Artikel #904 Australia Undercover

Saya pikir setiap lelaki pasti menyukai sex. Saya bertemu dengan pengacara, dokter, polisi, wartawan, politikus, tokoh agama, atlit, selebritis dan masih banyak lagi. Sehari-hari mereka adalah manusia berpenampilan "setengah dewa" yang mungkin didambakan sebagai ayah, saudara, teman kerja, atau orang yang ingin kita nikahi seumur hidup. Usia mereka antara 35 sampai 75, umumnya sudah menikah. Namun mereka juga memiliki "kerangka dalam lemari" yaitu gemar mencari sensasi sex di luar rumah tanpa berniat "selingkuh" terhadap pasangannya.

Kalau anda seorang polisi susila dan dalam kehidupan sehari-hari suka menyiksa orang menaruh puntung rokok menyala di payudara, salah-salah bisa jadi perkara kriminal tindak kekerasan dalam keluarga, kalau sampai dilaporkan oleh pasangan anda. Tetapi bagi kami itu adalah romantika hidup sehari-hari. Suatu kebahagian manakala pelanggan "kembali ke laptop masing-masing"dengan perasaan lebih santai ketimbang ketika mereka baru datang. Kami menjadikan mimpi menjadi kenyataan. Di depan "laptop" mereka tetap menjadi ayah dan suami yang sayang keluarga dan yang penting, bebas rasa salah.

Yang bicara ini Roxy, jelas bukan nama sesungguhnya, tetapi karena tidak dalam tayangan mirip "fenomena" di TV maka mukanya tidak perlu ditutupi dan suaranya tidak perlu dibuat seperti suara Dessy Duck dalam kaset kusut.

Roxy adalah salah satu wanita panggilan yang kartu namanya bisa dijumpai di halaman iklan koran-koran Australia. Hidangan andalannya multidimensi mulai dari B&D, fantasi, jeruk makan jeruk, hidangan ala perancisan, sampai pelayanan secara habis-habisan. Kalau ada istilah "three in one", Roxy malahan berani melintas jalur three for one. Kadang ia melayani pasangan di hotel yang minta disaksikan pihak ketiga.

Perempuan berdarah Brazilia ini tingginya sekita 170cm, berambut merah, bergaya rambut bak Cleopatra ini menyebut sebagai "Pekerja sosial yang berniat memperbaiki kehidupan pribadi bukan cuma pelanggannya akan tetapi anak dan istri sang pelanggan...."

Pendapatnya yang mengobrak abrik "tatanan masyarakat" inilah yang menarik Roberta Perkin seorang gurubesar Universitas Sydney menurunkan laporan mengenai dunia remang-remang Australia. Perkin berpendapat bahwa berbeda dengan yang digambarkan dalam layar kaca, para perempuan panggilan ini umumnya berasal dari kalangan menengah, dari orang yang didik ketat beragama, dan memiliki penampilan atraktip. Rata-rata mereka berusia 26, umur yang dalam urusan "ah uh grusak" dianggap kadaluwarsa untuk memajang diri. Akibatnya mereka banting stir ganti perseneling ke jalur "dial up services."

Yang menarik, para pekerja esek-esek ini kebanyakan justru ditawarkan oleh ibu mereka sendiri. Kalau soal beginian, melihat berita infotainmen, ternyata Indonesia tidak kalah bersaing.
Roxy yang sekarang berusia 30 tahun, mula-mula beroperasi diwilayah remang-remang kawasan Victoria, Perth. Penghasilan mula-mula cuma 70 dollar, kadang ia bisa mendapatkan 500 dollar permalam. Lalu seseorang menjadikannya ia "cinta bawah tanah" dan menyiksanya setiap hendak berhubungan. Ternyata B&D yang ia dapat sampai khatam sangat bermanfaat setelah ia putus dengan pacarnya. Pasalnya ia langsung menjadi profesional yang menarik "uang lemas" - sebesar 150 dollar per jam kencan.

Kadang ia harus mengikuti fantasi pelanggannya yang ingin dianggap terdampar di Amazon penuh dengan perempuan sexi dan horni. Maka ia memerankan tonil singkat "lihat diujung sana ada 100 wanita Amazon pakai perahu kemari. Mungkin saat masa subur mereka untuk dibuahi." - eh kok pelanggannya menjawab "oh iya ada seratus, mudah-mudahan mereka baik-baik semuanya ya."

Coba kalau kelakuan ini diterapkan di rumah, jangan-jangan para ibu buru-buru menilpun HerSuharto nama RS Jiwa di Grogol lantaran menyangka suami tercinta kurang satu strip dari normal.

Mengingat sebagian pekerja SK adalah orang yang terikat ikatan perkawinan, memiliki anak, bahkan ada seorang presenter terkenal yang bersuamikan wartawan kondang, pertanyaannya relakah jika anaknya memergoki ibunya berprofesi ganda sebagai "dial up services" - ternyata tidak. Beberapa diantaranya berpakaian seperti jururawat, keluar rumah sambil mengatakan "mami akan ke rumah sakit bekerja."

Selalu ada pertanyaan klasikal "apakah mereka menikmati permainan yang disuguhkannya?," sebab terlanjur beredar dikalangan penggemar "cakar elang" luar pagar bahwa dengus-asmarawati tersebut adalah hasil sinetron. Danielle salah satu responden malahan menambahkan "kalau sehari tidak orgasme dengan pelanggan," ia tidak bisa menjalankan profesiya dengan baik lagian buat apa semua pengorbanan yang ia lakukan selama ini kalau tidak ikut menikmatinya sekalian. "Saya membayar pajak, saya juga banyak menjadi donatur pada rumah miskin, rumah peribadatan. Yang kami inginkan masyarakat menganggap kami seperti halnya melihat profesi jururawat, ibu rumah tangga..."

Kisah perempuan-perempuan penyedia jasa sex di Australia, yang beralih dari mejeng di hotel maupun rumah bordil menjadi wanita penghibur diungkapkannya dalam buku "Call Girl." tulisan Roberta Perkins.

Sejak diberlakukannya undang-undang yang mencabut perlakuan kriminal terhadap pekerja malam ini maka mencuatlah para klandestein memperkenalkan diri secara terang-terangan. Pasalnya selama ini mereka diburu-buru seakan menyewakan barang bajakan, padahal aseli lho.

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung