Soto Surabaya van Jatiwarna

Sebuah gerobak angkringan bertuliskan Soto Surabaya mangkal di halaman Pom Bensin, mulut Tol Masuk Jatiwarna menjadi perhatian saya lantaran sepertinya tak jeda menangguk pembeli,
terutama para pekerja "ngelaju" cari nafkah dari Bekasi ke Jakarta, Bogor. Mereka pada umumnya harus berangkat pagi-pagi dari rumah sehingga banyak yang tidak sempat ke Roma (sarapan biskuit), apalagi sarapan yang lain. Sambil menunggu angkot atau pengangkutan lainnya, mereka menyempatkan diri sarapan. Dan satu diantaranya adalah Soto Surabaya. Hangat, segar, dan nasi.

Lokasinya memang strategis, selain setasiun pengisian bbm, dua meter di utara terletak ATM Mandiri yang kini bisa transfer ke bank lain dengan SMS. Cuma 10 meter di-barat ada jagoan ATM yaitu BCA dan jagoan mini market Alfa Mart. Kadang ia membantu pom bensin dengan membuka rantai pagar pom bensin yang buka pada jam 6 agi.

Masih bersanding usaha cuci mobil, ada akses tol Jatiwarna, Plus pangkalan Taxi dan Angkot. Sebuah kombinasi cikal bakal PondokGede-politan. Di luar itu, aku sudah mendekam di Rawa-Bogo....
Belum lagi posisinya seperti menghadang pembeli bensin untuk parkir di halaman yang sama, atau menunggu mobil dicuci, sembari order semangkok soto.

*****

Apa sih istimewanya Soto Surabaya? Masakan yang mudah diracik, terdiri dari campuran nasi, kuah daging ayam dan potongan sayur yang dihidangkan dalam keadaan panas?

Ini pertanyaan Manusia Bodoh ala Ada Band yang bekas drumernya sedang semrawut dikerjain media. Tapi bagi cak Kusnedi dan istri, yang baru mangkal kurang setahun di Pom Bengsin Jatiwarna, maka artinya adalah 175 mangkuk soto ayam perhari, termasuk didalamnya lima ayam segar yang harus dipotong sendiri sebab menyangkut kualitas daging, rasa kaldu, dan menepis isu Formalin yang marak merebak belakangan ini. Kalikan saja dengan 4 ribu kalau standar, plus 2 ribu kalau ada jerohan-ampela-usus didalamnya. Itu belum termasuk Kalau hari Sabtu, Minggu dan tanggalan coret (maksudnya libur), bisa dua kali lipat lakunya. Sembari melayani pembeli ia berceloteh.

Saya comot ampela ayam yang rasanya renyah. Dia sangat gembira ketika saya bilang, ada tamu dari Singapore dibelain bangun jam 6 pagi lantaran tertarik cerita soto Surabaya van Jatiwarna. Terang saja lha wong tamunya anakku sendiri.

Sudah tahu kalau jam 9 pagi sudah habis, mengapa tidak menambah porsi dagangan agar laba tambah ruah. Ternyata pengalaman mengajarkan dan ia haqul-paham bahwa lepas jam 9 pagi pengunjung sudah sepi sebab rata-rata mereka adalah pekerja. "Di bela-belain paling 1 porsi yang laku..." - itulah sebabnya ia lebih suka ringkes-gerobak, dan belanja keperluan untuk keesokan harinya di pasar Pondok Gede.

Lho kenapa gerobagnya pakai nama SOTO SURABAYA, tanpa tambahan Cak Koes untuk lebih mengesankan kepemilikan.

"Ada yang marah pak, nantinya" kata pria bertubuh agak subur dan berambut pendek ini. Sementara di latar belakang Istrinya masih asik bertanya kepada para pembeli, "menawi sambel kecap, menopo mboten.." - ini eloknya Soto Surabaya, ada sambal kecap, ada sambal full cabe.

"Pasalnya pemilik pom bensin namanya Kusnaidi, lha kalau saya pakai nama Soto Pak Koes, apa malah dikira melecehkan pemilik pom, dari juragan bensin melorot ke bakul soto..." - katanya ngekek. Padahal ia berjualan di atas tanah milik Kusnaidi, sang pemilik SPBU - Jatiwarna

"Niki lak (ini pasti) bukan dagelan Suroboyo to pak?"

"Saestu(betul), namanya Kusnaidy" - katanya makin terkikik sampai perutnya berguncang.

Ah, nama boleh mirip, namun rejeki kok ya bisa beda.

Mimbar Saputro

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung