Kalau masih reseh, mama panggilkan Indonesia, baru tahu rasa...

Beberapa hari setelah gegeran Alfredo Rinado van Dili, pada 25 Mei (06) sebuah karikatur memperlihatkan kapal yang mirip roll-ro Jatra trayek

Bakahuni-Merak dengan nomor lambung 103 membuka diri. Lalu nampak sosok tokoh berambut ikal berkacamata, dengan celana dilipat sampai lutut pria berperut subur ini turun dari kapal, sedikit mabuk sebab dibelakangnya nampak waitress membawakan sebotol minuman. Lalu nampak pula  tulang ikan serta ayam berserakan dilantai kapal. Apalagi tokoh dalam gambar masih mengenakan serbet disekitar lehernya. 

Di belakang kapal tersebut nampak beberapa buah kapal perang "destroyer" mewakili armada perang Australia seperti His/Her Majesty Australian Ship (HMAS) Kanimbla, Tobruk dan Manoora yang membawa helikopter dan persenjataan berat yang lain. 


Pria yang mengajak kita menamainya Downer langsung masuk air setinggi lutut sambil separuh mengancam "kalau kalian masih saling reseh terus, aku panggilkan Indonesia, baru tahu rasa!" - Didepan Downer dua soldadu seragam loreng, tidak pakai topi-baja melainkan bandana. Lawannya malahan rambut cepak ala Alfredo. Prajurit simbol para "warrior" tepi barat dan warrior dari timur menyandang senjata dan amunisi di pundak namun sikap mereka didepan "mama Downer" seperti seorang anak kedapatan memecahkan gelas isi kopi tubruk ayahnya... 


Bila kamera didekatkan kebagian kaki, astaga Mr. Downer ternyata pakai stocking jala-jala, mirip Marlyn Monroe saat mudanya (1952-an) berpose pakai gaun tinggi memperlihatkan lutut yang jaman dulu sudah dianggap mengaktifkan kelenjar endokrin memompa lebih kencang. Sementara tangan kirinya menenteng tinggi sepatu hak tinggi wanita agar tak terkena percikan air laut. Mungkin sang karikaturis ingin berpesan bagaimana dua tentara berperang, sampai-sampai salah satu memanggil "mama Ossie" untuk melerai, sekaligus memberi makan mereka. 


Mr Downer dilukiskan glegekan (sendawa) seperti kalau kekenyangan lalu bicara diselai suara gelembung sendawa "heu..heu.." atau semacam sindiran bahwa mereka sangat menikmati pertunjukan satu babak di Timtim. 


Tidak ada pihak yang tersinggung atas karikatur memperlihatkan Downer agak kewanita-kewanitaan doyan makan dan mabuk-mabukan. Atau mungkin suka berpakaian wanita. 


Pemimpin pemberontakan adalah Mayor Alfredo Reinado, seorang pelarian politik yang dilatih militer di Australia dan dipersiapkan untuk "membebaskan" Timtim dari belenggu penjajahan. Ia menentang keras Perdana Menteri Mari Alkatiri yang diduga keras memberi perintah menembaki para demonstran di kawasan Tasi Tolu, menyusul terjadinya kerusuhan pada 28 April 2006 yang menewaskan beberapa penduduk sipil. Reinado masuk kembali ke Timtim beserta tentara Interfet, lalu tinggal di Dili. 


Beberapa saat setelah membelot dan lari ke hutan, karena dipecat Alkatiri, ia melakukan wawancara dengan wartawan SBS David O'Shea, dan mengatakan apa bedanya pemerintahan sekarang dengan pemerintahan dulu (Indonesia), kalau masih gemar membunuhi bangsanya. "Alkatiri itu penjahat.." - hanya lantaran yang dipegang senjata, beberapa saat setelah wawancara penuh "kemanusiaan" Alfredo menyerang barak tentara setia pemerintah FDTL saat mereka pulang mengambil gaji.


Kontak senjata berlangsung dibeberapa tempat berlangsung sekitar 2 jam disertai lontaran granat dan senapan serbu otomatis. Wartawan menyaksikan Alfredo menembaki tentara pemerintah FDTL dan berteriak "kena satu." 


Alfredo merupakan icon baru di Timtim, rupanya setelah dilatih ahli kemiliteran oleh Australia ia memiliki kepandaian khusus mengaduk emosi lawan bicara. Bagaimana ia mengatakan bahwa usia 11 tahun ia dijadikan budak oleh Tentara Indonesia, lalu dipaksa memanggul senjata dan menyaksikan perlakuan tentara memperkosa wanita Timtim dan membunuhi para sipil. Tak heran "jualannya" laku dibeli. Namun kini iapun terlibat kegiatan yang semula ditentangnya menembaki bangsa Timtim.


Namanya senjata tak bermata...

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

774-Tongseng Serambi (masjid) Sunda Kelapa