769 - Rahasia Menulis Dan Brown

Bukan rahasia lagi kalau novel bertajuk The Da Vinci Code karangan Dan Brown terjual laris manis tanjung kimpul mencapai jutaan kopi. Tapi bagaimana rahasia sosok yang karya fiksinya berbuah polemik sehingga orang terperangah antara percaya dan tidak. Semua orang paham bahwa kecakapan menulis akan berbanding lurus dengan jam terbang. Tak terkecuali Dan Brown. Di SMU dia menulis esai pertamanya mengenai Grand Canyon. Dilukiskannya dalam bentuk yang royal kata sifat seperti tiada habisnya. Tapi gurunya mengembalikan arangannya dengan catatan tinta merah "Simple is Better". Masih lebih sadis lagi, karangannya dipangkas. 90% kata sifat yang diobral, tandas diedit. Arkian, Dan Brown mendapat ponten C minus.

Peringatan gurunya menimbulkan luka bathin. Tapi itu sah-sah saja, bahkan catatan gurunya dijadikan azimat. Sampai sekarang, kalau ditanya suksesnya bercerita adalah dengan memanfaatkan tombol DEL. Maksudnya menyingkat dan kadang membongkar habis karangannya. (Dulu saya pernah bilang menulis dengan melupakan backspace)

Brown biasa menulis pada jam 3 atau 4 dinihari. Awalnya dilakukan sebab itulah waktu luangnya, namun ia menjadi kecanduan. "kalau pada jam tersebut saya tidak berada di kursi, aku merasa kehilangan hari-hari kreatif.."

Ketika tidur, pikiran menjadi kreatif. Saat bangun pagi maka mengalirlah ide-ide untuk dituliskan. Bila ia terlalu asik sebuah jam pasir mengingatkannya akan opentingnya beristirahat. Olah raga yang menunjang pekerjaannya adalah sit-up dan push-up. Atau kalau cara ini dirasa masih kurang, ia akan bergantungan bak kelelawar agar darah naik ke kepala.

Saat bergantungan sambil menggerakkan tubuhnya naik turun, ia kadang menemukan ide melihat dunia dari perspektip yang berbeda. Sebuah novelnya Digital Fortress terinspirasi pada saat ia mengajar di di kampus Phillips Exeter, pertengahan 95, dua orang agen rahasia Amerika mendatangi kelasnya dan menahan salah seorang muridnya. Rupanya siswanya berdebat melalui email dengan seorang temannya mengenai kebijakan politik Presiden Clinton. Salah satu komentarnya adalah "Lama-lama kubunuh saja Clinton itu.."

Email ini disadap oleh Agen Rahasia dan mulai mengusut mahasiswa penulisnya apakah serius atau tidak. Tentu saja tidak, dan peristiwa berlalu begitu saja. Namun bagi penulis sesensitif Dan
Brown, muncul pertanyaan, ternyata hidup dinegara bebas apa saja, sejatinya pemerintah menguasai rahasia orang banyak. Bila kita tidak bereaksi terhadap tindakan paranoid pemerintah, maka agen rahasia Amerika adalah teroris yang sebenarnya. Bagaimana mungkin email bercanda sampai bisa dibaca mereka.

Maka Dan mulai melakukan riset, ternyata NSA (National Security Service) memang tukang nguping dan intip disentero negeri. NSA, kata Brown mirip kerja vacuum cleaner. Setiap kata bertuliskan "kill" dan "Clinton" langsung ditelusuri.

Dan jadilah kata Kill dan Clinton inspirasi bagi penulisan novelnya Digital Fortress.

Mimbar Bambang Saputro
24 Jul 2006

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

STOP!