758- Banyuwangi FROOM (dua O) Indonesia TIMOR (pakai O)
Kaum berduit di Jakarta, atau para snobis, suka betul menceritakan shopping di PI (Pondok Indah), lantaran punya kesempatan melihat Betaria Sonata, Cici Paramida atau sederet seleb yang juga manusia. Bagi saya Toko Buku Gramed PI memang lebih lengkap ketimbang di Taman Anggrek, Citra Land dst.
Selama setahun berada di Bekasi, kenalan kami adalah PK.
PK yang kami ceritakan adalah Pasar Kecapi, sebuah pasar tumpah yang tidak terkenal kecuali pernah masuk berita kriminal dua kali disatroni penjahat bersenjata yang terorganisasi rapih. Dugaan tidak meleset, ternyata orang kesatuan banyak terlibat didalamnya.
Tidak banyak yang diceritakan kalau soal persediaan barang, yang tukang ikan belum dapat suplai, atau tukang daging yang tidur dipasar. Akibat sedikitnya pembeli, maka terjadi interaksi antara pedagang dan pembeli sehingga berbelanja ke PK seperti layaknya mendatangi kerabat jauh.
Kadang terdengar teriakan seorang wanita gemuk penjual kembang dan alat sesaji yang mencegah sia-sia anak lelakinya (3tahun) berlarian menyeberangi jalan Pasar Kecapi diantara berseliwerannya angkot dan sepeda motor.
Yang berbeda dari PK setahun lalu adalah semangkin (pakai ng) bertambahnya kendaraan roda empat mengunjungi PK, yang semula satu-dua mobil, sekarang nampak kendaraan mahal ikut meramaikan halaman parkiryang hanya berjarak puluhan meter dipinggir utara ruas tol Jatiwarna.
Kalau sudah melihat kendaraan lebih dari satu berdatangan, tak ayal lagi momentum ini dimanfaatkan sekelompok orang dengan bermodalkan kayu reng, balok kayu sambil mengenakan seragam Satpam biru yang sudah berkilat dibagian dengkul dan bokong lantaran dimakan usia. Mereka mulai mematok uang parkir yang sebelumnya tidak pernah terjadi.
Diantara para tukang bakso, mie, ketoprak dan anak-anak yang mengisi liburan dengan bermain di pasar, nampak terbentang spanduk berlatar belakang hitam dengan tulisan putih dipasang ditengah lapangan yang dikelilingi pembatas penonton berupa tali plastik warna coklat.
Lampu neon yang berdiri ditengah arena seperti tak kuasa melawan sore yang mulai hamil tua. Sebagian sinarnya diserap oleh debu-debu arena yang menebal dimusim kemarau ini.
Mula-mula terdengar pengeras suara diceklek, dan berkumandanglah "Alo, alo, satu, dua, tiga, test..." - Mengherankan pengeras suara ini jernih terdengar.
Lalu berkumandanglah undangan berupa pertunjukkan orang diadu senjata(k) tajam, manusiak(pakai k) dibacok tidak mempan, manusia (k) dibakar tidak hangus. Dan bayangan masa kecil bagai berkelebat didepan mata. Pertunjukan ini puluhan tahun merupakan"character building" bagi saya.
Sang propagandais mulai mengatakan akan mengeluarkan ular sebagai binatang berbisa. Sehingga berkerubunglah pengunjung pasar mengelilingi tukang sulap. Anak-anak mulai berdatangan. Namun rupanya kehadiran penonton belum memenuhi Korum sehingga ular sawah dimasukkan kembali ke kotak dan pertunjukan diganti mendengarkan rekaman kaset Iwan Fals. Kalau anak Bekasi, melihat ular bukan barang aneh bagi mereka, entoch mereka berkumpul sebab memang tidak ada hiburan lain.
Gendang telinga saya mulai terganggu sebab corong yang dipasang di tiang bambu selain menghadap ke telinga, juga disetel pol-polan. Padahal aturan pakainya adalah hanya untuk Vocal. Ini yang tidak disadari beberapa pengguna. Akibatnya lagu Iwan Fals seperti suara lengking kereta beberapa desibel diatasnya. Padahal saya lebih menikmati suara serak sang propagandais yang beraksen "Banten" seperti"Mari(k), zodara(k), iebu(k), ebapak(k)..emarik.. ular berbisa(k)sudah tak sabar, eiit(propagandis berteriak seperti bersilat), lihat dia sudah mauk beraksi..."
Tapi keponakan masih mengajak bertahan disekitar tukang sulap. Karena memang ia belum pernah melihat pertunjukan serupa. Kelak puluhan tahun kedepan ia akan ingat apa yang direkamnya hari ini. Juli 2006.
Dan kesempatan ini saya membaca spanduk hitam tulisan putih. Logo padi-kapas-berbenturan dengan bintang menunjukkan Yayasan (untuk kesejahteraan) Purnawirawan ABRI, yang menggelar Seni Magic dari Banyuwangi. Seperti layaknya manusia Indonesia, nampaknya mereka harus mengetengahkan grupnya dalam bahasa Inggris.
"Banyuwangi, Hipnotis, Magic croos froom (dua "o"), Indonesia TIMOR" -inilah perbenturan kultur barat, melayu, dan sedikit ngawur dalam spanduk ini."
Maksud mereka mungkin seni sulap dan sihir dari Timur Indonesia (KotaBanyuwangi, disebut Indonesia TIMOR), dan lebih parah lagi Timur di-Inggriskan menjadi Timor.....
Croos sampai sekarang belum saya pahami kecuali menggunakan rumus"jawane" karena nampaknya mereka akan memamerkan adegan bacok (croos).
Sesungguhnya tanpa pertunjukan sulap-pun saya sudah sangat menikmati sebuah sulap kata-kata dari Banyuwangi FROOM Indonesia TIMOR.
Monday, July 10, 2006
Mimbar Bambang Saputro
Selama setahun berada di Bekasi, kenalan kami adalah PK.
PK yang kami ceritakan adalah Pasar Kecapi, sebuah pasar tumpah yang tidak terkenal kecuali pernah masuk berita kriminal dua kali disatroni penjahat bersenjata yang terorganisasi rapih. Dugaan tidak meleset, ternyata orang kesatuan banyak terlibat didalamnya.
Tidak banyak yang diceritakan kalau soal persediaan barang, yang tukang ikan belum dapat suplai, atau tukang daging yang tidur dipasar. Akibat sedikitnya pembeli, maka terjadi interaksi antara pedagang dan pembeli sehingga berbelanja ke PK seperti layaknya mendatangi kerabat jauh.
Kadang terdengar teriakan seorang wanita gemuk penjual kembang dan alat sesaji yang mencegah sia-sia anak lelakinya (3tahun) berlarian menyeberangi jalan Pasar Kecapi diantara berseliwerannya angkot dan sepeda motor.
Yang berbeda dari PK setahun lalu adalah semangkin (pakai ng) bertambahnya kendaraan roda empat mengunjungi PK, yang semula satu-dua mobil, sekarang nampak kendaraan mahal ikut meramaikan halaman parkiryang hanya berjarak puluhan meter dipinggir utara ruas tol Jatiwarna.
Kalau sudah melihat kendaraan lebih dari satu berdatangan, tak ayal lagi momentum ini dimanfaatkan sekelompok orang dengan bermodalkan kayu reng, balok kayu sambil mengenakan seragam Satpam biru yang sudah berkilat dibagian dengkul dan bokong lantaran dimakan usia. Mereka mulai mematok uang parkir yang sebelumnya tidak pernah terjadi.
Diantara para tukang bakso, mie, ketoprak dan anak-anak yang mengisi liburan dengan bermain di pasar, nampak terbentang spanduk berlatar belakang hitam dengan tulisan putih dipasang ditengah lapangan yang dikelilingi pembatas penonton berupa tali plastik warna coklat.
Lampu neon yang berdiri ditengah arena seperti tak kuasa melawan sore yang mulai hamil tua. Sebagian sinarnya diserap oleh debu-debu arena yang menebal dimusim kemarau ini.
Mula-mula terdengar pengeras suara diceklek, dan berkumandanglah "Alo, alo, satu, dua, tiga, test..." - Mengherankan pengeras suara ini jernih terdengar.
Lalu berkumandanglah undangan berupa pertunjukkan orang diadu senjata(k) tajam, manusiak(pakai k) dibacok tidak mempan, manusia (k) dibakar tidak hangus. Dan bayangan masa kecil bagai berkelebat didepan mata. Pertunjukan ini puluhan tahun merupakan"character building" bagi saya.
Sang propagandais mulai mengatakan akan mengeluarkan ular sebagai binatang berbisa. Sehingga berkerubunglah pengunjung pasar mengelilingi tukang sulap. Anak-anak mulai berdatangan. Namun rupanya kehadiran penonton belum memenuhi Korum sehingga ular sawah dimasukkan kembali ke kotak dan pertunjukan diganti mendengarkan rekaman kaset Iwan Fals. Kalau anak Bekasi, melihat ular bukan barang aneh bagi mereka, entoch mereka berkumpul sebab memang tidak ada hiburan lain.
Gendang telinga saya mulai terganggu sebab corong yang dipasang di tiang bambu selain menghadap ke telinga, juga disetel pol-polan. Padahal aturan pakainya adalah hanya untuk Vocal. Ini yang tidak disadari beberapa pengguna. Akibatnya lagu Iwan Fals seperti suara lengking kereta beberapa desibel diatasnya. Padahal saya lebih menikmati suara serak sang propagandais yang beraksen "Banten" seperti"Mari(k), zodara(k), iebu(k), ebapak(k)..emarik.. ular berbisa(k)sudah tak sabar, eiit(propagandis berteriak seperti bersilat), lihat dia sudah mauk beraksi..."
Tapi keponakan masih mengajak bertahan disekitar tukang sulap. Karena memang ia belum pernah melihat pertunjukan serupa. Kelak puluhan tahun kedepan ia akan ingat apa yang direkamnya hari ini. Juli 2006.
Dan kesempatan ini saya membaca spanduk hitam tulisan putih. Logo padi-kapas-berbenturan dengan bintang menunjukkan Yayasan (untuk kesejahteraan) Purnawirawan ABRI, yang menggelar Seni Magic dari Banyuwangi. Seperti layaknya manusia Indonesia, nampaknya mereka harus mengetengahkan grupnya dalam bahasa Inggris.
"Banyuwangi, Hipnotis, Magic croos froom (dua "o"), Indonesia TIMOR" -inilah perbenturan kultur barat, melayu, dan sedikit ngawur dalam spanduk ini."
Maksud mereka mungkin seni sulap dan sihir dari Timur Indonesia (KotaBanyuwangi, disebut Indonesia TIMOR), dan lebih parah lagi Timur di-Inggriskan menjadi Timor.....
Croos sampai sekarang belum saya pahami kecuali menggunakan rumus"jawane" karena nampaknya mereka akan memamerkan adegan bacok (croos).
Sesungguhnya tanpa pertunjukan sulap-pun saya sudah sangat menikmati sebuah sulap kata-kata dari Banyuwangi FROOM Indonesia TIMOR.
Monday, July 10, 2006
Mimbar Bambang Saputro
Comments