Sultana

Ini bukan nama merek biskuit yang menyiratkan kenikmatan, namun cerita kepedihan seorang Putri Kerajaan Arab yang hidup sebagai burung dalam sangkar emas, namun dijejali pelecehan, perkosaan dan penyiksaan dari kaum lelaki, kakak dan ayahnya.

Ketika Faruq (kakak lelakinya) berusia sepuluh tahun, ia mendapatkan jam Rolex emas pertamanya. Aku benar-benar menderita, karena saat aku meminta kepada ayah sebuah gelang emas yang ada di Souq (pasar), Ayah menolak permintaanku dengan kasar. Selama dua minggu Faruq memamerkan jam Rolexnya, aku melihat ia meletakkan jam itu di atas meja dekat kolam renang. Karena cemburu, aku mengambil batu dan menghancurkan jam itu.”

Dari sini Sultana sudah merasakah bahwa dikeluarganya seorang anak lelaki adalah putra mahkota, segala permintaannya dituruti segala kesalahannya dimaafkan. Sementara bagi anak perempuan, ia mirip anak yang tidak diharapkan.

Dari pembantu yang umumnya berasal dari Filipina, ia baru tahu bahwa kalau wanita Arab masih diperlakukan warga kelas dua, maka wanita pekerja asing, sering dianggap tak lebih dari pelacur. Ia mendapat berita bahwa istri kedua ayahnya sangat ringan tangan, bahkan pelayan Pakistan yang sudah jatuh tersungkurpun masih dipukuli sampai akhirnya gegar otak. Ironisnya polisi syariahpun kalau mendengar laporan wanita yang disiksa tidak akan ambil perduli.

Tapi yang bikin gleg..glek ketika Sultana bercerita sepupunya baru membeli sebuah pesawat jet pribadi yang diawaki oleh Pilot berkebangsaan Amerika. Mengobrol dengan awak pesawat yang ramah, sudah memberikan kebahagiaan sendiri bagi Sultana sebab seperti memperoleh hak asasi yang sudah dicabut ayahnya sejak ia dilahirkan.

Beranjak dewasa mereka berkenalan dengan Wafa dan Nadia. Sebagai anak polisi syariah, Wafa mendapat didikan keras dari ayahnya. Namun sebaliknya Wafa menjadi pemberontak. Berteman dengan Nadia, kadang mereka menyimpan botol kecil berisikan minuman keras dan diminum sedikit-demi sedikit didalam toilet. Bahkan mereka tidak ragu-ragu untuk berkencan dengan pria-pria Barat yang banyak dijumpai dikota Riyadh.

Rupanya sang ibu menentang perlakuan tidak adil terhadap perempuan terutama anaknya Wafa sehingga diam-diam membiarkan anak gadisnya keluar rumah.

Sementara ayah Nadia adalah pedagang kaya raya. Dan Nadia beruntung mendapatkan pendidikan lebih tinggi.

Saat mereka berdua sedang berkecan dengan pria barat disebuah mobil Van, polisi Syariah menggerebek mereka. Wafa lalu dikawinkan dengan pria tua pilihan ayahnya.

Nadia mengalami perlakuan berbeda. Ayahnya tidak mau berbicara dengannya lagi, ia dikurung dalam kamar sampai hukuman atasnya diputuskan.

Untuk itu ia menulis “ Jam sepuluh keesokan harinya, aku duduk sendiri. Menatap balkon kosong kamarku. Aku memikirkan Nadia dan membayangkan ia diikat dengan rantai yang berat, kerudung hitam dibebatkan dikepalanya, tangan-tangan yang mengangkatnya dari lantai dan memasukkannya kedalam air kolam renang yang jernih. Aku menutup mata dan merasakan geletar tubuhnya, mulutnya yang megap-megap, paru-paru yang menjerit karena serbuan air. Aku ingat kilatan mata coklatnya dan gaya khasnya mengangkat dagu ketika tertawa. Aku pandang jamku dan terlihat sekarang sudah jam 10.10. Dadaku terasa berat menyadari bahwa Nadia tak pernah tertawa lagi."

Kalau anda ingin geregetan mengapa banyak sekali para pekerja perempuan kita disiksa di negara padang pasir ini, mungkin latar belakang cerita yang ditulis oleh Jean P. Sasson bisa mengungkapkan sedikit banyak latar belakang sosial budaya orang Arab.

Nama Buku Princess – Kisah Tragis Putri Kerajaan Arab Saudi, 380 halaman.
Pengarang Jean P. Sasson

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung