824 -Balada mbak Imah

Pulang mudik lebaran, usai mengunjungi sanak saudara, menyekar makam para leluhur. Melihat pagar rumah berdebu, tanaman hias mengering karena musim kemarau berkepanjangan, dedaunan yang kering dihalaman. Tuntas sudah ritual tahunan. Beberapa hari lagi akan kembali ke kantor, kembali ke aktivitas "normal" sehari-hari. Lemas tapi puas. Sementara Gubermen Jakarta tak putus menghimbau agar para pemudik, tak membawa pasukan urban ke Jakarta.

Tapi eit.. tunggu dulu. Tidak sepenuhnya benar sinyalemen bahwa para pemudik membawa teman sekampung ke Jakarta.

Buktinya, pembicaraan para ibu masih berkisar para Kitchen Kabinet yang belum nongol dari kampungnya. Mereka yang selama ini mendapat multi predikat "masak sering gosong, sayur terlampau asin, ngepel lantai basah kuyup, nyapu tidak sampai kolong, boros deterjen, dapur penuh kotoran dan minyak " - maka pada hari itu menjadi sosok dewi penolong yang sangat dinantikan, melebihi kedatangan Bush ke Hotel Salak- Bogor pada 20 Nopember 2006. Lebih celaka lagi handphone yang mereka bawa dari Jakarta seperti tidak bisa dihubungi. Kemana gerangan berita Cicih, Irah, Kadi, Mistok, Nanik (pakai K).

Tunggu punya tunggu, masuk juga laporan dari beberapa pihak. Cicih janda beranak tigar ternyata berniat balik kepada suaminya. Pupus sudah luka batin tatkala beberapa tahun lalu saat darah akibat melahirkan belum mengering, air susu masih muncrat segar buat orok anak mereka yang ke tiga, suaminya sudah merat meninggalkannya lantaran jatuh di pelukan orang lain. Cicih terdampar di Jakarta sebagai PRT dan bekerja pada keluarga kami sampai sekarang.

Orangnya bersih, profesional dan seperti bisa membaca pikiran kita. Baru mau ambil pen, dia sudah datang menyodorkan ballpoint. Rupanya mantan suami (berlagak) tohobat di hari Fitri dan mengajaknya kembali satu atap. Alasannya belum bercerai. Pasal tak memberi nafkah lahir bathin selama bertahun, seperti terlupakan. Apalagi sejak bekerja di Jakarta Cicih mampu menabung untuk membeli kalung dan giwang. Cicih bukan perempuan yang dulu, kini ia sudah mandiri dan nampak berduit.

Sebagai perempuan lugu, Cicih luluh akan rayuan sang mantan tak perduli nasihat para rekannya. Bahwa Cicih akan membiayai anak-anaknya, dan anak dari madunya. Sang suami melontarkan jurus Naik Kuda Lama, sembari memetik Padi. Ini namanya dapat service Bathin dan Lahir. Inilah tarik menarik molekul kimia yang susah di dijabarkan.

Sementara Irah, kendati sudah dilarang oleh orang tuanya, nekad juga beserta temannya Imah dan yang lain ke Baturaden. Maklum hanya setahun sekali. Irah hanya telat beberapa jam ketika dipenghujung jalan melihat raungan sinire dan jeritan korban jembatan gantung putus. Baru ia ingat larangan orang tuanya.

Atau sebut saja Imah,17, yang kali ini berniat tidak pulang kepada Nyonyah dan Toean lamanya. Tapi Imah belum punya "pemilik" baru, maka seperti lagu lama. Ia datang ke rumah beserta Irah, dalam hal ini ke rumah saya. Bukan mainya gembira mereka dengan bahasa "Ngapak bin Tegal" berbicara sambil sebentar-sebentar tilpun berdering dari sohibnya. Kami cuma kuatir ia keburu betah di sini, sementara kami tidak membutuhkan tenaga tambahan.

Kok kebetulan, sebuah keluarga tanpa anak curhat lantaran kebingungan lantaran mbak Inah asistennya meminta PHK. Maka otak berputar cepat Imah ditawari pekerjaan baru, di keluarga tanpa anak. Klop, apalagi nama mirip.

"Saya mau kerja kalau tidak ada anak kecilnya..."

Tidak masalah Imah, mereka belum punya anak.

"Tapi, saya tidak mau ada anjing.... sebab tuwan saya dulu pelihara anjing..."

Hm agak repot memang, tetapi kan anjing bisa masuk kurungan, biar pemilik yang memberinya makan.

"Tapi saya minta gaji.....," lalu ia menyebut angka mendekati setengah jeti.

Tidak masalah Imah...Masih standar...

Maka, setelah semalaman masa orientasi di rumah, keesokan harinya dengan semangat ORMAS mengganyang toko kecil yang jualan miras, Imah diantar ke majikan barunya...

Di tempat yang baru, Imah langsung pegang sapu, memperkenalkan diri. Selesai menyapu, ia minta ijin kepada tuan yang hari itu sengaja tidak kekantor untuk menyambutnya. Maka belia bertubuh jumbo ini menilpun "kakaknya" - dan dramapun mulai.

Begitu tilpun diletakkan, Imah mengajukan MOU baru, pertama dalam setahun ia dua kali cuti masing-masing sepuluh hari. Juga kalau ia kawin (pengakuannya sudah tunagan cowoknya), harus diberi cuti nikah.

Butir kedua, Imah mengatakan ia tidak suka dan tidak bisa memasak...

Sang tuan hanya terdiam sebab urusan kitchen kabinet diluar wewenangnya. Tapi itu bisa diatur, mereka hanya perlu orang menunggu rumahnya.

Baru saja Imah akan ditinggal sendiri, mungkin ia menyadari akan sendirian bersama dua anjing yang dikandang. Langsung ia meraih tilpun dan berani sang Nyonya barunya yang sedang rapat. "Nyonya harus pulang, kalau tidak saya mau pulang, saya tidak mau kerja sendirian..."

Akhirnya sekalipun semua permintaan (kecuali eutanasia anjing) dikabulkan, Imah makin berani. Dia bahkan minta agar Nyonya rumah berhenti bekerja, menemaninya...

Kesabaran tuntas sudah, belum 24 jam dia sudah bukan main persyaratannya. Akhirnya vonis datang "okey kamu boleh meninggalkan rumah ini kalau kamu tidak suka..."

"Saya minta ganti rugi, saya minta diantar ke rumah temannya di Grogol.."

Masih disabarkan akhirnya, dari suatu kawasan di Bekasi, supir secara khusus mengantarkannya ke sebuah alamat di jalan Makaliwe Grogol.

Ini episode berjudul "memanusiakan orang yang gagal.."

Kadang, kalau ketanggor majikan yang paceklik-sabar ditambah ada unsur sadis, tidak heran mendengar ada pembantu disetrika, dipukuli. Alasannya "tidak tahu dielus" malahan mau ngaprus (mukul).

Cerita menahun pengiring lebaran.

--
11/3/2006
Mimbar Bb. SAPUTRO
Text Msg: +62811806549

You must not lose faith in humanity. Humanity is an ocean; if a few drops of the ocean are dirty, the ocean does not become dirty.- Gandhi

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung