Artikel # 928 Punkasila

Malam itu di hotel Perth saya rada malas menyaksikan TV Australia soalnya kebiasaan di tanah air melihat belatung, mutilasi, tiba-tiba beralih ke acara yang lebih menyentuh perasaan manusia sekalipun kadang mengejek politik negara lain. Saslah satu TV Australia tahun lalu pernah menayangkan betapa wajah para pemimpin kita dibalik muka disetel sedih, mengutuk keras atas kejadian teror bom yang terjadi dipelbagai negara dan Indonesia ternyata, berhasil merekam wajah sumringah para wakil rakyat di Senayan. Mereka bercerita mengenai berkah hujan keras kucuran dana dari Amerika, Belanda dan negara-negara lainnya.

Tak heran acara dibuka dengan sebuah pertanyaan, "dibalik tragedi teror, kematian, kesedihan, kutukan," apakah anda tahu bahwa wajah sebenarnya para pemimpin dan politikus tidak seperti yang kita kenal selama ini."

Tetapi Indonesia yang diceritakan pada Selasa Malam 22/5/07 jam 21:30 di stasiun ABC agak lain. Mula-mula mereka bercerita tentang pendudukan Ramadi. Lalu rakyat setempat bercerita bahwa pintu rumah mereka hampir tidak bisa dikunci sebab tiap hari ditendangi oleh pasukan Amerika sampai engsel pintu pada copot semua. Apalagi kalau daerah sekitar mereka baru ada serangan bom. Belum lagi menu sehari-hari adalah pengeras suara : ‘Penduduk Ramadi, aparat sedang melakukan latihan menangkap teroris, jangan keluar rumah, jangan menonton dari atap rumah. Kami menggunakan peluru tajam. Lalu dar, der, dor, bum. Senjata menyalak, mesiu terhambur.

Kemudian acara pindah ke Kenya, sekelompok anak belasan tahun mulutnya tak lepas dari botol berisikan lem. Mata mereka merah dan gaya bicaranya seperti lelet sekali untuk merangkia kata. Lagi-lagi koresponden berkomentar "tak kurang-kurangnya kucuran dana dari PBB dan negara lain mengguyuri bumi Kenya, namun kemiskinan malahan semakin meruyak..."

Giliran acara Indonesia, Geoff Thomson koresponden ABC Australia memberikan narasi didepan monumen Lubang Buaya mengenai Pancasila. Saya pikir dia akan bercerita kesaktian Pancasila.

Lalu saat kamera diarahkan ke suatu mesjid kecil di Yogya kalau tidak salah namanya "Hikmah," dan dibelakang mesjid terdapat sebuah bangunan berdinding batako tergelar peralatan band yang unik bentuknya. Lalu ada ada yang ompong mirip Kaka Slank sedang menenggak bir langsung dari botol berwarna hijau dan perbuatannya ini diikuti oleh teman-temannya. Tidak lama musik cadas dimainkan sambil melompat kesana kemari bak kesetanan. Tak jarang habis melompat, mereka terhuyung jatuh. Maklum separuh teler.

Diantara pemuda yang “ngerok” habis-habisan agar mirip musikus rok bule, terselip juga “Mat Salle” beneran. Dia adalah Danius Kesminas sang dedengkot band.

Kelompok yang diawaki sebagian besar anak ASRI sekarang ISI bermarkas di Jalan Tirtodipuran ini menamakan dirinya Punkasila (plesetan dari Punk dan Pancasila). Judul album perdananya "Acronyms War" yang sudah dirilis sejak 2006 ini malahan sudah beredar di Sidney.

Cuma kalau lihat judulnya memang seram seperti TNI, KOPASSUS, UNJEM/UNJEMBUT, BIN sehingga para personalnya pun maklum, kalau mereka mengadakan pentas di tanah air, pasti mengandung resiko. Persis seperti yang dikatakan salah satu personelnya dalam "bisa mati aku di Indo, kalau mementaskan musik yang mengejek BIN, KOPASSUS, TNI, JIHAD, TURBA,JIL yang seharusnya Jaringan Islam Liberal diplesetkan Jaringan Kapir Liberal dsb. Ada bebrapa singkatan yang maaf tak sampai hati menuliskannya disini.

Selain berpakaian loreng, ala militer kadang dicampur surjan. Bahkan ada yang berpakaian mayat berdarah-darah, gitar yang dimainkanpun aneh sebab dibuat khusus dengan kerangkanya seperti AK47, M16 dan beberapa senjata militer.Bagi anak yang dibesarkan di Yogya, plesetan dan pisuhan group yang konon CD-nya dibeli oleh Sultan Hamengkubuwono X memang "mbeling".

Namun tak kurang pihak lain menggeram mengasah taring.

Dalang dibelakang group ini adalah Danius Kesminas, berambut gondrong, dan warga negara Australia. Dia heran kenapa Indonesia dan Australia seperti minyak dengan air. Lalu ia mengajak Hahan, Atjeh, Iyok, Janu, Moky, Gde dan Ambala untuk menghasilkan musik yang menusuk "core value dan core cultural," dengan konsumsi luar negeri.

Acronym Wars adalah album perdananya yang lempar pada 2006. Jangan heran kalau group keras FPI sudah ancang-ancang bakalan merangseknya. Maklum saja lambang yang diusung adalah Garuda Pancasila yang sedang menengok kekanan. Tetapi kata-kata diatasnya diganti menjadi "Punkasila" - lalu cakar burung yang biasa membawa slogan Bhineka Tunggal Ika diganti sebuah AK47.

Pada 31 May 2007, grup Punkasila yang provokativ dan berani ambil resiko ini akan menggelar musiknya di Melbourne.


Mimbar Bambang Saputro
mimbar saputro gmail com
0811806549 TEXT PLEASE

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung