Gegeran Kantor Post Yogyakarta
14 Juni 1903
Ini hari ada gegeran di diseantero kantor pos Yogyakarta. Tuan Residen Couperus dengan wajah merah padam memanggil Kepala Kantor Pos Yogya menghadap dikantornya. Sementara yang dipanggil hanya bisa tertunduk pucat sambil kakinya bergeletar karena takutnya. Mungkin inilah cikal bakal mengapa pegawai selalu kuatir dan bertanya-tanya jika tiba-tiba dipanggil oleh "sep" kantornya. Apalagi boss pakai bahasa Inggris dengan ditekuk "Come to my office Now!" - seperti ada "api di bola matanya. Herannya bawahan berprestasi malahan jarang dipanggil sebab dianggap itu adalah suatu kelumrahan sebagai pegawai.
Sebuah surat aangeteekend yang harus di tekeend (ditandatangani si penerima sebagai bukti terima), yang dikirimkan oleh Pemerintah Belanda di Batavia, ternyata tidak sampai ke sialamat yaitu Tuan Couperus, sang Residen Yogyakarta. Celakanya, ada bukti otentik yang menjelaskan bahwa surat tersebut sudah berpindah tangan alias dipalsukan seseorang yang mengatas namakan dirinya sebagai Residen Yogya. Maka koranpun menulis " Ada yang tidak berlaku seperti sabenarnya disini siapa lagi kalau bukan Jawatan Post."
Sebetulnya sudah lama kinerja rendah Dinas Pos dapat sorotan masyarakat sebab banyak kiriman-kiriman yang hilang diduga orang dalam Kantor Pos. Hanya seperti biasa pengaduan demi pengaduan hanya dibuat untuk mempertebal tumpukan arsip tanpa pernah ada tindakan pengusutan.
Kali ini tikus di kantor pos terkena batunya. Pasalnya kiriman dari kantor Gubernemen Batavia ke Residen Yogyakarta juga ikut ditilep. Apalagi dalam kiriman berharga tersebut ada emas didalamnya.
Kepala pos mengaku salah karena tidak teliti mengecek tanda tangan dan bukti diri sang pengambil barang. Sebagai tindak lanjutnya ia melaporkan kejadian ini kepada polisi Gondomanan.
Setelah menulis "proces-Verbaal" sigra semua orang mulai dari Asisten Residen, Wedana, Schout atawa Detektip dan puluhan opas polisi mendatangi kantor pos di Gondomanan. Akhirnya dalam waktu sigra politie berhasil meringkus biang kerok yang ternyata karyawan magang di kantor pos tersebut.
Keberhasilan polisi diulas dengan pertanyaan nyinyir dari wartawan courant Bintang Betawi "sekarang orang menanya, jikalau (nanti) ada orang ketjil hilang ia poenya barang, apakah opas polisi nanti soeka menoenjoekkan keradjinan seperti mengusut aangetekeend sang Residen."
Courant nyinyir ini punya alasan mengulas sedikit sengkring (sindiran tajam) sebab pejabat jaman dulu seringkali menggunakan tenaga opas untuk urusan remeh temeh.
Pasalnya.....Beberapa bulan lalu di Betawi, seorang anggota dewan rakyat atau edeler menerima hadiah menco alias burung Beo dari seorang Residen dari Luar Jawa. Suatu hari menco yang elok bernyanyi ini lepas dari kurungannya sehingga opas polisi dipanggil untuk membawa beo kombali selamat. Karena yang meminta adalah petinggi yang berpengaruh. Maka zonder diprenta kadua kali, sigra itu para opas dari pangkat rendah sampai tinggi disibukkan mengejar burung "sampai lari keluar masuk itoe kampoeng."
Perburuan diteruskan sampai kedaerah terpencil seperti alas Jelambar dan kampung Duri. Orang kampungpun dikerahkan sebagai tim buru sergap untuk mengejar burung yang akhirnya ditangkap oleh seorang kepala distrik bernama Daeran. Burung sialan ini rupanya masuk ke masjid Luar Batang.
Entah lantaran nasib lagi "HO-JI-UN" alias mujur. Atau memang sudah dateng masanya maka kepada Daeran mendapat kenaikan pangkat menjadi Jaksa Roll. Suatu jabatan yang sudah lama diidam-idamkannya.
Rupanya nasib manusia bisa berada di tangan seekor Menco (beo).
Ini hari ada gegeran di diseantero kantor pos Yogyakarta. Tuan Residen Couperus dengan wajah merah padam memanggil Kepala Kantor Pos Yogya menghadap dikantornya. Sementara yang dipanggil hanya bisa tertunduk pucat sambil kakinya bergeletar karena takutnya. Mungkin inilah cikal bakal mengapa pegawai selalu kuatir dan bertanya-tanya jika tiba-tiba dipanggil oleh "sep" kantornya. Apalagi boss pakai bahasa Inggris dengan ditekuk "Come to my office Now!" - seperti ada "api di bola matanya. Herannya bawahan berprestasi malahan jarang dipanggil sebab dianggap itu adalah suatu kelumrahan sebagai pegawai.
Sebuah surat aangeteekend yang harus di tekeend (ditandatangani si penerima sebagai bukti terima), yang dikirimkan oleh Pemerintah Belanda di Batavia, ternyata tidak sampai ke sialamat yaitu Tuan Couperus, sang Residen Yogyakarta. Celakanya, ada bukti otentik yang menjelaskan bahwa surat tersebut sudah berpindah tangan alias dipalsukan seseorang yang mengatas namakan dirinya sebagai Residen Yogya. Maka koranpun menulis " Ada yang tidak berlaku seperti sabenarnya disini siapa lagi kalau bukan Jawatan Post."
Sebetulnya sudah lama kinerja rendah Dinas Pos dapat sorotan masyarakat sebab banyak kiriman-kiriman yang hilang diduga orang dalam Kantor Pos. Hanya seperti biasa pengaduan demi pengaduan hanya dibuat untuk mempertebal tumpukan arsip tanpa pernah ada tindakan pengusutan.
Kali ini tikus di kantor pos terkena batunya. Pasalnya kiriman dari kantor Gubernemen Batavia ke Residen Yogyakarta juga ikut ditilep. Apalagi dalam kiriman berharga tersebut ada emas didalamnya.
Kepala pos mengaku salah karena tidak teliti mengecek tanda tangan dan bukti diri sang pengambil barang. Sebagai tindak lanjutnya ia melaporkan kejadian ini kepada polisi Gondomanan.
Setelah menulis "proces-Verbaal" sigra semua orang mulai dari Asisten Residen, Wedana, Schout atawa Detektip dan puluhan opas polisi mendatangi kantor pos di Gondomanan. Akhirnya dalam waktu sigra politie berhasil meringkus biang kerok yang ternyata karyawan magang di kantor pos tersebut.
Keberhasilan polisi diulas dengan pertanyaan nyinyir dari wartawan courant Bintang Betawi "sekarang orang menanya, jikalau (nanti) ada orang ketjil hilang ia poenya barang, apakah opas polisi nanti soeka menoenjoekkan keradjinan seperti mengusut aangetekeend sang Residen."
Courant nyinyir ini punya alasan mengulas sedikit sengkring (sindiran tajam) sebab pejabat jaman dulu seringkali menggunakan tenaga opas untuk urusan remeh temeh.
Pasalnya.....Beberapa bulan lalu di Betawi, seorang anggota dewan rakyat atau edeler menerima hadiah menco alias burung Beo dari seorang Residen dari Luar Jawa. Suatu hari menco yang elok bernyanyi ini lepas dari kurungannya sehingga opas polisi dipanggil untuk membawa beo kombali selamat. Karena yang meminta adalah petinggi yang berpengaruh. Maka zonder diprenta kadua kali, sigra itu para opas dari pangkat rendah sampai tinggi disibukkan mengejar burung "sampai lari keluar masuk itoe kampoeng."
Perburuan diteruskan sampai kedaerah terpencil seperti alas Jelambar dan kampung Duri. Orang kampungpun dikerahkan sebagai tim buru sergap untuk mengejar burung yang akhirnya ditangkap oleh seorang kepala distrik bernama Daeran. Burung sialan ini rupanya masuk ke masjid Luar Batang.
Entah lantaran nasib lagi "HO-JI-UN" alias mujur. Atau memang sudah dateng masanya maka kepada Daeran mendapat kenaikan pangkat menjadi Jaksa Roll. Suatu jabatan yang sudah lama diidam-idamkannya.
Rupanya nasib manusia bisa berada di tangan seekor Menco (beo).
Comments