Artikel #903 Boleh Marah Menjelang Imlek

Perasaan hari masih terlalu muda di Singapore untuk sebuah aktivitas kegiatan bernama marah-marah. Sekitar jam 06:00 kami mendengar suara pintu diseberang sana digedor (tapi pak RT tidak nongol).

Seorang ibu sudah melewat setengah baya dengan suara keras menagih janji kepada tetangga kami yang sedikitpun tidak berusaha keluar dari kamarnya. Belum cukup dengan cara yang rada "urakan" pelepas uang ini menempelkan kertas berbentuk pita kuning beraksara hurup pisau kepintu tetangga sekitar.

Kalau saja ada adegan tersebut dalam filem hantu Hongkong, saya kuatirkan begitu ditempeli kertas bermantra sakti, pintu akan segera melakukan lancang depan lalu berjalan dengan cara melompat-lompat bak mayat hidup yang menor berpupur tebal.

Tulisan mandarin kira-kira berbunyi "wahai para tetangga, temanmu ini belum bayar hutang.." - celakanya dalam komunitas mereka masih dikenal pula kalau ada orang berhutang maka tetangga sekitar bakalan dilibas sial. Efek yang diharapkan agar para tetangga membujuk sang pengutang agar melunasi tunggakannya. Tentu kita bakalan bertanya, waktu akad kredit dilakukan secara gerilya dan suka sama suka, mengapa giliran ada "getah nangka" pihak ketiga dilibatkan. Seperti waktu dapat minyak dan gas banyak, diam-diam saja, giliran perut bumi meleduk, semua orang diminta membantu. Herannya lagi, pengemplang hutang yang merat bertemperasan sembunyi ke negeri Singa ini malahan membawa kemakmuran Singapura.

Berhubung di apartemen tidak ada yang namanya Hansip, Keamanan, mungkin untuk menghemat biaya iuran bulanan, biaya seragam hansip, ongkos reparasi sepeda dan baterey hansip, iuran lebaran dan sejenisnya maka reaksi penghuni adalah mengintip melalui jeruji besi pintu rumah yang terkunci. Paling anjing peliharaan penghuni apartemen yang menyalak sebagai reaksi atas kegaduhan tersebut.

Setengah jam berlalu, "mak-loncer" asal kata (loan, pinjam), pun berlalu tanpa drama berarti meninggalkan kami yang kebingungan mengapa dihari baik menjelang Imlek justru muncul kegaduhan.Rupanya inilah caranya sebagian besar masyarakat Singapore melakukan ritual menjelang tahun baru Imlek. Prinsipnya, semua pekerjaan yang belum selesai harus dirampungkan malam itu juga menjelang pukul nol nol teng. Tidak heran banyak orang masih lembur di kantor, pabrik sampai menjelang tahun baru tiba.

Para perajin industri rumah tangga mengangguk-angguk menahan kantuk asalkan pekerjaan hari ini tak tertunda. Konon Para dewa langit, bumi dan dunia arwah gentayangan tidak suka melihat manusia menunda pekerjaan padahal tahun sudah berganti.

Begitu tahun baru tiba, mereka juga merayakan secara tidak tanggung-tanggung. Piyama, celana dalampun harus baru termasuk memompa semangat dan harapan baru.

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung