Buku Harian (bekas) Peternak Gurami - Ikan Mas
Judulnya ikan Gurami mengapa yang diceritakan ikan mas. Menurut para penasihat dadakan, ikan gurami membutuhkan masa pelihara lebih panjang ketimbang ikan mas (tombro), jadi saat menunggu gurami besar dan siap panen, kami sudah bisa memanen ikan mas empat kali. Dari buku para ahli ikan mas, disebutkan bahwa dalam waktu 3 bulan ikan mas yang dipelihara secara intensive akan siap dipanen dan dijual ke pasaran. Lalu pendapat ini saya uji silang kepada teman-teman dikantor yang terlebih dahulu bergerak secara kelompok membesarkan ikan di di karamba (jaring terapung) di danau. Sambil memperlihatkan wajah penuh optimis mereka menambahkan "pokoknya tidak akan rugi, ikan berapa ton akan dilahap pasar.." - coba siapa yang tidak menabuh semangat empat lima kalau sudah begini.
Maka pulang kantor saya banyak berendam di kolam TKP Citayam. Membeli berkarung-karung pakan pabrik berupa butiran (pelet) di Parung, Bogor dan kolam ikan mas mulai dibombardir dengan pakan bermutu tinggi dengan harapan tiga bulan kemudian sudah bisa dipanen. Maksud bermutu tinggi didalam pakan paling tidak ada separuh kandungan protein untuk tumbuh kembang sang ikan.
Bulan pertama, catatan pengeluaran pembelian pakan, gaji pegawai, uang preman, uang pembangunan jalan, listrik jalana, masjid sudah mulai membengkak. Bulan kedua saya mulai memonitoring kartu tumbuh kembang para ikan. Maksudnya mengambil beberapa contoh secara acak lalu diukur panjang badan dari ujung kepala sampai ujungkaki. Darah mulai mengalir deras ke otak, sesuatu terjadi diluar rencana. Saya saksikan kecuali napsu makan yang tetap semangat, ikan tetap tidak banyak berubah.
Bulan ketiga kesabaran mencapai strip terendah. Kolam kami keringkan dan dihitung. Ternyata sinyalemen penduduk benar, selain ikan tetap kontet, jumlahnya tidak berbeda banyak dengan saat membeli kloter pertama. Jadi kemana jumlah ikan yang dimasukkan pada kloter kedua?.
Lalu saya panggil sang penasihat merangkap pemasok ikan yang nakal. Mereka berkelit, "dimangsa burung Pak," seberapa banyak burung sampai ratusan ekor hilang. Ah, dia tidak kalah lidah "namanya ikan di air, nasibnya siapa tahu?."
Wah repot juga memiliki partner kalau sekedar mau mendapat keuntungan dengan sistem pukul sesaat begini. Apa mereka tidak memikirkan berbisnis lebih panjang lagi?. Karena jengkel ikan -ikan pygmi ini akhirnya saya berikan kepada teman yang hanya sekedar hobbi memelihara ikan untuk hobbi. Dua tahun kemudian saya berkunjung ke kolamnya, ternyata yang saya temui adalah ikan fitness saking langsingnya.
Pelajaran yang saya dapat adalah mendapatkan bibit ikan harus dari pemasok yang terpecaya sekalipun harganya sedikit mahal namun mutu terjamin. Kemudian, jangan membeli pakan pabrik di penjual sembarangan sebab anda akan mendapatkan kualitas pakan nomor dua yang rendah proteinnya dan berakibat ikan lambat tumbuh kembangnya. Saya juga baru tahu bahwa pakan palsu beredar dimana-mana.
Namun ada kejadian diluar "script."
Pemasok yang nakal tadi tiba-tiba sakit konon sampai kesurupan. Ia mengoceh bahwa saat berdiri dikolam melihat orang berpakaian hitam-hitam pangsi Betawi yang menyuruhnya pergi. Sejak kejadian tersebut badannya meriang. Paranormal lokal yang mengobatinya menyarakan sisakit untuk menyembelih kambing dan membuat selamatan. Tetapi si sakit mencoba menimpakan problemnya ke pundakku. Saya hanya bilang, biar saja yang berpakaian hitam-hitam menemui saya, bisa lewat mimpi atau apa saja, nanti kami berdialog. (padahal merinding juga Bleh). Jangan-jangan si sakit merasa bersalah lalu stress.
Teror lain, Rocky sakit, katanya sekali lagi ada penunggu pohon karet dan minta korban. Ketika teror mistik belum berhasil, datang seorang aparat desa. Hobinya berbaju ala militer. Selalu mengaku dengan nama ala saudara kita di Sumatera Utara.
Dia memasuki pekarangan saya, lalu menebang pisang karena katanya dulu dia pernah menanam pisang disana, sebelum tanah tersebut kami miliki. Lalu saya tegur. Harusnya saya yang minta pajak kepada bapak, karena menanam pisang ditempat saya. Sehari-hari memang pekerjaannya menjadi timer di stasiun Citayam. Dia, sebut saja Tagor, tidak pernah muncul lagi namun pisang selalu lenyap pada malam harinya.
Merasa dipermainkan, akhirnya seluruh pohon pisang saya perintahkan untuk dibabat habis sampai ke akar-akarnya. Ternyata ketika kita menggeram dia keder juga. "Wah bapak tanpa kompromi, rupanya.."
Kadang saya berfikir untuk apa semua yang saya lakukan ini. Tetapi ketika melihat ada beberapa keluarga menggantungkan hidup sekedar numpang makan kepada kami maka niat mundur dari usaha beternak saya tunda. Apalagi ini proses awal. Ibarat pertandingan bola baru babak penyisihan. Karyawan dan pemasok yang nakal satu persatu akan tersingkir nantinya. Semoga.
Maka pulang kantor saya banyak berendam di kolam TKP Citayam. Membeli berkarung-karung pakan pabrik berupa butiran (pelet) di Parung, Bogor dan kolam ikan mas mulai dibombardir dengan pakan bermutu tinggi dengan harapan tiga bulan kemudian sudah bisa dipanen. Maksud bermutu tinggi didalam pakan paling tidak ada separuh kandungan protein untuk tumbuh kembang sang ikan.
Bulan pertama, catatan pengeluaran pembelian pakan, gaji pegawai, uang preman, uang pembangunan jalan, listrik jalana, masjid sudah mulai membengkak. Bulan kedua saya mulai memonitoring kartu tumbuh kembang para ikan. Maksudnya mengambil beberapa contoh secara acak lalu diukur panjang badan dari ujung kepala sampai ujungkaki. Darah mulai mengalir deras ke otak, sesuatu terjadi diluar rencana. Saya saksikan kecuali napsu makan yang tetap semangat, ikan tetap tidak banyak berubah.
Bulan ketiga kesabaran mencapai strip terendah. Kolam kami keringkan dan dihitung. Ternyata sinyalemen penduduk benar, selain ikan tetap kontet, jumlahnya tidak berbeda banyak dengan saat membeli kloter pertama. Jadi kemana jumlah ikan yang dimasukkan pada kloter kedua?.
Lalu saya panggil sang penasihat merangkap pemasok ikan yang nakal. Mereka berkelit, "dimangsa burung Pak," seberapa banyak burung sampai ratusan ekor hilang. Ah, dia tidak kalah lidah "namanya ikan di air, nasibnya siapa tahu?."
Wah repot juga memiliki partner kalau sekedar mau mendapat keuntungan dengan sistem pukul sesaat begini. Apa mereka tidak memikirkan berbisnis lebih panjang lagi?. Karena jengkel ikan -ikan pygmi ini akhirnya saya berikan kepada teman yang hanya sekedar hobbi memelihara ikan untuk hobbi. Dua tahun kemudian saya berkunjung ke kolamnya, ternyata yang saya temui adalah ikan fitness saking langsingnya.
Pelajaran yang saya dapat adalah mendapatkan bibit ikan harus dari pemasok yang terpecaya sekalipun harganya sedikit mahal namun mutu terjamin. Kemudian, jangan membeli pakan pabrik di penjual sembarangan sebab anda akan mendapatkan kualitas pakan nomor dua yang rendah proteinnya dan berakibat ikan lambat tumbuh kembangnya. Saya juga baru tahu bahwa pakan palsu beredar dimana-mana.
Namun ada kejadian diluar "script."
Pemasok yang nakal tadi tiba-tiba sakit konon sampai kesurupan. Ia mengoceh bahwa saat berdiri dikolam melihat orang berpakaian hitam-hitam pangsi Betawi yang menyuruhnya pergi. Sejak kejadian tersebut badannya meriang. Paranormal lokal yang mengobatinya menyarakan sisakit untuk menyembelih kambing dan membuat selamatan. Tetapi si sakit mencoba menimpakan problemnya ke pundakku. Saya hanya bilang, biar saja yang berpakaian hitam-hitam menemui saya, bisa lewat mimpi atau apa saja, nanti kami berdialog. (padahal merinding juga Bleh). Jangan-jangan si sakit merasa bersalah lalu stress.
Teror lain, Rocky sakit, katanya sekali lagi ada penunggu pohon karet dan minta korban. Ketika teror mistik belum berhasil, datang seorang aparat desa. Hobinya berbaju ala militer. Selalu mengaku dengan nama ala saudara kita di Sumatera Utara.
Dia memasuki pekarangan saya, lalu menebang pisang karena katanya dulu dia pernah menanam pisang disana, sebelum tanah tersebut kami miliki. Lalu saya tegur. Harusnya saya yang minta pajak kepada bapak, karena menanam pisang ditempat saya. Sehari-hari memang pekerjaannya menjadi timer di stasiun Citayam. Dia, sebut saja Tagor, tidak pernah muncul lagi namun pisang selalu lenyap pada malam harinya.
Merasa dipermainkan, akhirnya seluruh pohon pisang saya perintahkan untuk dibabat habis sampai ke akar-akarnya. Ternyata ketika kita menggeram dia keder juga. "Wah bapak tanpa kompromi, rupanya.."
Kadang saya berfikir untuk apa semua yang saya lakukan ini. Tetapi ketika melihat ada beberapa keluarga menggantungkan hidup sekedar numpang makan kepada kami maka niat mundur dari usaha beternak saya tunda. Apalagi ini proses awal. Ibarat pertandingan bola baru babak penyisihan. Karyawan dan pemasok yang nakal satu persatu akan tersingkir nantinya. Semoga.
Comments