Gajahmada

GajahMada
Jumat, 31-08-2007 09:23:57 oleh: Mimbar Saputro Kanal: Gaya Hidup

Sebuah lintang kemukus (komet) dengan ekor panjang dan terang nampak menyeruak dikedinginan malam di langit Majapahit. Malam itu embun tebal luar biasa menyelimuti Majapahit. Teriakan burung gagak yang menclok di wuwungan istana di malam hari bukan peristiwa biasa. Lampu minyak, obor yang menerangi pelataran kerajaan seperti "mendrip-mendrip" kalah perkasa.

Ki Dipo Rumi dan Wongso Banar, peronda kebetulan menguasai dalam "ilmu titen" - kemampuan menandai suatu peristiwa dilihat dari kejadian-kejaidan sebelumnya. Mulai gelisah dan bertanya-tanya. Pertanda apalagi akan menimpa Majapahit. Dengan usianya ia mengalami peristiwa saat Tumapel, di bawah kendali operasi Ken Arok menggempur Kediri, atau saat Singasari dilibas pasukan Jayakatwang sehingga berakibat Kertanegara pralaya.

Ini tahun 1319.

Sementara Gajahmada yang kala itu masih "krocuk" berpangkat bekel, di bawah wringin kurung (beringin), mendapat bisikan dari sosok misterius bertopeng mengaku "manjer kawuryan" -artinya bulan bercahaya terang , bahwa beberapa "resimen" pasukan melakukan latihan "baris pendhem", menyusun gerakan dari "sapit urang", "dirada metha" atau "cakrabyuha" - kelihatannya latihan biasa, namun keseriusan dan kerahasiaannya perlu dipertanyakan.

Ada tiga resimen di Majapahit. Jalapati dibawah Tumenggung Rakrian BanyakSora, lalu Jalayuda di bawah Tumenggung Panji Watang dan terakhir Jalarananggana di bawah komando Temenggung Pujut Lontar.

Teka-teki, misteri tokoh dijalin mulai dari halaman pertama menjebak rasa penasaran. Sama misterinya ketika lintang kemukus menyeruak di tengah keganjilan embun yang seperti uleng-ulengan -bergelut dengan awan.

Satu-satunya pemimpin yang sama gelisahnya adalah Mahapatih Majapahit Arya Tadah - namun mahapatih ini sudah uzur, batuk "kemekel" mulai menghiasi napasnya.
Gajahmada ditugaskan mencari anasir makar. Sekalipun kadang secara pribadi ia sering berseberangan dengan kebijakan Kala Gemet nama kecil Prabu Jayanegara yang oleh sementara pihak dinilai cuma sosok gemar bersolek, "thuk-mis" dengan perempuan cantik, di samping kegemarannya mengadu macan dengan orang. Namun tugas menepis kekacauan adalah lebih utama dari pamrih pribadi.

Konflik mulai terjalin dan mencuat ketika para Temenggung menganggap remeh laporan Gajahmada, atau malahan sebagian diantara mereka sengaja mengacaukan laporannya. Apalagi di antara pasukan telik sandinya Bhayangkara, terdapat orang "minger keblat" alih-alih jadi pagar malahan menjadi predator tanaman.

Lalu seperti mengajak pembaca mengingat bagaimana ketika pasukan pemberontak Rakian Kuti mampu mendesak Jayanegara sampai terbirit-birit diselamatkan oleh seorang prajurit rendahan berpangkat bekel Gajahmada, sehingga negara praktis tanpa penjaga, terjadilah ontran-ontran. Penjarahan, perkosaan, pembakaran toko-toko, dan kediaman milik orang kaya atau sekadar pelampiasan dendam.

Ternyata cerita Nagasasra dan Sabukinten, Api di Bukit Menoreh, Pelangi di Singasari, Bayang-bayang suram, sudah membuahkan inspirasi menulis novel yang berselanjar di situs sejarah.
Penulis Langit Kresna Hariadi mampu mengajak pembacanya membuka lembar demi lembar kisah GajahMada dengan pasukan elitnya yang kecil namun cupat trengginas dan nggegirisi kemampuannya.

Apalagi semacam jendral Lintang Waluyo dan Wijoyo Suyono ikut menyarankan kita membaca sejarah tanpa belajar menghapal sejarah.

Saya sengaja mempopulasikan beberapa istilah "era-majapahit" dalam buku tersebut. Buku yang susah diletakkan setelah mulai membacanya.

Judul Buku GAJAH MADA Penulis: LK Hariadi
****
Tulisan ini hasil cuci gudang di blogger saya.

Mimbar Bambang Saputro
mimbar [dot] saputro [at] gmail [dot]com
+62 811806549 - TEXT PLEASE

Comments

Anonymous said…
kirain bakmi gajah mada,
ternyata patih gajah mada :D:D:D

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung