793-Toha Pahlawan - Purwakarta Selatan

Barangkali ini akan mengubah pendapat bahwa menonton Sinetron adalah pekerjaan sia-sia. Sampai-sampai remote-control dianggap wakil yang bakalan menurunkan derajat kehidupan, menjadi malas, bodoh, agresif, meningkatkan angka kehamilan (diluar nikah) dan entah sebutan durjana apa lagi yang disandangnya. Tetapi disisi lain TV juga ditungguin acaranya setiap malam terutama "netron-nya"

Begitu mencekamnya cerita yang bergulir sampai-sampai Mbah Kung (kakek) dan mbah Putri (nenek), tidak menggubris kedatangan cucu-cucunya yang datang bersusah payah menembus kemacetan lalu lintas, alih-alih malahan meninggikan volume TV agar teriakan bermain lucunya "balans" dengan dialog dalam TV. Cilakanya sudah volume suara tinggi, manakala iklan masuk, suara iklan beberapa desibel ditinggikan secara sengaja oleh penayangnya, ditingkahi bunyi knalpot bajay yang cuma beberapa meter dari pesawat TV.

Itu saya bicara dibelahan bumi Grogol.

Di belahan Bumi Marinir Cilandak, disela-sela kesibukan kerja yang membutuhkan konsentrasi dan ketelitian "mempersiapkan dokumen lelang," kadang mereka bekerja disela menguap entah mengantuk atau bosan. Namun suasana berubah cerah ketika seorang bapak bercerita episode Cincin dan perkiraan apa yang akan terjadi. Temannya menimpali, suasana kerja jadi sumringah, irama kerja kembali terpacu cepat.

Di belahan bumi Riau (dulu), seorang pemain putri utama sinetron "Mencari Pencuri Anak Perawan" - mendapat surat bertubi-tubi agar kelak kalau disiksa orang berhati jahat, datang saja ke rumahnya. Padahal semata dalam tayangan film. "Dijawab nggak ya suratnya ...," keluhnya mengatasi surat bertumpuk.

Atau dipojok ruang ganti sebuah sanggar senam, seorang ibu sambil melakukan peregangan bercerita artis yang muka ayunya di obok-obok pasangannya sampai benjut. Lalu disambut dengan seorang ibu lainnya, jangankan artis "gue aja sering ditonjok ama laki gue, emang kenapa?, nggak perlu dibesarin..apalagi artis" - makin meriah ketika seorang ibu yang posturnya sipir penjara komunis, menimpali. "Kalau Aku Zengkel kadang ku zakar (maksudnya cakar lho) zuamiku. Tak perlu zadi Dewi Persik segala Bah."

Tak ketinggalan seorang Toha, anak lulusan Tsanawiyah ini setara SMP. Pemuda yang setelah lulus sekolah di Bandung dan balik ke desa di Purwakarta ini kepingin berusaha, namun saatnya yang tidak tepat. Saat harga BBM membumbung tinggi, berakibat pada Industri modal tinggi, pada mati langkah. Pasalnya ia cuma bisa menjahit kain bal, potongan bekas usaha garmen, diurut dan dijahit menjadi topi murahan. Kekayaan lain sebuah mesin jahit genjot, yang ibu rumah tangga manapun memilikinya. Terkadang mesin ini bahkan berubah fungsi menjadi tempat vas bunga lantaran sangat jarang dipergunakan.

Tapi Toha bisa melihat dari sisi lain. Judul sinetron yang digandrungi saat itu adalah "Tersayang". Tanpa studi banding, atau rincian perhitungan yang rumit ia membordir judul sinetron pada topinya.

Dan Eng..Ing..Eng.. Ndilalah topi bordirnya digemari. Pesanan demi pesanan mengalir disaat orang lain musim paceklik. Topi mulai dibuat dengan rentang harga enam ribu sampai duapuluh ribuan. Pemuda Purwakarta ini sekarang mencatat omzet 10 juta dari 70 kodi rata-rata order perhari. Dengan 20 pegawai tetapnya. Kini ia melaju dengan koperasi topi Maju Jaya. Nyaris menyapu bersih pengangguran di desanya.

Dan semua berasal dari judul "netron", serta sebuah mesin jahit genjot. Yang ia taksir sebagai modal cuma setengah juta.

Wednesday, September 06, 2006
http://mimbar2006.blogspot.com

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung