media masa soal sosialisasi sabuk keselamatan, "ia ada karena berguna". Sosog yang ditenggelamkan 20 cm dibawah permukaan kolam mulai terisi sarang, kadang sosog seperti terlalu kecil sehingga sarangnya mencuat keluar. Sebuah pemandangan yang bagi saya seperti sensasi yang luar biasa. Tanpa saya sadari, kelakuan saya diperhatikan petani (atau pencuri), sebab mereka bisa tahu saya jam 04.00 sudah kelayapan masuk kolam untuk memeriksa telur. Saya seperti punya bayi kecil. Tiap jam, telur yang di bak plastik seakan berubah menjadi bocah manis yang tersenyum kepada saya. Apalagi ketika 48 jam kemudian, telur mulai berputar-putar di air tanda ekornya mulai tumbuh. Keheranan saya muncul ketika ikan berenangnya terbalik.

Rupa-rupanya memang kodrat alam, seperti peringatan bahwa manusia juga akan mementingkan isi perutnya sendiri. Lho kok melankolis.

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung