Segarnya Mantab... boleh... asal sudah sarapan

29 Maret 2006

Liburan weesak, Irah, deputy yang baru 2 bulan bekerja minta ijin pakansi "kecil" lantaran mendapat kabar bahwa orang-tuanya dari desa datang menengoknya. Biasanya kangen-kangenan diteruskan dengan evaluasi penghasilannya selama bekerja di Jakarta. Ada kemungkinan sang orang tua menganjurkannya pindah tauke bilamana hasilnya dinilai kurang memadai.
Masalahnya, Ira di Rawa Bogo sementara sang keluarga "ngepul" di bilangan Grogol. Lantaran Jendral dari Kitchen Kabinet -JKK- merasa tidak PeDe melepaskannya sendirian dibelantara Angkot, Minibus dan Calo-calo sehingga sang deputy diberikan akomodasi dengan supir dari Australia. Jam 04:30 dinihari kami meluncur ke Grogol. Jam 06:00 kami bayangkan Irah sedang ngomong "ngapak-ngapak" dengan sanak familinya. Duh bahagianya.

Saat jarum jam beranjak ke angka 14 belum ada tanda Ira akan melapor. Jam 15 masih idem-dito. JKK mulai gelisah. Pertama bisa jadi Irah memenuhi permintaan orang tuanya mencari penghasilan yang lebih layak, yang kedua - kekuatiran jangan-jangan anak ini sakit. Lalu telik sandi dikirim mencari sisik melik keberadaan Irah. Pelapor menyampaikan berita, Irah berada di Jalan Makaliwe Gang Lima tidak mau pulang lantaran ia muntah terus sejak pagi. Sekarang ia hanya penunggu kamar mandi dengan wajah pusat pasi..." - sementara Orangtua sudah kembali ke desa.

Usut-punya usut. Rupa-rupanya Irah berniat merayakan pakansinya dengan membeli minuman ringan. Begitu cairan dingin yang segarnya mantab itu mengalir melalui kerongkongannya. Ia meringis kesakitan. Alih-alih dunia meriah, perutnya terasa akan pecah. Cairan sodium bi carbonat melepaskan gas CO, menendang kekiri, kekanan, bergulung. Akibatnya Irah "gulung koming" dan harus dipapah berdiri oleh saudaranya. Iklan memang sering tidak mendidik dan kurang informatip. Minuman Segarnya Mantab boleh saja. Tapi perut harus sudah terisi. Apalagi yang cenderung menderita tukak lambung. Kawan-kawan di Outback glegak-glegek minum serupa baik sarapan pagi, siang maupun malam. Kendati ditengarai penyebab osteo, tapi diet mereka di pagi hari adalah full susu.

"Bagaimana kalau operasi SAR digelar". Usul saya dalam rapat darurat terbatas.

Setelah disepakati, tidak lama kemudian kendaraan SAR sudah berada di mulut gang. Untuk menjemputnya orang harus berjalan kaki sejauh 30 meter menuju rumah kontrakan. Kebetulan penghuni lainnya sedang bekerja mencari nafkah. Hanya Irah dan saudara perempuannya yang kami jumpai. Kondisinya lemah sampai untuk berjalan menuju kemobilpun ia harus dipapah sambil sesekali muntah "uger" lantaran tidak ada lagi yang bisa dikeluarkan.

Dalam keadaan lemah, Irah dibawa ke Dokter sementara arloji menunjukkan jam 16. Dokter keluarga kami, Kardi, yang memeriksanya seperti punya firasat agar Irah tidak dibawa ke Bekasi. Lebih baik melakukan operasi pemulihan kesehatan di Grogol. Jam 17:30 ternyata obat yang diberikan hanya menjadikan muntahnya makin menjadi. Akhirnya ia kami larikan ke rumah sakit. Tujuan pertama RS Tarakan, ternyata sampai ke lorong-lorongpun sudah terisi penderita demam berdarah. Coba tilpun RS lainnya, keadaan sama, tidak menerima pasien baru.

Kalau sudah kepentok begini saya pakai jurus KKN, adik kandung, saya tilpun. Pertama minta saran, kedua minta tulung, ketiga saya setengah memaksa. Adik dan temannya sebenarnya sudah masuk Tol menuju Jagorawi dan terpaksa mutar balik ke rumahnya di bilangan Cipinang Jaya 2EE Perumahan Depkes. Saementara menunggu perjalanan kami ke Cipinang Jaya, saya minta adik untuk membelikan cairan infus dan segala ubo-rampe sehingga saat kami tiba disana Irah bisa langsung diterapi.

Teman rombongan adik sampe heran rencana sudah diatur seminggu sebelumnya, tiba-tiba dibatalkan hanya lantaran saya tilpun. "Elu tau, kakak gue ini cuma ngebelain pembokat sakit. Tapi yang gue tau, kalau sampe dia minta tolong, artinya sudah kepentok usahanya kesana kemari.."

Obat-obat kami peroleh di apotik RS Mitra International Jatinegara, yang diperkirakan beberapa tahun lagi akan dibeli oleh perusahaan berlogo Ramsey. Selang dua jam diinfus, keadaan pasien nampak tenang. Tuan rumah menyediakan nasi goreng ayam dan kopi Aceh yang segera kami embat tandas. Baru terasa lapar abizz setelah jam-jam menekan. Setelah botol infus berwarna merah jambu habis, kami minta diri berhubung sudah jam 12:00 malam. Baru nyadar bahwa BBM sudah mendekati nadir. Mobil saya belokkan ke sebuah stasiun yang berlogo tiga warna Merah, Hijau, Biru. Antrean panjang namun hanya seorang petugas yang melayani pom.

Ketika giliran saya tiba, baru satu liter diisi, pompa sudah menyentak berhenti, liter kedua pompa menyentak sama. Sang juru isi bergumam "tangkinya kosong ya pak!".

"Lha sejak kapan tangki dalam keadaan full baru diisi bensin?" tanya saya.

"Kalau tangkinya kosong, anginnya mengganggu pompa kami...."

Seumur-umur mengisi bensin ya baru hari ini saya dikomplin penjual lantaran menyisakan bensin 10 liter dalam tangki. Dan Logo warna merah, biru, hijau tervisualisasikan menjadi Merah, Biru Hijau dan buram, manakala saya lihat stasiun berlogo kerang berdiri tegak tak jauh dari situ.

Tidak perut tidak mobil, kalau sedang kosong lalu diisi mendadak. Bisa timbul masalah baru.

Mimbar Saputro

http://mimbar2006.blogspot.com/2006/03/burung-hantu-dan-irah.html

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung