Artikel #896 - Pulau Solomon ternyata sebuah negeri
Ketanggor juga akhirnya. Pengetahuan ilmu bumi saya ‘kecangar’ – gara-gara surat elektronik memenuhi inbox dengan laporan gempa bumi berasal dari pulau Solomon (Sulaiman) dilaporkan berulang kali, yang berarti gempa yang hebat sedang terjadi. Ternyata tsunami menyerang kawasan tersebut. Bahkan pantai
Disaat demikian terlintas ingatan kepada teman bernama Agustine yang tinggal di Solomon. Buru-buru saya menyebarkan email ke teman-teman di PNG menanyakan keadaannya sebab saya pernah diperlihatkan foto rumahnya dipinggir pantai. Bahkan kepada saya diperlihatkan filem suasana sebuah perayaan dimeriahkan oleh musik terbuat dari pipa-pipa pralon yang dipukuli anak-anak remaja, gadis-gadis telanjang dada dengan menggunakan rok terbuat dari rumput kering. “Indah,” katanya. Entah indah nadanya atau indah dada penarinya.
Email bersahut. Jawaban datang segera dari Port Morresby, Papua Niugini, ‘sorry bro’ – mereka selalu memanggil saya bro(thers), yang terkena tsunami itu sebuah negara Pasifik dengan nama Negara Solomon Island dengan perdana mentrinya Manasseh Sogavare. Sementara Agustine, yang sampeyan tanyakan adalah warga
Perkenalan dengan Agustin(e), berawal pada tahun 1992-an saat bertugas di proyek gas Kutubu, Papua Niugini (PNG). Sebagai partner kerja ia menyenangkan. Ramah, dengan kulit gelap, mirip negro.
Kalau pulang kerja dari Rig untuk menuju ke BaseCamp, kami menyari tumpangan kendaraan proyek yang lalu lalang sebab kami sering dianggap "lelet" sehingga truk (bukan bis lho) angkutan tidak sabar menunggu. Pasalnya saat pergantian shift, selain catatan tertulis berupa handover, kami juga menyampaikan pesan secara lisan. Akibatnya kami sering ketinggalan kendaraan maklum kalau sudah waktunya pulang, semenitpun menjadi urusan besar.Mengingat si Agustine ini orang Solomon - PNG, dia saja saya minta yang menyetop kendaraan, apalagi badannya tinggi besar, rambut keriting. Dari jauh hanya kelihatan bola mata putih saja.
Tetapi ada masalah baru, saat distop oleh Agustin, para pekerja bangsaLalu sekali tempo dia mengajak jalan kaki dari lokasi pemboran ke perkemahan dengan menembus hutan dan kali kecil.
‘Paling setengah jam sampai ,’ katanya. Kenyataannya hampir satu jam lebih belum kelihatan juga atap perkemahan. Apalagi sepatu boot rig yang dipakai makin lama makin terasa berat maklum bukan dirancang untuk trecking. Sementara Agustin tidak mengalami kesulitan berarti.
Yang unik, saat gajihan tiba, sekalipun Agustin sudah jatahnya untuk "Off" atau bebas tugas, namun ia tetap memohon pengelola kemah untuk berdiam barang sehari dua, alasannya menunggu teman lainnya untuk ke kampung halaman bersama. Persis para pembantu kita menunggu teman-temannya mudik pulang menjelang lebaran. Ternyata cara tersebut dipakai untuk menghindari gangguan perampok yang tentu saja segan kalau melihat orang bergerombol.
Sejak itu kami berpisah, dan namanya teringat kembali ketika ada bencana Tsunami.
Walaupun pertanyaan saya salah alamat, tetapi senang juga mendengar Agustin dalam keadaan baik-baik saja.
Bila tertarik dengan informasi lindu yang terjadi di seantero dunia, anda bisa berlangganan gratis disini:
http://earthquake.usgs.gov/eqcenter/ens
Dilengkapi dengan peta lokasi dari google.
Mimbar Bambang Saputro
Comments