Berkenalan dengan alam gaib - dua anak kecil hilang

Hari pertama Lebaran begini baru sadar ketika hendak bersilaturahmi kerumah kerabat, jarum penunjuk perut mobil menunjukkan tanda nyaris kosong. Terpaksa ketika orang lain menikmati opor ayam hangat kemebul (asap), ketupat sekel-cemekel (padat), saya dan adik mendapat tugas membeli bensin.

Ternyata didalam kota Kotabumi, Lampung Utara, setelah diubek-ubek, semua penjual bensin pada tutup. Sehingga kami mencari pom bensin yang berada diluar kota, biasanya melayani angkutan seperti bis atau truk lintas Sumatra. Saat melewati sebuah permukiman para transmigrasi, Poncowati, saya melihat dua anak perempuan kecil berusia antara enam dan empat tahun berdiri seperti menunggu angkutan. Maklum sekali lagi ini lebaran pertama mereka nampak berdandan habis. Baju merah tipis dari cita kasar, menggunakan selop (terompah) mungkin buatan Tasikmalaya. Tetapi karena berbeda jurusan saya hanya melirik selintas.

Kembali dari pom bensin yang juga tutup, sial bener, anak tadi masih berdiri disana, kepanasan diantara semak alang-alang dan pohon karet yang tak terurus. Saya dan adik lalu turun. Tanpa banyak cingcong, anak saya angkat duduk dibelakang saya. Baunya? maaf jangan berfikiran jauh, seperti kulit terbakar matahari.

Saat mobil baru melaju pindah dari gigi satu, baru ingat bahwa kami belum menanyakan tujuan mereka. Lagian anak kecil begini mau kekota (Kotabumi) apakah bisa hapal jalan pulangnya?. Baru saja kepikiran begitu, serentak saya dan adik melihat kebelakang. Kedua anak tadi entah bagaimana dalam hitungan detik raib dibelakang kami.

Saya saling lihat lihatan dengan adik saya. Lalu saya bilang "Agus, sebelum menghakimi sebagai orang bunian (mahluk halus) atau apa saja. Sekarang tugas kita mencari dia mungkin masih sekitar alang-alang ini." -

Kamipun turun kembali dari kendaraan. Sia-sia, diobok-obok maupun diubek-ubek alang-alang tak kami jumpai bocah berdua tadi. Sialnya tidak ada rumah penduduk terdekat untuk ditanyakan apakah mereka mengenal mereka.

Saya masih belum putus asa. Di kantor polisi terdekat dan melaporkan kejadian tersebut. Siapa tahu anak tadi berhasil loncat dari kendaraan yang berjalan dan terluka. Lalu saya berikan alamat dan nomor tilpun saya. DI dalam mobil, tertinggal adalah sepotong kelom Tasik. Namun saya tidak mau beresiko, apalagi masih menyandang sebutan mahasiswa, maunya serba rasional, tak kepingin mendengar soal gaib yang menurut saya tidak masuk akal, kendati sering kepentok juga dengan dunia "uka-uka."

Kelom memang akhirnya kami bakar sebab ada orang yang membisiki saya bahwa "andai, sekali lagi andai kelom tersebut datang dari kerajaan Bunian, tentu punya maksud gaib. Tetapi bukan tidak mungkin niat baik tadi akan dihalangi kelompok bunian lainnya. Daripada syerem, maka kelom geulis saya bakar dan yang tersisa adalah "bagaimana saya akan menjelaskan kepada teman atau kerabat, jam sepuluh pagi, tahun 1977, dua anak kecil meloloskan diri dari mobil tertutup, padahal ketika dipersilahkan naik sendiri saja kaki mereka tidak sampai melangkah ke mobil.


Teorema lain mengatakan, seandainya waktu itu saya tidak menyetop kendaraan lalu mengajak anak tersebut ke kota (sekitar 15km jauhnya), bisa jadi kami akan mengalami kecelakaan fatal sekalipun jalan sekitar desa Poncowati tersebut lurus dan beraspal mulus.


Mimbar Bambang Saputro
mimbar [dot] saputro [at] gmail [dot]com
+62 811806549 - TEXT PLEASE

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung