Gulai Petai di Perth, Nyasar di toko Pinky
Selasa, 21-08-2007 14:43:31 oleh: Mimbar Saputro
Kadang rindu juga akan masakan Indonesia. Maka TKP di jalan Barrack, Perth menjadi sasaran utama. Dengan tajuk Indonesia Indah, House of Rendang, maka jangan buru-buru memerintahkan enzym dalam perut bahwa anda akan menemukan cita rasa bak Sari Bundo, Simpang Raya atau Sederhana, sebab bagaimanapun pemilik kedai harus menurunkan standar bumbu agar tidak terlalu "merendang banget" sehingga bisa dinikmati perut "Mat Sale" alias bule.Ketika arloji menunjukkan pukul sembilan belas malam, saya sudah berada di mulut pintu masuk. Karena letaknya di lantai dasar, diperlukan tangga untuk menuruninya.
Di ujung anak tangga terakhir, sensor elektronik meraba tubuh saya dan langsung berteriak nyaring sehingga seorang anak muda keluar dari dapur. Sambil celingukan. Lalu ia masuk kembali kembali bergumam "kok orangnya tidak ada?," Padahal sosok setinggi 163cm bobot 82 kilo sudah berdiri "ngejogrok" didepan bufet masakan. Mengingat saya belum mendalami ilmu panghalimunan (menghilang), anak tangga saya lewati sekali lagi untuk membangunkan alarm, kali ini berhasil soalnya saya teriak dalam bahasa negeri "beliii .."
Beberapa jenis masakan kelihatannya ludes, termasuk rendang. Yang tersisa adalah gulai daun singkong bertaburkan petai, capcai kampung, gulai otak kambing dan ayam pop. Saya pilih semuanya terutama daun singkong, lalu anak muda ini menawarkan "ada ati dan ampela ayam pak," yang tentu saja tidak saya tolak kesempatan emas ini. Sebab di resto MatSaleh, mana ada ati ampela dan otak diperdagangkan untuk manusia.Maka sambil duduk dibawah songsong gaya Bali pandangan menebar suasana resto yang didekor oleh pajangan wayang kulit, wayang golek, lukisan gunung Merapi yang memang diusahakan mirip dengan suasana Indonesia. Saat itu saya satu-satunya pengunjung direstoran tersebut. Lalu dibelakang, terdengar CD diputar "Bersama Bintang," mendayu-dayu dari Drive. Lho kok yang terbayang adalah Sinetron Cindy. Tontonan prioritas utama Sinetron yang para Kitchen Kabinet, nun 1600mil jauhnya.
Tiba-tiba saya seperti terlempar dalam kesendirian, sementara diluar sana kafe-kafe memperdengarkan kesibukan dan keriuhan seperti anak sekolah ditinggal guru rapat ke ruang kepsek.
Mohon maaf, kepingin melankolis.
Kedai ini letaknya di bawah jalan Barrack. Uniknya lantai pertama diisi oleh toko orang dewasa yang menjual pernik uborampe urusan selang [bla bla bla]. Dengan dekorasi bernuansa pink, ada logo hati, kadang siluet kepala bertanduk dan berbuntut tombak, maka kerapkali habis makan kuterus nyasar ke toko selang [bla..bla..bla] ini.
Kadung mengaku sering kesasar, harga sekeping cakram DVD minimal 60 dollar (hampir setengah juta rupiah). Tapi pesan sekarang, seminggu baru tersedia. Jadi sistem penjualannya mirip inden punya.
Ini kesasar atau kesasar?
Kadang rindu juga akan masakan Indonesia. Maka TKP di jalan Barrack, Perth menjadi sasaran utama. Dengan tajuk Indonesia Indah, House of Rendang, maka jangan buru-buru memerintahkan enzym dalam perut bahwa anda akan menemukan cita rasa bak Sari Bundo, Simpang Raya atau Sederhana, sebab bagaimanapun pemilik kedai harus menurunkan standar bumbu agar tidak terlalu "merendang banget" sehingga bisa dinikmati perut "Mat Sale" alias bule.Ketika arloji menunjukkan pukul sembilan belas malam, saya sudah berada di mulut pintu masuk. Karena letaknya di lantai dasar, diperlukan tangga untuk menuruninya.
Di ujung anak tangga terakhir, sensor elektronik meraba tubuh saya dan langsung berteriak nyaring sehingga seorang anak muda keluar dari dapur. Sambil celingukan. Lalu ia masuk kembali kembali bergumam "kok orangnya tidak ada?," Padahal sosok setinggi 163cm bobot 82 kilo sudah berdiri "ngejogrok" didepan bufet masakan. Mengingat saya belum mendalami ilmu panghalimunan (menghilang), anak tangga saya lewati sekali lagi untuk membangunkan alarm, kali ini berhasil soalnya saya teriak dalam bahasa negeri "beliii .."
Beberapa jenis masakan kelihatannya ludes, termasuk rendang. Yang tersisa adalah gulai daun singkong bertaburkan petai, capcai kampung, gulai otak kambing dan ayam pop. Saya pilih semuanya terutama daun singkong, lalu anak muda ini menawarkan "ada ati dan ampela ayam pak," yang tentu saja tidak saya tolak kesempatan emas ini. Sebab di resto MatSaleh, mana ada ati ampela dan otak diperdagangkan untuk manusia.Maka sambil duduk dibawah songsong gaya Bali pandangan menebar suasana resto yang didekor oleh pajangan wayang kulit, wayang golek, lukisan gunung Merapi yang memang diusahakan mirip dengan suasana Indonesia. Saat itu saya satu-satunya pengunjung direstoran tersebut. Lalu dibelakang, terdengar CD diputar "Bersama Bintang," mendayu-dayu dari Drive. Lho kok yang terbayang adalah Sinetron Cindy. Tontonan prioritas utama Sinetron yang para Kitchen Kabinet, nun 1600mil jauhnya.
Tiba-tiba saya seperti terlempar dalam kesendirian, sementara diluar sana kafe-kafe memperdengarkan kesibukan dan keriuhan seperti anak sekolah ditinggal guru rapat ke ruang kepsek.
Mohon maaf, kepingin melankolis.
Kedai ini letaknya di bawah jalan Barrack. Uniknya lantai pertama diisi oleh toko orang dewasa yang menjual pernik uborampe urusan selang [bla bla bla]. Dengan dekorasi bernuansa pink, ada logo hati, kadang siluet kepala bertanduk dan berbuntut tombak, maka kerapkali habis makan kuterus nyasar ke toko selang [bla..bla..bla] ini.
Kadung mengaku sering kesasar, harga sekeping cakram DVD minimal 60 dollar (hampir setengah juta rupiah). Tapi pesan sekarang, seminggu baru tersedia. Jadi sistem penjualannya mirip inden punya.
Ini kesasar atau kesasar?
Comments