805-DTK

Mudah-mudahan saya tidak sendirian, soalnya sinetron Dunia Tanpa Koma, terbilang oase dipadang haus kan hiburan yang menyentuh akal, bukan label. Apalagi saat pemain Seruni (Wulan Guritno), berkomentar di koran bahwa sejak menjalani shooting filem. Ia yang semula benci dengan wartawan, mendadak sontak menjadi sangat appresiatip terhadap wartawan. setelah tahu bahwa mengendus berita, menulis berita, menyuntingnya sampai bisa masuk ke media, adalah pekerjaan yang berlimbah stress dan keringat.

Sebetulnya kalau mata awam seperti saya, tarikan Bulik (Tante) Seruni lebih pas sebagai seorang reporter. Matanya bibirnya ketika berfikir, sampai masuk perseneling "sirik" pun, ia pas-pas saja. Masalahnya dia cantik juga sih. Cuma mungkin pertimbangan sinetron maka Bulik Raya (Dian) memang lebih imut untuk sebuah tontonan. La iya lah..

Ada adegan dimana Slamet Raharjo marah besar kepada para stafnya yang kesalip mendapatkan berita lantaran pihak kompetitor memiliki BRAM, yang mampu menempel sumber berita seperti pacat, yang belum cabut sebelum badannya gendut penuh darah. Lalu nasehat Bram kepada Raya untuk "tuning" jalan fikiran kita dengan jalan fikiran nara sumber (dalam hal ini Model yang akan diwawancarai), agar si calon nara sumber menganggap bahwa wartawan didepannya adalah orang yang berisi pengetahuan yang sama. Kendati untuk itu dia harus bolak-balik ke perpus mendongkrak pengetahuannya.

Rasa-rasanya cerita episode pertama ini mengingatkan akan sejarah Aristides Katoppo, dedengkot harian Sinar Harapan. Ia pernah menjadi reporter harian New York Times yang sering disebut NYT atau Times saja. Aris, mendapat bocoran, bahwa aneksasi Irian Barat sudah di "ACC" oleh Amerika, tetapi presiden Kennedy wanti-wanti agar dalam masalah Irian Jaya, Bung Karno bahwa "tidak menggempur Belanda dengan kekerasan senjata.."

Surat sakti itu dibawa oleh adik Presiden Bobby Kennedy. Jadi ingat urusan Timor Timur sejatinya serupa dan sebangun, saat Amerika dan Australia mendukung banget usaha Aneksasi Timor Timor, cuma belakangan mereka "balik bakul" - itu urusan politik.

Tak pelak lagi, bocoran langsung di buat cerita exklusif dan dikirimkan dari kantor perwakilan NYT di Paser Baru, tepatnya sekarang Kantor Berita Antara ke NYT- di Amerika. Maka geger-lah dunia perwartawanan. Padahal menurut Aris, sumber data tidak membolehkannya mengopi surat tersebut. Cukup dikutip.

Aris dapat bonus 500 dollar atas prestasinya itu, sementara roket (ini istilah Aris untuk dimarahi) jatuh ke pihak media yang lain seperti AFP, Reuter, karena kecolongan berita. Angka 500 dollar pada rentang waktu 1958-1964, pasti glek..nyem.

Reporter cewek Metro TV yang berhasil melaporkan Tsunami Aceh, sehingga dunia melek bahwa bukan Srilangka negeri yang pertama dan terbesar angka korban akibat Tsunami tersebut. Dan Surya Paloh langsung memberikan cek 70 Juta atas prestasinya.

Atau tengok bagaimana kecamuk di koran terbesar Amerika (NYT) New York Time pada saat "braak" nya WTC pada Sembilan September. Pemred Rained sedang membaca email, malahan belum berpakaian ketika menerima tilpun telah terjadi pesawat tabrak gedung WTC dari Bosnya.

Redaktur NYT Gerard Boyd malahan sedang bercukur. lalu ia ganti pakaian seadanya ke "subway" - sialnya, subway sudah tidak beroperasi. Terpaksa ia pakai taxi dan tiba dikantor pada 9.10 pagi untuk menemui Pemred Raines yang sudah 40menit berada disana dengan topi khasnya.

Kepala Biro Metropolitan, Landman malahan masih di Gym ketika menerima kabar serupa dari istrinya. Ia langsung menelpun ratusan reporternya untuk ke lapangan.

Hanya seorang Chivers (CJ) yang berpakaian rapi saat itu. Pasalnya Biro khusus kepolisian ini ditugasi meliput pemilihan walikota New York, Pagernya berteriak agar ke TKP alias Ground Zero. Ada setengah mil ia berlari dan saat menara selatan mulai roboh, selulernya sudah kehilangan sinyal. Untung tilpun umum masih berfungsi. Redaksi yang masih shok dan bingung hanya berpesan "ikuti saja intuisimu mana yang terbaik akan kamu lakukan.."

Dua puluh empat jam berikutnya CJ sudah makan dan tidur di Ground Zero. Ia bahkan sempat pulang pakai kaos US Marine, celana loreng, sepatu boot, menyamar sebagai sukarelawan pasukan Marinir. Ia memang bekas seorang kapiten Marinir. Sebetulnya pekerjaan menyamar adalah pelanggaran kode etik. Tapi semua ia lakukan demi informasi buat NYT sebuah koran yang terbit ratusan tahun lalu. Ada 300 reporter turun ke Ground Zero. Jumlah tersebut kalau di kurs dengan Indonesia adalah jajaran redaksi 10 koran terbesar, tiga puluh fotgrapher, dan 24 jurnalis lepas.

Mudah-mudahan episode selanjutnya DTK masih menggigit. Dan inspiratif. Terutama buat kelompok "sok jurnalis" seperti dicharge ulang."
Maksudnya ya aku si binatang karang.

Mimbar Saputro
Die Hard Mudlogger.
--
9/15/2006
Mimbar Bb. SAPUTRO
Text Msg: +62811806549

Comments

Anonymous said…
Pak,
Saya minta izin utk menyebarkan tulisan dari blog Bapak berjudul "DTK" ke sebuah maling list jurnalis.

Terima kasih,
alfred

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung