Sempat Pingsan di Guncang Gempa - featuring Ajitoro
Featuring : Ajitoro
Riwayat keluarga Ajitoro
Aku bersama istriku tiba-tiba berada dibawah gunung yang tinggi, gunung iru terdiri dari soil, sebagian disana-sini sudah longsor, aku hanya tertegun dan berkata dalam hatiku. Bagaimana jika gunung itu longsor semuanya. Ternyata mimpi si bunga tidur adalah perlambang akan datangnya mahakarya Sang Pencipta yang datang hanya beberapa jam setelah usai mimpiku. Disamping kepiluan aku bersyukur diberi "demo " melihat mahakarya “ Sang Penciptaku”.
Saya beserta keluarga saat ini merasa bersyukur sekali, karena masih diberi kesempatan hidup yang kedua kalinya, sehingga masih bisa membalas email teman-teman semua. Hari Senin (29/5/06) malam didesa Mrisi, di desaku listrik baru menyala lagi.
Kejadiannya hari Sabtu pagi 27/5/06 saya tidak tahu tepatnya, jam enam kurang berapa. Saat itu saya dan kedua anak saya jam setengah lima sudah pada bangun.
Kemudian seperti biasa anak-anak saya dibikinkan teh dan tiduran di depan TV. Anakku yang kecil akhirnya tertidur. Istriku juga siap-siap untuk berangkat kerja sebagai seorang perawat di RS Bethesda- Yogyakarta. Kebetulan aku sedang liburan sebulan dari Australia. Waktu luang kupergunakan bersama anak dan mengantar istri ketempat kerja, karena memang pekerjaanku sebagai pekerja pengeboran adalah sebulan bekerja di Australia dan sebulan mengambil "break." Sementara itu anakku yang besar ikut masak dengan pembantuku
Aku hampir selesai mandi ketika tiba-tiba tubuhku seperti dilempar-lempar tenaga tak nampak. Aku tidak sadar apa yang terjadi kecuali mendengar suara bergemuruh yang keras sekali. Kucoba keluar kamar mandi namun usaha inipun ternyata tidak mudah lantaran badan seperti dikopyok kekanan kekiri.
Entah berapa saat aku seperti kehilangan kesadaran diri. Saat kesadaranku kembali aku ingat anakku yang kecil tidur di depan TV. Aku berteriak teriak supaya semua lari kehalaman belakang. Namun pemandangan kami sudah terbatas. Praktis kami semua tidak bisa melihat apa-apa , karena gudang di sebelah rumah saya yang baru selesai dibangun yang lebih tinggi dari rumah saya sudah runtuh total dan runtuhannya menimbulkan debu yang luar biasa, sehingga menutup pandangan. Celakanya sebagian runtuhanya mengarah kearah rumahku dan runtuhannya menghantam tembok halaman belakang dan dapur rumah.
Saat-saat kritis dan menegangkan, aku berhasil mengajak keluarga untuk lari kedepan, masih ada masalah pintu masih digembok dengan panik akhirnya aku bisa membuka pintu dan semua pada keluar. Aku baru sadar kalau aku cuma pakai kain sarung . Setelah diluar baru kami sadar baru saja mengalami gempa bumi. Aku tidak tahu berapa tepatnya menurut skala richter, katanya 5.9.
Kurang lebih seperempat jam dari kejadian itu aku beranikan diri untuk masuk rumah. Semua barang seperti almari seperti pindah tempat. Sementara isinya tumpah keluar. Bahkan ada lemari yang ambruk. Pesawat TV yang semula diatas meja sudah tergeletak di lantai untungnya tidak menjatuhi anakku terkecil yang saat itu sedang tertidur disamping TV.
Semua isi rumah berantakan dan barang barang dari keramik atau pecah-belah sebagian besar sudah berantakan luluh lantak. Saat itu masih terjadi gempa susulan . Saya keluar masuk rumah mengais barang-barang berharga yang masih bisa diselamatkan, termasuk kendaraan. Bilamana dirasakan ada gempa susulan cepat-cepat aku lari keluar rumah.
Isu Tsunami
Aku bernapas lega, paling tidak keluargaku selamat. Kerusakan materiil memang besar, namun belum terpikirkan olehku.
Kira-kira jam delapan tiba-tiba jalan didepan rumahku dipenuhi orang yang menyemut, mereka mendapat kabar bahwa ada tsunami dari arah selatan. Sehingga mereka menuju bukit-bukit kecil disekitar rumahku, yaitu Gunung Mojopahit dan Gunung Cilik. Perlu diketahui diantara yang mengungsi ada yang keadaan luka berdarah-darah, ada juga yang di gendong. Termasuk keluargaku yang rata-rata perempuan mereka panik.
Aku mencoba berusaha menenangkan istriku dan kedua pembantuku , sekarang tidak usah ikut panik, kita berdoa saja , pasrah, kalau memang harus mati mau kemana lagi. Inilah upaya terakhir menenangkan keluarga termasuk massa yang sudah panik. Usahaku berhasil meredam kepanikan. Akhirnya mereka agak tenang.
Setelah ditunggu kurang lebih satu jam mereka regudugan (berombongan) lagi kembali ke Selatan sekalipun banyak juga yang hanya duduk-duduk di jalan didepan rumahku karena mereka mau pulang rumahnya sudah rata dengan tanah dan mereka masih dicekam rasa takut dan panik yang luar biasa, termasuk saya beserta keluarga. Dan lagi mereka merasa aman tinggal di tengah sawah.
Di desa Mrisi saat itu yang meninggal tujuh orang dan di desa depan rumahku, cuma keletan (selisih) sawah yaitu desa Glondong ada enam orang. Mereka yang meninggal rata-rata keruntuhan rumah dan bahkan ada yang sulit diambil jenasahnya. Didesa Mrisi kurang lebih 90% rumah rusak, termasuk yang runtuh dan yang sudah tidak bisa didiami lagi (nyaris runtuh). Lantai rumahku pada retak-retak dibeberapa tempat, keramik dinding ngelothok semua, tembok depan retak-retak silang menyilang bahkan sampai bolong , dinding dalam retak-retak mendatar dan vertical.
Untuk saat ini kami tidur diteras depan, pintu tidak dikancing, ada yang didalam mobil. Sepanjang malam saya tidak pernah tidur, jaga-jaga kalau ada apa-apa. Untuk saat ini saya tidak bisa kemana-mana kalau keluar hanya untuk mencari kebutuhan sehari-hari.
Memang keadaan Bantul katanya paling parah. Yang baru kutahu, desa Kasongan sebagian besar rata dengan tanah. Jembatan Winongo di Kweni sisi-sinya agak ambles, juga jalanan banyak yang retak-retak. Kalau saat ini bisa melihat daerah yang rusak total , akan benar-benar bisa menangis.
Perlu diketahui saat ini bantuan banyak yang belum diterima sepenuhnya oleh mereka. Mereka benar-benar trauma dan ketakutan. Tinggal ditenda-tenda yang tidak memadai, tiap hari, terutama kalau malam hari selalu hujan. Semua radio di Yogya siarannya hanya monitor korban gempa.
Saat aku tulis email ini gempa juga masih terasa. Mungkin dari hari Sabtu kemarin sampai saat saya bikin tulisan ini sudah 20-30x gempa susulan. Saat ini rumah-rumah yang ambruk rata-rata belum dibersihkan, karena tidak ada tenaga, dan banyak yang ditinggal begitu saja untuk mengungsi ditempat lain yang dianggap lebih aman. Dengar-dengar korban gempa sudah 5000 orang lebih, dan akan terus bertambah lagi. Saya tidak tahu kapan gempa ini akan berhenti, serta trauma dan ketakutan yang diderita kami-kami ini bisa hilang. Aku hanya bisa berdoa.
Salamku,
Ajitoro.
Comments