Artikel #914 Antara Hidup dan Mati
Orang Singapur mulai berhitung soal jatah tanah yang hidup dan yang mati. Selain tanah permukiman yang kian sesak, tanah pemakamanpun mendesak yang hidup. Di salah satu kawasan Chou Chu Kang (CCK), misalnya tiga ratus hektar lebih lahan pemakaman akan penuh terisi pada tahun 2064. Cara tradisional selama ini menyaratkan jarak 45 cm antara satu lubang dengan lainnya dinilai boros tempat.
Baru-baru ini Badan Lingkungan Hidup mengumumkan cara penguburan yang lebih irit lahan. Kubur "baru" ini akan berupa kotak tanpa alas terbuat dari beton cor setebal 15 cm. Angka sepintas tak berarti ini ternyata bisa menampung kapling tambahan sebanyak 240 kubur per hektarnya. Untuk mengakses liang lahat, disediakan tangga sebab beberapa aturan agama menyaratkan jenasah atau peti mati harus bersentuhan dengan tanah.
Sebagai penutup makam dibuatkan cor-coran beton berbobot empat ton, lalu di atas tutup inilah ditanam rumput atau dipasang nisan, monumen sebagaimana pilihan famili. Dengan sistem yang ditiru dari pemakaman di Inggris, Turki dan Australia maka lubang dapat disiapkan jauh-jauh hari dan orang tak perlu terburu-buru menggali tanah menjelang pemakaman.
Menurut aturan setempat, makam yang telah berusia lima belas tahun tidak boleh diperpanjang lagi. Belulang akan di kremasi atau dipindahkan dalam sebuah kubur beton ("crypt) bersama 7 jenasah lainnya.
Sampai saat ini dua belas ribu kubur beton sudah di siapkan dengan biaya sebelas juta dollar, sementara masih diutamakan untuk pemakaman cara Islam. Biaya penguburan dengan metode ini sebesar $940 untuk pemakaman biasa dan $315 jika jenasah tak dikenal. Biaya ini sama besarnya dengan ongkos pemakaman tradisional.
Untuk sementara pemerintah Singapur bisa bernapas lega soal lahan mati ini sampai tahun 2130 mendatang. Pemandangan baru ditanah pemakaman kelak adalah sebuah crane atau katrol mengiringi sebuah pemakaman, atau malahan dilengkapi dengan pompa penyedot air.
Baru-baru ini Badan Lingkungan Hidup mengumumkan cara penguburan yang lebih irit lahan. Kubur "baru" ini akan berupa kotak tanpa alas terbuat dari beton cor setebal 15 cm. Angka sepintas tak berarti ini ternyata bisa menampung kapling tambahan sebanyak 240 kubur per hektarnya. Untuk mengakses liang lahat, disediakan tangga sebab beberapa aturan agama menyaratkan jenasah atau peti mati harus bersentuhan dengan tanah.
Sebagai penutup makam dibuatkan cor-coran beton berbobot empat ton, lalu di atas tutup inilah ditanam rumput atau dipasang nisan, monumen sebagaimana pilihan famili. Dengan sistem yang ditiru dari pemakaman di Inggris, Turki dan Australia maka lubang dapat disiapkan jauh-jauh hari dan orang tak perlu terburu-buru menggali tanah menjelang pemakaman.
Menurut aturan setempat, makam yang telah berusia lima belas tahun tidak boleh diperpanjang lagi. Belulang akan di kremasi atau dipindahkan dalam sebuah kubur beton ("crypt) bersama 7 jenasah lainnya.
Sampai saat ini dua belas ribu kubur beton sudah di siapkan dengan biaya sebelas juta dollar, sementara masih diutamakan untuk pemakaman cara Islam. Biaya penguburan dengan metode ini sebesar $940 untuk pemakaman biasa dan $315 jika jenasah tak dikenal. Biaya ini sama besarnya dengan ongkos pemakaman tradisional.
Untuk sementara pemerintah Singapur bisa bernapas lega soal lahan mati ini sampai tahun 2130 mendatang. Pemandangan baru ditanah pemakaman kelak adalah sebuah crane atau katrol mengiringi sebuah pemakaman, atau malahan dilengkapi dengan pompa penyedot air.
Comments