Moksa dan Wedhus Gembel


"Pelanggan yang terhormat, kita berada diketinggian 33000 kaki,melewati Irian Jaya Indonesia, sebentar lagi akan melewati pulau Jawa,seperti nampak aktivitas volcanonya...." Yang ngomong ini pilot AirNiugini Boeing 767 yang membawa saya pulang dari Port Moresby ke tanah air. Bagi orang PNG, Irian adalah milik Indonesia, kalau Papua adalah PNG. Titik habis.

Saya mulai menyobek bungkus headset yang bertuliskan "Take me home with compliment of Air Niugini" - ini perjalanan 7 jam ke Singapore, dengan jarak tempuh 3087 miles, pada kecepatan (ground) 860km/jam. Di layar putih, Queen Latifah mulai beraksi dalam filem The Last Holiday. Themanya ngayawara, tapi Queen seperti biasa bermain ciamik. Pikiran saya menerawang sesampainya di Singapore, akan ketemu anak "wedhok" pertama Lia, lalu memeluknya, lalu saya ingat dia sedang rasan-rasan akan quit dari perusahaannya, lalu seperti biasa ada titipan entah sepatu, baju, parfum untuk ibunya. [padahal dia titip tanaman kaktus]

****
Ketika Merapi mulai meletus, ketika mas Yusuf Iskandar menghangatkankembali istilah "wedhus gembel" - itu awan tebal bergulung dengan suhu 1000 derajat mengerikan pertanda Merapi siap memuntahkan isi perutnya. Saat penduduk setempatbaru beranjak ke tempat evakuasi lantaran sang Danyang Merapi sudah meletuskan peluru keatas seperti berkata "Okey! Proceed with evacuation procedure, be safe!"

Maka baiklah, ada baiknya mengingatkan ada cerita tertinggal di lerengMerapi.... Selain Sima Lodra dan istrinya yang cuantik namun telengas itu, atau mbah Marijan sang dukun Merapi...

Kata moksa biasanya dikaitkan seorang pengisi sejarah Pajajaran, yaituPrabu Siliwangi yang diriwayatkan tidak pernah meninggal dunia melainkan "moksa" alias melenceng dari daur kehidupan normal.
Disebut normal kalau mengikuti hukum alam Lahir, Besar dan Mati. Namun kemampuan Moksa adalah Lahir, Besar dan mencapai strata hidup lebih tinggi dimana tubuh kasar menyatu dengan badan halus. Lalu para ahli sejarah berspekulasi bahwa Prabu Siliwangi melakukan "moksa" lantaran menolak dikonversikan menjadi satuan agama yang lain. Sehingga orang mengatakan bahwa sebelum Islam masuk, maka ada agama Hindu dan Budha. Dan agama lainnya yaitu agama Tuwa.

[Jreng... eng... ing ...eng....(belencong mulai meredup...)...]

Para ahli Jawa Kuno sudah lama berkutat dengan menyelidiki misteri aksara yang terdapat pada lontar-lontar keluaran Komplek MerapiMerbabu. Lontar-lontar tersebut berisikan ilmu-ilmu kebatinan kelas tinggi seperti Jalan Roh Menuju Keabadian (dari namanya ini mestinyakaum Tao), latihan untuk menjadi Moksa (hilang raga), aneka tapa brata. Wah mestinya ini kosep dalam Hindu dan Budha bercampur animisme.

Repotnya, kepercayaan "bodong" ini dilengkapi mempunyai mantera memanggil kekuatan nabi kedalam wadagnya seperti mantera: Napasku NabiIsa Linewih...Nabi Yakub pamiryasaning Yusuf..Yusuf ing rupa kumangke..Nabi Ibrahim nyawaku...Idris ing rambutku...getih dagingku Abubakar Singgih...Balungku bagenda Usman...
***
[Mestinya musiknya adalah gelepak dan ketukan kerincing dari kaki dalang....].
***
Jagad bathara...Ternyata lontar ini juga berisikan petunjuk ilmu merasukkan kesaktian wayang ke anatomi tubuh seperti Sinta ada dimata, landhep ada di napas...bahkan ada (maaf) di alat vital, kata Kuntaraseorang biarawan selibat eksentrik yang hobinya tapa brata selain mempelajari Jawa Kuno.

Ini ilmu capcay, semua bahan segar masuk. Tanpa memandang satu lebih tinggi dari lainnya. Kuntara atau Rama Kuntara ini konon menganggap dirinya adalah Petruk. Kalau ia keringatan, maka kepala petruk yang dipakai untuk mengusap keringatnya.

Trus bagaimana serat Arjunawiwaha?. Orang Jawa termasuk Tasikmalaya sepaham bahwa Raden Bangbang (Bambang) Arjuna adalah tokoh serba lembut, istri berapa saja kurang puas. Sekalipun dia kadang tidak mengaku telah mengawini istri baru. Jaman dulu mana ada berdalih mengambil naskah filem yang tertinggal. Bahkan ia cenderung diperankan wanita sehingga timbul spekulasi jeruk makan jeruk kadang apel juga.

Dalam lontar "orang gunung" tadi Arjuna digambarkan keluar dari tapabrata, langsung terbahak-bahak lantaran melihat seekor celeng tambun, maksudnya gendut.

Manusiawi eh wayangsiawi sekali, sekalipun pakem pewayangan tidak akan sepakat.,

Sebelum anda menuduh lontar ngayawara, maka penelitian para ahli mengatakan bahwa lontar ini menjadi buku referensi Ranggawarsita danPakubuwana II, jauh sebelum mereka memindahkan Kartasura ke Surakarta.

Aksara yang ditulis dalam lontar bukan Jawa Kuno tetapi aksara ciptaan sendiri sehingga sering di tulis Aksara Budo. Dalam ilmu keris, keris pertama yang paling primitif disebut keris Budo (butho) lantaran belum ada luk seninya sekedar untuk alat menusuk jreb jreb.

Cuma belum jelas, lontar yang mana yang menulis "boleh evakuasi kalauDanyang Wedhus Gembel sudah lahir ke angkasa..."

Mimbar Saputro
15 Juni 2006

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung