Artikel #891 - Laba-laba mengancam proyek 12triliun dollar

Karikatur dalam harian The Austalian menunjukan serombongan pekerja sambil membawa keluarganya berdemo. Mereka membawa spanduk. Seperti layaknya sebuah unjuk rasa. Tapi ada yang ‘nyempil’ membawa semacam kaleng aerosol pembunuh nyamuk? – Yang didemo ini seekor laba-laba kecil bahkan tak bermata yang bersembunyi di balik batu cadas kecoklatan sambil mengepalkan tinju tidak kalah garangnya bak rombongan FPI siap melabrak rumah judi.

Duduk perkaranya demikian. Cadangan biji besi di kawasan Mesa J yang dimiliki perusahaan raksasa Rio Tinto Australia bakalan habis dalam tahun 2010. Pasalnya tanah disini sudah dikeruk selama lebih dari tiga puluh tahun.

Sudah barang tentu Rio melalui anak perusahaannya Robe River bermaksud menggali lagi dari cadangan di Mesa A dan Warramboo sekitar 43 km barat lokasi lama.

Celakanya Badan Lingkungan Hidup menolak mentah-mentah usulan ini sebab mereka mengkhawatirkan ada lima spesies labah-labah langka yang hidup di tanah, bakalan punah oleh kegiatan penambangan. Mereka menamakan daerah yang bakal dikeruk adalah habitat ‘troglobitic’ – alias labah-labah tak bermata.

Tentu saja hal ini meresahkan pihak Rio Tinto dan juga 700 kepala keluarga (semua orang tambang) yang bermukim disana. Mereka mengkuatirkan, seperti cerita ‘gold rush’ maka tidak lama lagi kawasan Pannawonica akan menjadi kota hantu, lantaran ditinggalkan penghuninya. Siapa yang sudi tinggal di kawasan gersang macam kota kecil Pannawonica, kecuali para Aborigin sanggup hidup diudara panas berbatu cadas. Kota Pannawonica dinyatakan kota tertutup. Maksudnya umum tidak bisa mengakses kota ini sebab tidak mudah mendapatkan pompa bensin yang menjual untuk umum. Bahkan penginapan dan tempat hiburan sudah dipesan jauh-jauh hari khusus pekerja tambang.

Pihak kotapraja Ashburton Shire dan Departemen Mineral Australia juga menyayangkan keputusan Lingkungan Hidup yang dianggapnya gegabah. Dalam bidang investasi, kalau ada hal yang kurang kondusif, kaki para investor bakalan gatal untuk mencari tempat lain.

Mereka sangat berkepentingan dengan pajak dan lowongan pekerjaan yang selama ini mengalir dari Rio Tinto. Tidak heran, proyek ini bernilai 12 triliyun dollar dengan kemampuan produksi sampai 200 juta ton bijih besi.

Sebetulnya bukan sekali ini saja lingkungan hidup berhadapan dengan kepentingan industri. Tahun lalu proyek gas alam perusahaan Chevron senilai 15 triliun dollar di pulau Barrow sempat ditolak. Namun akhirnya melalui lobby ketat proyek tersebut tembus juga. Entah bagaimana kelangsungan proyek bijih besi ini nantinya.

Rio Tinto adalah pemilik sepenuhnya Hamersley Iron dengan daerah konsesi utama di Asutralia Barat. Mereka menjalin kerjasama dengan pelbagai perusahaan termasuk para investor dari Cina. Lebih dari separuh saham perusahaan Robe River dimiliki oleh Rio Tinto. Mereka mendukung 18% pemasukan negara pada 2003 dan tercatat sebagai penghasil besi terbaik kedua di dunia.

Sebelum tambang ini diexploitasi, daerah ini dihuni oleh dua kelompok suku Anailya dan Boogada. Mereka memperebutkan pulau yang berbukitan bernama Pannawonica yang terjemahan bebasnya adalah bukit yang terletak dipinggir laut. Ini gara-gara para mahluk halus selalu mendatangi mereka dan menanyakan dimana letak bukit Pannawonica?

Petunjuk alam gaib ini dipergunakan sebagai suatu pembenaran oleh suku Boogada yang pada saat para pemuda suku Anailya peri melaut, diam-diam mereka 'hap ' menarik bukit dari pinggir laut ke daratan. Konon jejak bekas gesekan saat memindahkan bukit masih bisa terlihat seperti sungai (sungai Robe) yang mengering. Dengan memiliki bukit ini, maka mudah bagi suku Boogada mematahkan musuh sebelum mendekat perkampungan mereka. Sejak itu daerah ini mendapatkan landmark baru Pannawonica.

gambar dipinjam dari http://www.kisser.net.au/ashburton/towns/pannatown.htm

Mimbar Bambang Saputro

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung