750- Buka rekening Bank di Australia

Pilihan saya ke bank Commonwealth hanya karena bank Australia inilah yang pertama kali berkelebat didepan mata saat saya mengantar aplikasi Visa ke Kedubes Australia Kuningan dua tahun lalu. Betul juga kata iklan "kesan pertama begitu menggoda..."

Sebetulnya memiliki ATM BCA bagi saya sudah "PolPolan" - mau transfer dari HaPe sudah tidak dilatar belakangi ketakutan akan diakali orang jahat. Transfer melalui internet ya sudah dilakukan bertahun-tahun tanpa masalah. Bahkan gajipun ditransfer ke account "orang rumah" melalui Internet atau HP. Namun, ada permintaan halus dari pihak juragan agar saya membuka juga rekening di Australia.

Membawa cash dari Jakarta memang praktis asalkan ramalan biaya perjalanan akurat. Namun ada kejadian diluar skenario saat harus terkutang-kutang (beneran sampai pakai kaus kutang) lantaran tingal di Hotel sampai 10 hari padahal setiap travel hanya diijinkan tak lebih 16 kilogram sehingga baju cadangan saya minimaliskan. Untuk menjaga konsitensi sampai saya bikin spreadsheet barang bawaan saya sehingga lain waktu, nama-nama tersebut tinggal dicek. Lumayan hasilnya bagasi saya tidak pernah overload.

DILUAR SKENARIO

Ini yang kadang memicu episentrum gempa menguncang DAPUR sebab kalau saya ditempatkan hotel kelas melati ditapal batas kota dengan rate 100++ dollar perhari (tanpa nasi goreng dan telur dadar), berapa dollar harus saya keluarkan dimuka, sebelum akhirnya di re-imburse ke kantor yang biasanya baru di bayar 3 bulan kemudian. Lha sempat tiap bulan kejadian "standby" misalnya akibat Cyclone, bisa klepek-klepek.

Memang ada penginapan gratis milik perusahaan, namun seringnya diisi oleh para recruiter baru dari Phillipine dan India. [Intermezzo: Saya kalau sudah mendengar dua nama ini, apalagi yang belakangan rada kuatir sebab mereka ini tak kalah sebat dengan Brontok-Bro yang menempel di Mujair/Lohan. Dua-duanya cepat menyebar dan sangat territorial, kalau sudah mengelompok macam dodol, susah dipisah.] Mengandalkan kartu kredit tidak selalu praktis tentunya seperti taxi, bis kota, makan siang, koran, prepaid internet semua menggunakan cash.
Yang sering bikin sport-jantung manakala kartu digesek, keluar pesan "gagal" - yang bisa jadi akibat komunikasi sibuk, namun beberapa klerek, main gampang "ada kartu lain nggak?" kecuali kartu gaple. Dalam hati saya nggerundel, kartu lain apaan, emang elu pikir duit kagak ada serinya (bisa cetak sendiri).

Seperti saya katakan, ATM BCA digdaya untuk ambil cash, kepepetnya Citibank Visa juga bisa dimanfaatkan sambil singsot-singsot. Tapi begitu melihat ongkos tarikannya. Bisa langsung anyang-anyangan.

*****

Memasuki bank Commonwealth yang terletak dijalan St George Terrace ini terkesan kolonial dan sepi. Saya melihat dokumentasi pada 1931 terjadi demo dengan kaum buruh yang berakhirdengan bentrokan. Nama St George diambl dari nama Raja dan dikawasan ini ada gereja Kathedral tua yang bagian depannya masih dipertahankan keasliannya.

Ruang tunggu hanya ada lima kursi. Dipojok ada meja bundar ditempati 4 buah komputer bagi yang ingin loggon ke bank. Lucunya CPU dikerangkeng sehingga baik CD, Disket maupun lubang USB thumbdrive tidak bisa dimanfaatkan. Namun laser jet ada dimasing-masing komputer.

Zonder buang waktu untuk tengak-tinguk saya langsung masuk diantara antrian menunggu kode dipanggil. "Next."

"Sorry to keep you waiting," kata mbak Cara Smith dari Commonwealth Bank yang di luar dada kirinya tersemat lencana "Customer Assistant"

Nada suara itu mengingatkan saya akan sesuatu. Langsung tuwiiiiiing roh saya meloncat dari jalan St George Terrace No 106, Perth ke Jalan Medan Merdeka Timur No 6, ke suatu tempat di depan Gambir, saat saya harus bolak balik keluar masuk pelataran Pertamina yang berada di Gedung Pramuka.

Perempuan muda blonde ini tersenyum penuh "bisnis" - lalu memberi kode dengan gerakan kepalanya untuk memasuki sebuah kamar yang bertuliskan "Customer Studio" - coba kalau saya terbiasa akan mendefinisikan kata bahwa studio konotasinya adalah bikin potret, bisa-bisa saya protes, aku kesini bukan mau bikin KTP pakai dipotret potret di studio. Sebab lazimnya saya, kalau STUDIO = Potret, kalau diamankan=dicuri atau dimatikan, kalau oknum harus jahat. Atau belum-belum saya minta mbaknya menjelaskan "apa arti dan definisi Studio..."

Sambil menggerakkan ponytailnya ia bertanya "sudah punya point berapa..."

"what do you mean.." - suaraku terdengar fals, sekalipun ditelinga saya sendiri. Kalau ada tim penilai, acting saya teramat sukses untuk memperlihatkan wajah dungu.

Lantas ia mulai berceramah, membuka rekening di bank diperlukan minimal 125 point. Point-point ini didapat dari beberapa keterangan. Misalnya Birth Certificate ditaksir 70 point, Citizen Certificate 70point, Passport 70point, ID card (KTP) 25 point, SIM International 40 point.

Walah kok repot. Di Indonesia kan KTP sudah cukup. Disini apa harus kedarang-darang bawa Surat Nikah, Akte Kelahiran, dan etc etc. Lalu ada keterangan tambahan saat pembukaan pertama (ini bukan melahirkan lho), hanya dibatasi 800 dollar sekali ambil dalam 1 hari (tolok waktu adalah Sydney), kemudian setelah dievaluasi, dinaikkan menjadi 1000 dollar dan sampai 2000 dollar perhari. Masih ditanya "kalau ada" yaitu FTN singkatan dari File Tax Number. Ini NPWP-nya kita.

Proses lainnya serupa di Indonesia, bahkan sekalian dibukakan Internet Banking olehnya. Tidak ada biaya sama sekali, namun untuk lancarnya proses administrasi saya deposit 50 dollar agar lalu lintas bank kelihatan angkanya.

20 menit kemudian seluruh proses sudah tuntas tas...

Sepertinya keren, punya account dollar di luar negeri. Tapi isinya 50 dollar, itupun cuma untuk ongkos administrasi yang ditarik 5 dollar tiap bulan. Setiap penarikan di Bank akan kena kutipan 1 dollar, namun kalau di ATM lain ongkosnya 5 dollar. Kok kalau diraba-raba sama kerasnya. Maksudnya sama kecutnya, lha keluar uang semua.

Tulisan ke 750
27 Juni 2006

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung