di PNG, SIngapore dikubur hidup-hidup

Negeri apa berada di dalam tanah?
"Singapore!!!"
Lho kok Singapore?.

Bermula warga PNG makanan pokoknya adalah umbi-umbian dan sago. Itu yang kita kenal dari pelajaran sejarah waktu kita masih piyik. Namun sejak merdeka dari Australia 1975, mereka sudah mulai mengikuti jejak Indonesia yaitu makan nasi. Sekalipun demikian mereka tidak bisa melupakan keladi, terutama jenis Singapore. Keladi disini disebut "taro" atau "yam"

Umbi keladi biasa umumnya bundar, sedangkan Singapore edisi PNG memanjang bak umbi Cilembu. Usia tanaman keladi PNG untuk dipanen 6 bulan, sedangkan keladi Singapore sudah bisa disantap dalam 3 bulan. Saya tidak tahu bentuk daun dan pelepah keladi Singapore namun diberitakan bahwa daunnya sebesar telinga gajah, tebalnya tebal, maksudnya tebal beneran dan kaku.

Waktu ditunjukkan daun Senthe ala Citayam, mereka bilang mirip itulah pohon makanan kami (dulu). Mereka pada ingat masa kecil mereka ke sekolah dengan berbekal keladi, waktu ditanya pak Guru mereka menjawab "Makan Singapore Bakar Pak!".

*****

Makan Nasi Masih Lapar..

Lima belas tahunan (1990-an) lalu saat Chevron (belum hengkang dari PNG) dan masih mengerjakan proyek pengembangan lapangan minyak di kawasan KUTUBU (yang terkenal dengan danau Kutubu) saya pernah menjumpai keadaan dimana dalam kantin dipasang pengumuman agar penghuni bivak terutama yang pribumi dibatasi jatah makannya. Maklum sejak beralih ke nasi yang diimpor dari Australia maka sensor kenyang diotak masih menjerit "belum nendang di perut nih, soalnya cuma nasi." Maklum kalau sudah ketemu keladi (taro) atau sagu, baru hari terasa sempurna.

Kalau diperhatikan napsu makan orang PNG memang luar biasa. Sepiring nasi munjung-munthuk-unthuk, masih mengambil beberapa potong kentang, sedikit sayur (mereka kurang suka sayur), lalu di-embleki dua potong hamburger besar, dua potong sosis besar, dua potong lamb chop besar. Pokoknya apa yang ada dimeja semua ditunjuk disertai kata tupela (dobel). Kalau sedang membawa piring makanan mirip miniatur nasi tumpeng. Dan mereka bisa makan sama banyak setiap waktu makan tiba. Seperti diketahui di camp kita bisa makan pagi, makan siang, makan malam, makan tengah malam, dengan sela kuwe pada jam 3 sore dan 3 malam.

Tak heran ruang makan untuk national (non staf) selalu terisi penuh apalagi sambil ada tontonan Indovision dari Indonesia dimana Robot Arnold sedang melawan Robot Cewek yang langsing berisi namun sangat digdaya. Gara-gara ini pula dalam suatu pertemuan dibahas safety bahwa makan sampai 3 kali sudah cukup sebab lebih dari itu berarti mengganggu istirahat, hanya bangun utuk makan. Rupanya peraturan baru ini ditanggapi secara serius, sebab setelah pertemuan usai, waktu menunjukkan jam 2 malam, kelompok non staf masih tampak berbisik-bisik dengan rekan-rekannya. Mungkin saja mereka bilang "lha kalau perut lapar justru tidak bisa tidur siyh"

Tiada Hari Tanpa Garam..
Juga kebiasaan mereka mengecroti garam kedalam makanan mirip anak citayam ketemu saus tomat versi ampas singkong dan perasa asam. Makan hamburger, misalnya kecrotannya bukan saus tomat melainkan garam, sarapan roti bakar tidak lupa di kecroti garam. Maka tak heran ketika saya membanggakan umbi Cilembu yang saya bilang Taro from Cilembu, yang manisnya mangedab-edabi, persis sangkar madu. Muka mereka seperti bergeming. Mungkin baru tertarik kalau dibilang ada keladi Citayam (fantasi) rasanya asin seperti dikecroti garam dari lautan Teduh.

Bilamana selesai makan, waktu yang tersisa dipakai untuk nggelosoh didepan kantin, bersila membentuk lingkaran sambil menggulung tembakau dengan kertas papier murahan tapi dihidung saya seperti koran terbakar. Licinnya minyak belum membuahkan kehidupan layak bagi sementara pekerja minyak.

Monday, April 10, 2006

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung