753- Namaste, Namaskara

Setiap ketemu di kantin saat sarapan , "Pat" atau Patrick - seorang spesialis robot bawah laut menegur dengan ucapan seperti diatas. Tentu bagi praktisi New Age atau beladiri impor Jepang, kata-kata ini sangat populer.

Lama-lama kepikiran juga, apa yang menyebabkan pria berkacamata, tinggal di South Perth ini menyapa saya dengan Namaste, apakah dia melihat aura dibelakang saya diikuti beberapa bayangan lain yang berkelebat.

Suatu pagi, pria keriting, pirang ini berhadapan satu meja dengan saya. Seperti layaknya bule maka pagi-pagi yang dilahap adalah semangkuk yoghurt asam, ditambah potongan buah segar. Masih minumnya orange juice yang dingin.

Pembuka kata adalah "kapan pulang?" - lalu dia menepuk jidadnya sambil "shit, no idea mate!" - ini bukan sumpah serapah kalau makan pagi yang diomongkan rada kurang tepat. Akhirnya arah konversasi ujungnya selalu sama, pekerjaan banyak, tetapi perusahaan kekurangan orang akibatnya pergantian crew sering tersendat. Dan penasaran saya terjawab. "Bukankan di India, kalau salam sebutannya Namaste?"- rupanya dia penasaran mengapa saya hanya menjawab singkat "morning! Pat"

Kring.... wrong answer....

Entah di Papua Niugini, Singapore, entah di Australia selalu saja orang menyangka saya dari India Hitam atau India Malaysia. Begitu saya bilang Indonesia, selalu diudak-udak pertanyaan, "tapi aselinya India toh.."

Kok maksa...

Lalu ingat beberapa tahun lalu berkendaraan ke Jawa dari Jakarta yang Jawa juga. Kali ini jalan yang saya sukai untuk memasuki Cirebon adalah masuk di Simpang Celeng, melewati Karangampel karena relatif sepi. Hari memang sudah menanjak siang, biasanya kami melepas lelah di rumah makan Jumbo di kota Cirebon. Waktu mahasiswa kerja praktek, pernah ditraktir makan disana, sekalipun akhirnya tidak jadi mantu orang Cirebon, namun kota ini menjadi seperti sebagian dari diri saya. Tapi kepada anak saya, saya hanya bilang "Gus Dur dan Amin Rais, baru bisa stop eker-ekeran kalau duduk bersama dan makan bersama diresto ini. Memang ada fotonya mereka makan disana.

Namun sebelum sampai ke Jumbo yang kondang dengan lumpia Cirebonnya, kok perempuan sebelah saya tanya itu es kelapa muda yang dijajakan dipinggir jalan kelihatanya segar sekali. Tentu saja saya "heu-euh-hin" - padahal selain bisa keluar adegan buka kelapa, kadang diteruskan adegan tempat kepala keluar (sensor). Tapi karena yang satu ini sepertinya ngebet banget, ditambah supaya jangan curiga mengapa saya kok sepertinya hapal banget dengan kawasan begituan. Maka saya mampir ke gubuk Kelapa Muda Plus.

Sambil menunggu kelapa dipecah-pecah, saya melihat ban dan keadaan kendaraan. Kok bisa-bisanya si mbak penjual kelapa mendekati pasangan saya sambil tanya "caranya mendapatkan bule seperti Tuan itu gimana sih mbak?" Niat banget deh...

Hatta, meledaklah tertawa mereka berdua ketika dijelaskan "itu orang Jawa, cuma kemampuan bahasa Jawanya dibawah setrip. Besarnya di Kertapati - Palembang. Saya sering dengar dia ngomong jawa dengan pembantu.. dijamin anyang-anyangen.."

Saya tidak merasa bahwa sedang dipergunjingkan hanya asyik diluar membuang penat. Sambil sesekali melihat kearah Pengilangan Balongan yang selalu bermasalah.

Ilmu kedokteran mestinya melakukan test hubungan antara katarak dengan minum kelapa muda.

Namun anak saya juga sering ditanya oleh teman-temannya apakah saya ini aseli Indo (bahkan mustinya campuran Tangsi Purworejo (yang rada kurang jelas asal usulnya dengan Tangsi Pathuk van Gunung Kidul). Akibatnya kalau didepan teman-teman Satrio saya sering berbicara dengan logat di India-India-kan dan ini berhasil mengecoh teman-teman anak saya mengira saya bukan orang sinih yah?

Nah repotnya tiba saat membayar uang sekolah, harus dilebihkan dari yang lain. Alasannya "kan orang tuanya orang luar, duitnya dollar..." - aduh biyung kalau sudah begini.

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung