Carangan yang ngepas dari Dan Brown - Da Vinci

Potongan gambar "The Last Supper" karya Da Vinci nampak muncul beberapa detik di layar HBO - Indovision yang tertangkap di PNG, lalu narator mulai membicarakan tayangan mengenai Kode Da Vinci, karena memang usut cerita berasal dari sini, lukisan ini. Entah kenapa National Geography ikutan latah membahas masalah kontroversi inidengan menurunkan serial semacam "Secret Bible Week."

Lantaran baru saja usai gonjang-ganjing kartun Swedia, saya jadipenasaran melihat bagaimana reaksi kalau kepercayaan mayoritas disini(PNG dan Australia), dibuat cerita carangan. Kok kebetulan teman saya, Exon dan Steven di PNG pada tanya, "sudah baca bukunya?" tanyanya disuatu malam yang dinginnya mencopotkan engsel dengkul.

Saya menyeruput teh panas sambil mengangguk, sekalipun buku tersebut tidak sempat dibaca sampai katam lantaran keburu berpindah dari satu tangan ke tangan lain dan akhirnya tak bertangan sama sekali. Sebetulnya kalau sudah memasuki daerah kepercayaan, saya tidak berminat membicarakannya, daripada salah tafsir, kebenaran yang muncul hanyalah debat kusir. Tapi wajah mereka berdua menunjukkan bahwa ia belum pernah mendengar cerita kontroversi tersebut. Maka berdongenglah saya dari awal sampai selesai, sebisanya.

****
Saat di hotel Lemana - Port Moresby, acara TV ABC dari Australia tengah menghadirkan tiga tokoh dari "Opus Dei" mewakili 450 anggota yang tersebar di Australia. Lho saya kira tadinya ini cuma fiksi, ternyata anggota Opus Dei yang dalam novel Brown dikatakan ingin membalas dendam atas perlakuan kejam kelompok lain ratusan tahun lalu. Memang ada.

Lalu saat ditanyakan bagian ritual penyiksaan diri, seperti digambarkan tokoh albino Silas yang mengikatkan tali kulit berduri dipahanya, seorang pemimpin Opus yang masih muda dan tampan berkacamata mengiyakan, namun ia hanya mengatakan sehari dua kali ritual tersebut dilakukannya, namun tidak sampai berdarah-darah mencambuki punggungnya.

Ketika si penanya mencecar lebih dalam lagi bagian mana yang dicambuki atau disiksa, mereka keberatan sambil mengatakan "too personnal question" sampai-sampai saya lihat dua interviewer ABC meminta maaf berulang-ulang. Ada beberapa detail, yang intinya mereka mengatakan bahwa berdoa itu bukan seminggu sekali ke Gereja, melainkan 24 jam sehari. Seperti biasa kelompok tarekat selalu merasa lebih baik dari yang lainnya.

Lalu saat ditanya apakah mereka terganggu dengan pemutaran filem DaVinci? - bisa diterka, mereka keberatan, apalagi kalau ditonton oleh anak-anak yang belum bisa membedakan mana fiksi, dogma, dan rasa penasaran ingin merasakan masakan dari koki yang lain.

Inilah adonan yang pas, antara rekaan, fakta, dogma kepercayaan ditambah bumbu Indiana Jones untuk memuaskan rasa penasaran. Ujung-ujungnya, kocek sang penasaran yang di"dodosi" mulai dari buku-bukunya sampai filemnya. Biasanya mengikuti sukses yang pertama bakalan lahir cloner-cloner lainnya. Dan pada saatnya agama lainpun akan dikerjai juga.

Ingat tahun 1973 an sebuah fiksi berjudul "LangitMakin Mendung" karangan seorang Panji Kusmin, membawa HB Yassin meringkuk didinginnya sel penjara.

Yang bisa dipetik dari wawancara tadi, betul mereka gerah bahwaPanutannya dibicarakan pihak lain secara berbeda, apalagi dicampurfiksi (rekaan). Namun kepala tetap dingin dan menyikapinya denganmengisi talkshow yang santun tanpa melotot apalagi gebrak meja..

Mereka juga sadar ratusan tahun lalu kontroversi beginian sudah ada. Melakukan reaksi "counter productive" malah akan menjadi bomerang.

Sikap yang mungkin bisa ditiru. Tanpa harus menurunkan level menjadiorang terlemah didunia. Bagaimana menjalankan agama tanpa terkesan"galak". Dan itu promo lebih menarik.

Kembali di tanah air melihat Inul begitu nelangsa di usir oleh orang yang "getap lantang" mendengungkan persaudaraan. Meneriakkan slogan kita ibarat satu daging, satu dicubit yang lain sakit. ...

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung