Menjadi Raja Minyak (bukan dari Sipirok)

Sejarah industri minyak dan gas bumi di Indonesia sebenarnya telah dimulai pada awal abad ke 20, yaitu sewaktu masih jaman penjajahan Belanda. Pada waktu itu ada beberapa perusahaan minyak Belanda, antara lain Royal Dutch - BPM, NKPM, SVPM, Shell ..dsb. yang melakukan pengeboran ratusan sumur eksplorasi dangkal didaratan Sumatra dan Jawa

Almarhum - Kapling ala "nego langsung"

Katakan anda berniat menjadi "Raja Minyak" Indonesia dengan dukungan uang yang sangat kuat. Pertanyaannya adalah mencari "ladang yang akan digarap," istilahnya memiliki konsesi wilayah kerja pertambangan minyak. Anda bisa memiliki satu konsesi atau banyak konsensi semua bsa di atur.

Dulu waktu Pertamina sedang "jaya-jayanya", BUMN ini yang menjadi super market ladang minyak dengan cara "Nego Langsung," yaitu menyatakan hasrat melamar daerah yang anda taksir tentunya yang belum menjadi milik orang. Atau daerah yang sudah di tawarkan namun belum ada peminatnya. Mohon maaf, kita bicara batuan dengan karakternya nun jauh disana. Istilah belum laku dijual, terkadang hanya akibat teknologi belum merambah sampai disana. Banyak kejadian setelah para montir batu mengotak atik peta geologi, rahasia jebakan minyak terkuak.

Untuk mengetahui data taksiran kita lebih lanjut, sampai saat ini belum ada salesman apalagi SPG yang menerangkan seluk beluk daerah tersebut sehingga anda perlu "montir batu" yaitu ahli Geologi untuk membahasnya. Data geologi ini dapat dibeli di Direktorat Geologi, Bakosurtanal, Jatop dll.

Tahapan mendapatkan data ini lebih dikenal dengan nama 'access to data' (ATD). Setelah mendapatkan data-data yang ada, maka Anda akan mengevaluasinya dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan. Namun apabila diperlukan maka jangka waktu evaluasi ini bisa diperpanjang atau ditambah dengan sebulan lagi. Apabila dari evaluasi yang dilaksanakan kemudian ternyata daerah tadi kurang menjanjikan, maka semua data yang dibeli / dipinjam dari PERTAMINA harus dikembalikan ke PERTAMINA. Ini dia sudah dibeli tetapi bukan milik anda.

Namun apabila daerahnya masih menarik, maka selanjutnya Anda sebagai Kontraktor akan membentuk suatu usulan Program Kerja & Anggaran (Work Program & Budget /WP&B) guna mengoperasikan daerah konsesi wilayah kerja tersebut. Biasanya PERTAMINA kemudian akan meminta untuk menambah atau memperbaiki usulan WP&B tadi.

Demikianlah perundingan atau negosiasi langsung tersebut berjalan antara Kontraktor dengan PERTAMINA. Terkadang perundingan ini berjalan alot dan butuh waktu hingga berbulan-bulan, bahkan terkadang lebih dari satu tahun.

Seiring dengan telah berlakunya Undang-Undang Minyak & Gas yang baru maka semua tender mengenai Konsesi Wilayah Kerja yang dulunya dilaksanakan oleh PERTAMINA dikembalikan ke Dirjen MIGAS.

MIGAS kemudian menyatakan bahwa 'Nego Langsung' sebagai almarhum dan semua kepemilikan konsesi wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi hanya dapat dimiliki dengan melalui Tender Terbuka. Bahasa politisnya "lebih transparan."

Saat anda sudah yakin, maka segera melayangkan surat permohonan untuk memberikan presentasi mengenai alasan dan dasar teori "permainan" yang membuat kita berminat. Suasananya persis ujian sebab selain dari Migas, pihak BP-Migaspun hadir. Kadang sering muncul pertanyaan misalnya "kenapa sih kamu mau daerah tersebut? kan daerah itu tidak ada apa-apanya?," ini bukan pertanyaan bodoh lantas mendapatkan jawaban bodoh juga, sebab kalau tidak hati-hati, anda terpancing untuk mengeluarkan isi perut, ujung-ujungnya informasi yang sudah anda pelajari dengan berdarah-darah bisa jatuh ketangan pihak lain yang berniat sama. Jadi tak jarang dalam perdebatan tersebut calon Kontraktor mengelak pertanyaan, "maaf ada beberapa hal tidak bisa kami ungkapkan disini.."

Hanya, pepatah mengatakan "burung yang datang pagi, mendapat cacing lebih gemuk" masih berlaku disini. .

Dilanjutkan dengan Kapling ala "lelang terbuka"....

II.1.2. Tender Terbuka (Open Tender)

Biasanya sekurang - kurangnya sekali dalam setahun suatu negara akan menawarkan daerah - daerah konsesi wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi kepada perusahaan - perusahaan kontraktor minyak dan gas diseluruh dunia.

Di Indonesia, pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Direktorat Jendral Minyak & Gas(MIGAS) dalam setahun melaksanakan 2 (dua) kali penawaran terbuka daerah konsesi wilayah kerja untuk eksplorasi minyak dan gas bumi. Tender terbuka tersebut biasanya dilakukan pada setiap bulan Pebruari dan Agustus - September.

Penawaran konsesi wilayah kerja ini dilaksanakan dengan cara lewat :



  • Internet / website (Indogol, Migas ? dsb.).

  • Iklan di majalah ilmiah / buletin profesional,a.l. AAPG, IPA, SPE,PetroMarine.

  • Undangan resmi dari MIGAS ke kontraktor - kontraktor minyak.

  • Presentasi di forum / konvensi perminyakan / gas, a.l. Scout Check,Seapex, IPA, AAPG, IATMI dsb.

    Dalam tender terbuka konsesi wilayah kerja di Indonesia yang diselenggarakan oleh Dirjen MIGAS, pertama-tama kontraktor peserta tender membeli buku panduan /prosedur tender yang memuat daftar konsesi wilayah kerja yang ditawarkan serta petunjuk mengikuti tender.

    Apabila berminat lebih lanjut maka kontraktor peserta tender diwajibkan untuk membeli lisensi dan paket data dari setiap konsesi wilayah kerja yang jumlahnya berkisar dari US$20.000 s/d US$40.000 per blok, tergantung dari banyaknya data.

    II.1.3 Pembelian Saham (Farm-In).

    Pada masa eksplorasi minyak & gas bumi, biasanya resiko gagal masih sangat tinggi sedemikian hingga pada umumnya Kontraktor operator tidak mau menanggung sendiri sehingga akan menjual sebagian sahamnya kepada perusahaan lain yang berminat. Bahkan kadang - kadang saham yang dijual dapat berjumlah mayoritas ataupun seluruh asset yang ada, termasuk pemindahan Operator konsesi wilayah kerjanya.

    Dalam hal perusahaan minyak & gas bumi mau menjual (farm-out) sebagian atau seluruh sahamnya, maka perusahaan tersebut akan mengumumkan penjualanan tersebut lewat beberapa jalan seperti tersebut pada penawaran konsesi wilayah kerja.

    Kepada perusahaan calon pembeli yang berminat (farminee) ditawarkan 'data room visit' atau kunjungan melihat data daerah yang ditawarkan secara singkat (satu -dua hari, tergantung banyaknya data). Dari data singkat yang didapat, si calon pembeli akan mengevaluasi lebih lanjut di kantornya masing - masing.

    Apabilamemang betul - betul mau membeli, maka selanjutnya dapat dilakukan negosiasi lanjut diantara perusahaan penjual dan pembeli tersebut dan dilanjutkan dengan tahapan 'due-deligence', yaitu tahapan mana si pembeli akan meneliti secara menyeluruh tentang kebenaran data - data yang ada, termasuk data keuangan, cashflow..dsb.

    Setelah semuanya yakin maka perusahaan penjual akan melaporkan kepadaPERTAMINA-MPS dan MIGAS tentang jual beli saham konsesi wilayah kerjanya.

    Apabila PERTAMINA-MPS dan MIGAS menyetujui, maka selanjutnya dilaksanakan penyerahan seluruh data - data asli ataupun kopian dari penjual ke pembeli,tergantung dari sifat penjualan tersebut, apakah menyeluruh 100% atau hanyasebagian saja.

    II.2. Beberapa Pertimbangan Didalam Pencarian Konsesi Wilayah Kerja

    Dalam pencarian konsesi wilayah kerja untuk daerah eksplorasi minyak dan gasbumi diperlukan beberapa pertimbangan yang disesuaikan dengan kondisi keuangan, teknologi dan strategi dari perusahaan kontraktror minyak dan gas bumi yang bersangkutan.

    Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan tersebut antara lain : Jenis kontrak kerja, luas, letak, 'exploration maturity, permit, obligasi kerja,negara / pemerintahan, termin fiskal, 'operatorship' ?. dsb.


    II.2.1. Jenis Kontrak Kerja

    Untuk pekerjaan eksplorasi minyak & gas bumi di Indonesia pada dasarnya diterapkan Kontrak Bagi Hasil atau lebih dikenal dengan Production SharingContract (PSC) dan Kontrak Karya / Sistim Royalti.

    Kontrak Bagi Hasil sendiri bervariasi dan terdiri dari tiga derivatifnya yaitu : Joint Operation Body -Joint Operation Agreement (JOB - JOA), Technical Assisstant Contract (TAC) danEnhance Oil Recovery (EOR).

    II.2.1.1. Kontrak Bagi Hasil Standar (Standard Production Sharing Contract)

    Di Indonesia, Kontrak Bagi Hasil pertama kali diperkenalkan dalam tahun 1965 oleh Alm. Ibnu Sutowo yang pada waktu itu menjabat Direktur Utama PERTAMINA.

    Prinsip dari Kontrak Bagi Hasil adalah bahwa hasil dari produksi minyak dan /atau gas bumi yang diketemukan akan dibagi dua, yaitu antara perusahaan kontraktror minyak dan Pemerintah Indonesia yang dalam hal ini diwakili olehPERTAMINA dengan prosentasi tertentu.

    Beberapa ketentuan dalam Kontrak Bagi hasil menyebutkan bahwa :

    PERTAMINA bertanggung jawab atas jalannya operasi pekerjaan eksplorasi /produksi, tetapi perusahaan kontraktor minyak mengerjakan sendiri operasi pencarian minyak (& gas bumi) serta menanggung sendiri atas segala resiko yangtimbul dalam pekerjaan tersebut.

    Lamanya tahapan pencarian / eksplorasi maksimum adalah 6 tahun, namun dalam kondisi pertimbangan tertentu dapat diperpanjang 2 tahun X 2, sehingga total maksimum periode eksplorasi adalah 10 tahun yang tidak bisa diperpanjang lagi.

    Apabila dalam masa 10 tahun tersebut perusahaan kontraktor tidak menghasilkan penemuan minyak dan / atau gas yang bisa diproduksi dengan ekonomis, maka konsesi wilayah kerjanya wajib dikembalikan ke pemerintah / PERTAMINA.

    Namun apabila berhasil menemukan minyak dan / atau gas yang dapat diproduksi secara ekonomis maka masa kontrak dapat diperpanjang dengan penambahan 20 tahun,sehingga total sejak awal masa periode eksplorasi menjadi 30 tahun.

    Begitu fase produksi dimulai maka hasil produksi nya dibagi dua antara kontraktor dengan pemerintah dengan ketentuan sebagai berikut :

  • Untuk minyak bumi, bagian Kontraktor 15% dan bagian Pemerintah 85%.

  • Untuk gas bumi, bagian Kontraktor 35% dan bagian Pemerintah 65%.

    Dengan catatan bahwa biaya dari masa permulaan eksplorasi yang telah dikeluarkan oleh kontraktor (sunk cost) sampai dengan biaya operasi produksinya diganti dan dibayar oleh Pemerintah Indonesia dengan sistim Cost Recovery yang diambil dari hasil produksi bagian Pemerintah yang 85% (minyak) atau 65% (gas) tadi.


  • Kontraktor bebas untuk menjual / mengekspor hasil minyak bagiannya kemana saja sesuai dengan perjanjian 'cost recovery', namun setelah yang bersangkutan memenuhi obligasi suplai domestiknya (DMO).

  • Biaya operasi seperti yang tercantum dalam prosedur akunting dibayar oleh uang hasil produksi bagian Pemerintah (cost recovery).

  • Pembagian hasil dihitung dari hasil produksinya, bukan dari hasil profit /keuntungan. Bagian Pemerintahan (PERTAMINA) dan Kontraktor dibagi setelah hasil kotor dari produksi dikurangi pajak dan biaya 'cost recovery'.

  • Baik Kontraktor maupun PERTAMINA (MPS) berhak atas hasil FTP (First Trance Petroleum) sebanyak satu kali, dan menerima sejumlah minyak dari produksi tahunan sebelum dipotong biaya 'cost recovery'. Minyak FTP tersebut kemudian dibagi antara Kontraktor dan PERTAMINA sesuai pembagian yang berlaku.

  • PERTAMINA mempunyai hak untuk mendapatkan saham sebanyak 10% dari total aset yang ada.

    Contoh - contoh konsesi wilayah kerja Kontrak Bagi Hasil (PSC) yang masih dalam tahapan eksplorasi :

    Daerah Daratan (Onshore) :

  • Blok Blora di Jawa Timur dan Blok Banyumas di Selatan Jawa Tengah yang dioperasikan oleh Coparex, sebuah PMA Perancis.

  • Blok Korinci - Bentu di Jambi dioperasikan oleh Santos Oil dariAustralia.

  • Blok Kisaran di Sumatra utara dioperasikan oleh Caltex dari AmerikaSerikat..dsb.


Daerah Lepas Pantai (Offshore) :



  • Blok Karapan di Lepas Pantai Madura utara dioperasikan oleh swasta nasional, Rims Energy.

  • Blok Malagot di Lepas pantai Irian Jaya yang dioperasikan oleh Lasmo oil dari Inggris.

  • Blok Nila di Laut Natuna yang dioperasikan oleh Conoco dari AmerikaSerikat.

    Sedangkan konsesi wilayah kerja yang sudah dalam tahapan produksi adalah ;

    Daerah Daratan (Onshore):

  • Blok Kanguru / Rokan di Sumatra Tengah dioperasikan oleh Caltex.

  • Blok Jawa Barat - Jatibarang dioperasikan oleh PERTAMINA.

  • Blok Bula di Pulau Seram di operasikan oleh Kalrez dari Australia.

    Sedangkan yang produksi di daerah lepas Pantai antara lain :

  • Laut Natuna Blok A dioperasikan oleh Premier Oil dari Inggris.

  • Blok SE Sumatra dioperasikan oleh CNNOC dari China.

  • Blok NW Jawa Offshore dioperasikan oleh BP dari Inggris.


    II.2.1.2. Joint Operating Agreement - Joint Operating Body (JOA - JOB).

    Yang dimaksud dengan Kontrak Persetujuan Operasi Bersama (Joint Operating Agreement) adalah suatu bentuk Kontrak Bagi hasil (KPS) yang di terapkan pada daerah - daerah konsesi wilayah kerja yang dulunya pernah di eksplorasi serta mempunyai resiko kegagalan yang relatif kecil.

    Dalam Kontrak Persetujuan Operasi bersama (JOA) ini terdapat beberapa ketentuan sebagai berikut :


  • Pembagian persentasi saham antara PERTAMINA dan Kontraktor tergantung dari negosiasi antara kedua belah fihak.

  • Kepemilikan saham bagian Kontraktor selanjutnya akan dikenai syarat - syarat klausul serta pembagian produksi seperti yang tertera pada Kontrak Bagi Hasil Standar yang sedang berlaku.

  • Distribusi tahunan 'cash call' PERTAMINA harus dimulai setelah 'expenditure' Kontraktor setara dengan 'sunk-cost' PERTAMINA atau setelah tiga tahun pertama dari masa kontrak.

  • Apabila Kontraktor mengajak PERTAMINA untuk melaksanakan pemboran sumur -sumur eksplorasi dan / ataupun sumur - sumur pengembangan yang memerlukan biaya bersama, dan apabila PERTAMINA menyetujuinya untuk ikut dalam pembayaran biaya-biayanya, maka PERTAMINA juga akan mendapat prosentasi tertentu dari biaya- biaya 'cost recovery.

  • PERTAMINA bertindak sebagai Operator dan dibantu oleh Penasehat2 yang berasal dari Kontraktor dalam suatu badan manajemen yang disebut dengan Joint Operating Body (JOB).

    Badan pelaksana operasi ini bertanggung jawab serta di supervisi oleh Komite Operasi Bersama atau 'Joint Operating Committee (JOC).

  • PERTAMINA dan Kontraktor bersama-sama membentuk Komite Operasi Bersama. Komite inilah yang menetapkan Program Kerja & Bujet, serta menetapkan aturan-aturan main perusahaan.

    Beberapa contoh KWK JOB yang masih dalam tahapan eksplorasi antara lain :

  • JOB Jatiluhur di Jawa Barat, dioperasikan oleh PERTAMINA dan Greka Energy dari Amerika Serikat.

    - JOB


Sedangkan konsesi wilayah kerja JOB yang sudah berproduksi antara lain :



  • JOB Blok Jambi-Merang di Sumatra Selatan yang dioperasikan oleh PERTAMINA dan Repsol Oil dari Spanyol.

  • JOB Blok Selawati di Irian Jaya dioperasikan oleh PERTAMINA dan Devon Energy dari Amerika Serikat.

  • JOB Blok Kambuna di lepas Pantai Aceh dioperasikan oleh PERTAMINA dan Matrix Oil dari Australia.



    II.2.1.3. Kontrak Bantuan Teknik (Technical Assistance Contract - TAC).

    Yang dimaksud dengan Kontrak Bantuan Teknik atau Technology Assistance Contract(TAC) adalah suatu bentuk Kontrak BagiHasil / PSC dimana disini sudah tidak mempetimbangkan lagi resiko explorasinya.

    Hal ini disebabkan karena konsesi wilayah kerja TAC relatif sangat kecil, sebatas luas struktur / lapangan minyak atau gas yang sudah ada / sudah diketemukan.

  • Lapangan minyak / gas tersebut mungkin merupakan suatu lapangan tua yang sudah 'depleted', lapangan yang sudah ditinggalkan karena tidak ekonomis diproduksi lagi, lapangan penemuan baru namun dengan aliran produksi yangdiperkirakan kecil dan kurang ekonomis bila diproduksi secara konvensional.

  • Maksud utama dari Kontrak TAC ini adalah untuk mempercepat peningkatan produksi minyak serta menambah 'cadangan terambil' nya.

    Dalam TAC ini pekerjaan Kontraktor juga termasuk meneruskan produksi minyak PERTAMINA, dimana dalam hal ini tidak dimasukkan kedalam kontrak bagi hasil.

  • Hasil produksi yang dibagi diantara Kontraktor dan PERTAMINA hanya yang meliputi tambahan produksi minyak selain dari produksi primernya yang selama ini masih berjalan.

  • Biaya - biaya untuk peralatan dan servis lainnya untuk produksi primer akan dimasukkan sebagai bagian dari biaya operasi yang akan mendapat penggantian kembali (cost recovery).

  • Kontraktor akan mendapatkan kembali seluruh biaya operasi yang telah dikeluarkan sepanjang tidak melebihi maksimum 65%dari hasil penjualan produksi minyak pertahunnya.

  • Pengoperasian seluruh pekerjaan TAC dilaksanakan oleh Kontraktor.

  • Kontraktor harus menyediakan semua keperluan teknik untuk pekerjaan operasinya dan bertanggung jawab ke PERTAMINA untuk segala pelaksanaan operasi pekerjaan.

    Beberapa contoh konsesi wilayah kerja TAC di Indonesia antara lain :

  • Blok TAC Cepu di Jawa Timur, dioperasikan oleh Exxon-Mobil dari AmerikaSerikat.

  • Blok TAC Poleng di Lepas Pantai Madura Utara, dioperasikan oleh CNOOCdari China.

  • Blok TAC Sambi Doyong di Jawa Barat dioperasikan oleh KNOC dari Korea.


    II.2.2. Letak Daerah Konsesi Wilayah Kerja

    Letak suatu daerah jelaslah menjadi salah satu pertimbangan utama didalam mencari konsesi wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi. Hal ini dikarenakan letak dan luas daerah eksplorasi akan mempengaruhi metode, teknologi serta biaya operasionalnya.

    II.2.2.1. Daerah Daratan (Onshore)

    Di daratan dengan pencapaian medan yang baik, seperti rata - rata kondisi konsesi wilayah kerja di Jawa tentulah sangatdiharapkan oleh banyak perusahaan kontraktor minyak dan gas bumi. Daerah dengan kondisi yang sangat mendukung tersebut akan menurunkan biaya operasionalnya secara siknifikan, disamping akan mempercepat pelaksanaan program kerjanya.

    Jadi letak daerah suatu konsesi wilayah kerja akan sangat mempengaruhi program kerja serta bujet yang dianggarkan.

    Contohnya dalam suatu pekerjaan pemboran sumur eksplorasi, maka akan dibutuhkan jalan yang menuju lokasi pemboran melalui mana dapat dilewati peralatan - peralatan berat untuk keperluan pemboran, seperti peralatan menara bor, truk -truk besar serta derek - derek raksasa.

    Apabila belum ada jalannya, maka terpaksa Kontraktor akan membuat jalan terlebih dahulu sedemikian hingga peralatan pemboran dapat diangkut melalui jalan tersebut sampai ke lokasi pemboran. Apabila jalan yang harus dibuat cukup panjang, yang terkadang mencapai puluhan kilometer, maka tentulah biaya yang dikeluarkan akan menjadi sangat besar. Atau dalam kondisi dimana letak lokasi pemboran berada ditengah hutan lebat seperti kebanyakan daerah di Irian Jaya, Kalimantan, Sumatra, Sulawesi ..dsb. dimana pembuatan jalan dengan membuka hutan dinilai terlalu mahal ataupun tidak mungkin sama sekali dikarenakan terbatasnya waktu dan jauhnya lokasi, maka pengangkutan alat-alat pemboran bisa dilaksanakan dengan mempergunakan helikopter (heli-rig).

    Hal inipun masih memerlukan biaya ekstra yang lumayan besar, mengingat sewa helikopter yang mahal serta diperlukan beberapa kali pengangkutan sebelum dan sesudah pemboran.

    Jadi kesimpulannya dengan telah adanya jalan 'access road' tadi akan dapat dihemat biaya operasi yang cukup besar.

    Penghematan biaya dikarenakan telah tersedianya jalur transportasi didarat bukan hanya pada operasi pemboran sumur, melainkan juga pada survei geologi dan geofisika beserta variasinya. Kondisi ini akan bertambah komplek apabila kemudian ditemukan cadangan minyak dan / atau gas yang selanjutnya memerlukan pengembangan untuk dijadikan lapangan produksi, dimana fasilitas produksi tersebut bisa menjadi suatu infra-struktur yang sangat komplek.

    Jadi didalam pertimbangan letak daerah tersebut harus dilihat apakah konsesiwilayah kerjanya terletak didaratan /onshore ataupun di lepas pantai / offshore.

    Apabila didaratan apakah kondisi lingkungannya mendukung dengan telah tersedianya jalur transportasi dan komunikasi, ataupun masih berupa hutan belantara, rawa ataupun pegunungan dengan pencapaian medan yang susah serta minim atau tidak tersedia jalur transportasi / komunikasi sama sekali.

    Pertimbangan ekonomisnyajuga didasarkan pada ada atau tidak adanya infra-struktur fasilitas produksi semisal bangunan pengilangan minyak, tangki-tangki penimbunan, jalur - jalurpipa minyak dan gas disekitar daerah tersebut.


    II.2.2.2. Daerah Lepas Pantai (Offshore)

    Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam mencari konsesi wilayah kerja didaerah lepas pantai (offshore) adalah antara lain meliputi kedalaman air, kedekatannya dengan pantai - pelabuhan -bandar udara - daerah terlarang (restricted area) - jalur nelayan / daerah perikanan / tambak dan jalur pelayaran.

    Kedalaman air pada konsesi wilayah kerja sangat penting didalam menentukan semua strategy explorasi, pengembangan dan produksi minyak dan gas bumi.

    Pada kondisi kedalaman air yang lebih dalam dari 100 m (300 kaki) maka dalam operasi pengeborannya dipergunakan menara rig 'semi-submersible' dan / atau kapal pengebor (drilling ship) yang tentunya akan membutuhkan biaya yang jauh lebih mahal apabila mempergunakan menara pemboran 'jack-up' yang biasanya dipakai untuk operasi pengeboran pada daerah lepas pantai dengan kedalaman air kurang dari 100m.

    Disamping itu juga teknik pengeboran di laut dalam akan berbeda dengan pengeboran di laut dangkal dimana di laut dalam akan memerlukan batangan 'raiser' yang jauh lebih banyak dan mahal.

    Kedekatan konsesi wilayah kerja dengan pelabuhan dan bandar udara adalah sangat penting untuk keperluan transportasi dan penyimpanan material. Untuk mencapai daerah konsesi wilayah kerja di lepas pantai yang letaknya relatif jauh dari pantai, seperti didaerah kepulauan Natuna, Aru maka biasanya diperlukan helikopter untuk transportasi tenaga kerja pemboran, yang tentu saja akan menambah biaya operasinya.

    Sebaliknya pada daerah dekat pantai dan pelabuhan cukup memakai kapal / perahu cepat / steamboat dengan biaya yang relatif lebih murah.

    Material pemboran sangat bervariasi dan dalam jumlah yang banyak, terkadang bisa mencapai ribuan ton. Oleh karenanya material ini akan memerlukan tempat penyimpanan yang aman dan harus dekat dengan pelabuhan guna memudahkan pemindahannya ke lokasi pemboran.

    Sebagai contoh, untuk konsesi wilayah kerja daerah lepas pantai Madura maka penyimpanan materialnya bisa di pelabuhan Tanjung Perak ataupun di Pulau Masalembo. Sebaliknya konsesi wilayah kerja di Natuna memerlukan tempat penyimpanan material di Pulau Matak, dimana disini juga sudah dibangun lapangan terbang sekelas Foker 28, sedangkan konsesi wilayah kerja disekitar Pulau Seribu dan lepas pantai Jawa barat dan Sumatra Selatan bisa mempergunakan gudang di Tanjung Priuk atau di Pulau Batam.

    Jalur perikanan / tambak dan jalur nelayan kadangkala sangat menghambat operasi pemboran ataupun survei seismik. Tidak jarang disini terjadi konflik antara masyarakat setempat dengan Kontraktor minyak.

    Dalam kondisi ektrem dalam hal ini akan dapat memicu tindak kekerasan, seperti yang terjadi di lepas pantai Maduradi tahun 2001 yang lalu dimana tiga orang karyawan perusahaan jasa pemboran di culik dan di sandera oleh kelompok pemuda setempat dengan harapan dapat menghentikan operasi pemboran yang sedang berlangsung.

    II.2.2.3. Riwayat Eksplorasi Konsesi Wilayah Kerja

    Riwayat eksplorasi suatu daerah sangat penting untuk dipertimbangkan dalam pencarian konsesi wilayah kerja. Hal ini dikarenakan akan langsung menyangkut banyak serta keragaman data yang bisa diperoleh yang selanjutnya akan sangat mempengaruhi strategi eksplorasi pada daerah yang bersangkutan.

    Pada prinsipnya, riwayat eksplorasi suatu konsesi wilayah kerja dapat dibagi menjadi tiga tingkatan kematangan eksplorasi (exploration maturity).

    II.2.2.3.1. Daerah 'Frontier'

    Yang dimaksud dengan daerah 'frontier' adalah suatu daerah konsesi wilayah kerja dengan riwayat eksplorasi yang sangat minimal atapun belum pernah sama sekali dilaksanakan eksplorasi di daerah tersebut.

    Di Indonesia, daerah 'frontier' ini banyak dijumpai di wilayah Indonesia Bagian Timur yang meliputi sebagian daerah pedalaman Irian Jaya, Sulawesi serta daerah laut dalam di Kepulauan Maluku - Laut Banda dan Selat Makassar.

    Pada daerah - daerah 'frontier' biasanya belum pernah dilaksanakan eksplorasi oleh suatu perusahaan kontraktor minyak & gas bumi secara resmi. Hal ini disebabkan pada umumnya daerah 'frontier'mempunyai pencapaian medan yang relatif sulit dengan kondisi geologi yang belum banyak diketahui serta minimnya data-data penunjang yang ada.

    Oleh karenanya untuk melaksanakan pekerjaan eksplorasi di daerah tersebut diperlukan modal yang jauh lebih besar daripada daerah-daerah lainyang bukan 'frontier'.

    Dikarenakan diperlukan modal yang besar dengan resiko kegagalan yang sangat tinggi, maka hampir tidak ada kontraktornasional yang tertarik dengan daerah 'frontier'.

    Untuk menarik para investor asing supaya mau mencari hidrokarbon di daerah sulit tersebut Pemerintah / MIGAS menawarkan insentif khusus, antara lain didalam pembagian hasil produksinya Kontraktor akan mendapatkan 35% sedangkan Pemerintah 65%.

    Pembagian ini jauh lebih bagus dari pembagian PSC standar yang di trapkan pada derah-daerah lainnya dengan pembagian hasil produksi yang 15%untuk Kontraktor dan 85% untuk Pemerintah.

    II.2.2.3.2. Daerah 'Moderately Explored'

    Yang dimaksud dengan konsesi wilayah kerja dengan riwayat eksplorasi sedang(moderately explored) adalah suatu daerah yang pernah dilaksanakan eksplorasi secara menengah dengan pemboran beberapa sumur eksplorasi serta data - data seismikyang lumayan.

    Survei - survei geologi, gravitasi, magnetik dan seismik sertaanalisa - analisa stratigrafi, petrologi -petrografi, geokimia dan biostratigrafi pernah dilaksanakan didaerah tersebut,walaupun kadang-kadang kurang detail.

    Oleh karenanya resiko keberhasilan eksplorasi didaerah dengan riwayat eksplorasi sedang (moderately explored) ini pada umumnya dari sedang hingga tinggi.

    Riwayat perusahaan2 kontraktor yang mengoperasikan daerah dengan 'moderately explored' terdahulu juga penting untuk diketahui. Artinya apakah para Operator terdahulu memang perusahaan besar yang berpengalaman di bidang perminyakan, misalkan seperti Caltex (Chevron - Texaco), Exxon-Mobil, BP - Arco dan lainnya ataukah perusahaan perminyakan kecil yang kurang pengalaman seperti Zudafi, Tately, PT. Telo Oil dan sebagainya.

    Apabila yang mengoperasikan dulu adalah perusahaan minyak besar yang sarat dengan pengalaman eksplorasi dengantechnologi yang canggih, dan tetap tidak berhasil mendapatkan 'discovery well' di daerah 'moderately explored' tersebut, maka dapat dipastikan bahwa resiko eskplorasinya akan tinggi. Sebaliknya apabila yang mengoperasikan dulu adalah perusahaan2 minyak kecil atau perusahaan kontraktor perminyakan gurem yang minim pengalaman, maka kemungkinan resiko kegagalannya adalah sedang / menengah.

    Contoh konsesi wilayah kerja dengan riwayat eksplorasi sedang ini di Indonesia antara lain Pertamina Unit I di Sumatra Utara, Manui - Toili - Banggai Sula di lepas pantai Sulawesi Timur
    - Jawa Tengah bagian selatan dan lepas pantai JawaTengah bagian utara serta lepas pantai Kalimantan Selatan.

    II.2.2.3.3. Daerah 'Maturely Explored'

    Yang dimaksud dengan daerah dengan riwayat eksplorasi tinggi (highly explored) adalah konsesi wilayah kerja pada mana telah berkali-kali dilaksanakan pekerjaan eksplorasi oleh beberapa perusahaan kontraktor minyak.

    Pada umumnya data-data dari daerah yang 'highly explored' ini sangat banyak dan beragam. Hal ini dikarenakan pada daerah tersebut telah dilaksanakan pemboran sumur2 baik eksplorasi, pengembangan ataupun produksi yang relatif banyak jumlahnya. Juga telah dilaksanakan beberapa kali survei seismik, baik seismik 2D maupun 3D. Juga studi geologi dan geofisika telah banyak dilaksanakan didaerah tersebut.

    Terkadang telah diketemukan beberapa sumur 'discovery' serta mungkin juga telah ada lapangan-lapangan minyak / gas, baik yang masih produksi maupun yang sudah ditutup.

    Oleh karena telah begitu banyaknya pekerjaan eksplorasi yang telah dikerjakan didaerah yang 'highly explored' ini maka secara otomatis resiko kegagalan apabila dilaksanakan pekerjaan eksplorasi lagi akan menjadi tinggi atau bahkan sangat tinggi.

    Beberapa contoh konsesi wilayah kerja yang telah 'highly explored' tersebut adalah : Lepas pantai utara Jawa Barat dan Jawa Timur, lepas pantai Sumatra Selatan-Timur, daerah Sumatra tengah dan Sumatra Selatan dan KalimantanTimur.


    II.2.2.4. Luas Konsesi Wilayah Kerja (Areal Extent)

    Luas konsesi wilayah kerja juga menjadi pertimbangan didalam mencari daerah eksplorasi. Di tiap - tiap negara, luas konsesi wilayah kerja yang ditawarkan berbeda-beda. Bahkan pada umumnya disuatu negarapun daerah-daerah ini luasnya tidak sama.

    Pada negara dengan riwayat perminyakan yang telah lanjut serta mempunyai hukum / aturan dalam industri minyak & gas yang nyaris sempurna , semisal Amerika (USA), maka daerah-daerah yang ditawarkan diukur sesuai dengan grid koordinat. Di USA blok - blok konsesi wilayah kerja yang ditawarkan mempunyai luas yang sama setiap gridnya yang berbentuk bujur sangkar dengan panjang setiap sisi 3 mil yang berarti mempunyai luas setiap gridnya adalah 9 mil persegi(1207 acres).

    Jadi terserah perusahaan minyak mau membeli berapa buah grid.

    Di Indonesia, luas konsesi wilayah kerja yang ditawarkan tidak sama dan tidak berdasarkan grid yang baku. Dasar pengambilan luas daerahnya tidak seragam serta susah diperkirakan, sehingga diperoleh kesan luas daerahnya suka-suka yang menawarkan, yang didalam hal ini dilaksanakan oleh MIGAS.

    Dalam tahu-tahun pertama diluncurkan kontrak bagi hasil (1965 - 1970) konsesi wilayah kerja yang ditawarkan mempunyai luas yang aduhai, bisa mencapai ribuan kilometer persegi.

    Sebagai contoh, luaswilayah kerja AGIP (Italia) yang melampar dari laut Natuna di utara hingga Laut Jawa diselatan mencakup daerah lepas pantai seluas negara bagian Oklahoma di USA.

    Demikian pula konsesi wilayah kerja Citi Services di lepas pantai Jawa Timur.

    Namun sesuai dengan perkembangannya, blok- blok konsesi wilayah kerja yang ditawarkan di Indonesia tersebut semakin kecil. Sekarang rata - rata luas daerah yang ditawarkan baik lepas pantai ataupun didaratan berkisar antara 3.000 s/d 5.000kilometer persegi (740.740 s/d 1.234.567acres).

    Didaerah 'frontier' mungkin akan sedikit lebih luas dari 5000 km persegi. Namun yang sangat disayangkan dalam hal ini adalah bentuk dari blok - blok konsesi wilayah kerja yang ditawarkan tidak mengikuti garis-garis grid yang ada, melainkan sering kali tidak beraturan karena sekedar mengikuti garis dari blok -blok daerah yang terbuka (belum ada operatornya), yang pada umumnya disebabkan oleh batas dari daerah - daerah yang telah di 'relinquished' sebelumnya.

    Pada prinsipnya semakin luas daerah konsesi wilayah kerja, maka akan semakin menarik minat para investor / kontraktor minyak, karena kesempatan untuk mendapatkan prospek - prospek yang layak untuk di bor akan semakin banyak, sehingga akan semakin banyak pilihannya.

    Namun begitu, suatu daerah konsesi wilayah kerja yangterlalu luas juga mempunyai problem tersendiri, yaitu akan mengakibatkan evaluasi daerah tersebut menjadi kurang terfokus disebabkan waktu periode eksplorasi yang terbatas untuk mengebor sumur- sumur komitmen.

    Sebaliknya, semakin kecil luas daerahnya maka kesempatan untuk mendapatkan prospek - prospek yang baik akan semakin sedikit, yang berarti tidak banyak pilihan yang akan didapat. Sedangkan aspekpositip dari luas daerah konsesi wilayah kerja yang relatif kecil adalah evaluasi eksplorasi daerah tersebut akan bisa dikerjakan secara lebih fokus dan komprehensif, sehingga akan menghasilkan evaluasi yang betul - betul teliti.

    II.2.2.5. Aturan dan Jangka Waktu Eksplorasi (Permit Term)

    Aturan dan jangka waktu eksplorasi suatu daerah juga harus diperhitungkan dalam pertimbangan pemilihan konsesi wilayah kerja, dikarenakan hal tersebut akan sangat berpengaruh pada strategi eksplorasinya.

    II.2.2.5.1. Jangka Waktu Eksplorasi (Exploration Period)

    Yang dimaksud dengan jangka waktu eksplorasi adalah lamanya sutau perusahaan kontraktor minyak & gas dapat melakukan perkejaan eksplorasi pada suatu konsesi wilayah kerja tertentu.

    Pada aturan Kontrak Bagi Hasil / PSC standar diIndonesia maka jangka waktu eksplorasi (exploration period) yang berlaku adalah 6 (enam) tahun. Apabila dalam waktu enam tahun tidak menghasilkan suatu 'discovery' yang bisa diproduksi secara ekonomis, maka konsesi wilayah kerja yangbersangkutan wajib dikembalikan ke negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Pertamina - MPS / MIGAS.

    Namun apabila dirasa perlu, misalkan berhubung daerahnya sangat komplek atau terlalu luas sehingga waktu yang 6 tahun tersebut belum cukup, ataupun dengan alasan - alasan lain yang 'reasonable', maka 'exploration period' tersebut dapat diperpanjang selama 2 tahun dan 2 tahun lagi, sehingga total maksimum jangka waktu eksplorasi yang diijinkan menjadi 10 (sepuluh)tahun.

    Setelah sepuluh tahun maka tidak akan ada perpanjangan lagi apapun alasannya.

    Apabila dalam jangka waktu eksplorasi yang tersedia itu diketemukan cadangan minyak dan / atau gas yang cukup signifikanserta layak untuk dikembangkan menjadi lapangan produksi, maka kepemilikan konsesi wilayah kerjanya dapat diperpanjangmenjadi maksimum 30 (tiga puluh) tahun.

    Selama waktu 30 tahun tersebut kontraktor selain dapat memproduksi hasil temuannya (minyak dan / atau gas bumi) juga dapat terus melaksanakan program eksplorasi.

    II.2.2.5.2 Peraturan 'Relinquishment'

    Yang dimaksud dengan 'relinquishment' adalah menyerahkan kembali ke negara (Pertamina - MPS / MIGAS) sebagian ataupun seluruh konsesi wilayah kerja. Dalam PSC standar, maka penyerahan kembali daerahkonsesi wilayah kerja ini diaturseperti berikut :

  • Pada akhir tahun ke - 3 dari masa eksplorasi kontraktor berkewajiban untuk menyerahkan kembali ke MIGAS sebagian konsesi wilayah kerjanya seluas 25% dari luas konsesi wilayah kerja semula.

  • Pada akhir tahun ke - 5 dari masa eksplorasi, kontraktor berkewajiban untuk menyerahkan kembali ke MIGAS 25% lagi dariluas konsesi wilayah kerja semula.

  • Pada akhir tahun ke - 6 dari masa eksplorasi yang berlaku, kontraktor berkewajiban untuk menyerahkan ke MIGAS 20% dariluas konsesi wilayah kerja semula. Sehingga pada akhir tahun ke - 6 dimana kontraktor memasuki tahapan produksi, maka luas konsesi wilayah kerja yangbersangkutan tinggal 30% dari luas semula. Dalam penyerahan kembali sebagian konsesi wilayah kerja tersebut juga harusdibarengi dengan penyerahan seluruh data yang berkenaan dengan wilayah kerja yang diserahkan. Data - data tersebut umumnya berupa data - data sumur, seismik, serta studi geologis dan geofisika beserta peta -peta dan laporan yang bersangkutan dengannya.

    Selain data - data yang berupa 'hard copy', maka semua data digital juga harus diserahkan.

    Pada daerah konsesi wilayah kerja dengan keberadaan prospek - prospek yang relatif sedikit maka penyerahan kembali sebagian daerahnya tidak begitu mengalami kesulitan.

    Tetapi pada daerah dengan keberadaan prospek - prospek yang cukup banyak akan tidaklah mudah untuk memilih sebagian daerah yang harus diserahkan kembali. Oleh karenanya evaluasi prospek- prospek tadi haruslah betul - betul menyeluruh serta diperlukan klasifikasi atau ranking dari prospek - prospek yang ada. Sehingga prospek - prospek yang kurang menarik, apabila tidak ada jalan lain, terpaksalah ikut diserahkan kembali karena terletak pada sebagian daerah yang akan di 'relinquish' tersebut.


    II.2.2.6. Program Kerja & Anggaran

    Semua hal - hal tersebut diatas harus dipertimbangkan oleh kontraktor minyak & gas didalam memilih konsesi wilayah kerja. Setelah menentukan pilihan maka dalam proses ikut tender si kontraktor harus memasang strategi untuk menentukan Program Kerja & Anggaran untuk konsesi wilayah kerja yang dipilih, disamping juga harus menentukan besarnya biaya 'Signature / Equipment Bonus' dan 'Education Bonus'.

    Biarpun pada pengumuman resmi dikatakan bahwa pemenang tender suatu konsesi wilayah kerja pertambangan minyak & gas bumi akan didasarkan terutama pada program kerja & bujet yang ditawarkan, tetapi terkadang jumlah bonus - bonus tersebut diatas akan sangat mempengaruhi menang tidaknya suatu kontraktor.

Usulan Program Kerja & Anggaran biasanya diusulkan berupa komitmen aktifitas kerja dan biaya investasi pertahunnya, yang meliputi program geofisika dan geologi serta pengeboran satu atau beberapa sumur eksplorasi.

Contoh Program Kerja & Bujet suatu konsesi wilayah kerja adalah sebagai berikut:



  • 1st Year processing Seismic + G&G Study S$2.250 MM

  • 2nd Year One Exploration Well + G&G Study S$6.500 MM.

  • 3rdYear Seismic 2D (1,000 km) + G&G Study S$3.250 MM.

  • 4thYear One Expl. Well + Seismic Reprocessing S$6.0 MM.

  • 5th Year Seismic 3D (250 sq. km) S$2.500 MM.

  • 6th Year Two Exploration. Wells. S$10.00 MM.

  • 7th Year Seismic Reprocessing + G&G Study S$1.500 MM.

  • 8th Year Regional Exploration Study S$0.450 MM.

  • 9th Year One Exploration Well S$6.000 MM.

  • 10th Year G& G Study S$0.400 MM.



II.2.2.6.1. Bonus

Yang dimaksud dengan bonus dalam pencarian daerah lisensi wilayah kerja disini adalah merupakan sejumlah uang kontan yang ditawarkan oleh perusahaan Kontraktor wilayah kerja kepada Pemerintah negara yang bersangkutan (dalam hal Indonesia diwakili oleh MIGAS) apabila Kontraktor tersebut berhasil mendapatkan konsesi wilayah kerja yang ditawarkan.

Uang bonus- bonus tersebut tidak akan dimasukkan kedalam biaya operasi yang dapat diperoleh kembali (cost recovery) apabila Kontraktor tadi berhasil mendapatkan cadangan minyak dan / atau gas yang dapat diproduksi secara ekonomis.

Bonus - bonus yang dimaksud meliputi :



  • Bonus Perlengkapan (Equipment Bonus) yang dahulunya disebut sebagai Bonus Tanda Tangan (Signature Bonus).

  • Bonus Pendidikan (Education Bonus).

  • Bonus Produksi.

Besarnya uang bonus tersebut biasanya tergantung pada letak dan luas daerah konsesi wilayah kerja yang ditawarkan.

BonusPerlengkapan (Bonus Tanda Tangan) jumlahnya berkisar antara US$250.000 s/dUS$15.000.000. Sedangkan Bonus Pendidikanpada umumnya jauh lebih kecil nilainya daripada Bonus Perlengkapan, yaituberkisar antara US$50.000 s/d US$250.000.
Bonus Produksi jumlahnya biasanya tergantung dari jumlah produksi minyak dan /atau gas yang dihasilkan.


Contoh Bonus Produksi adalah sebagai berikut :



  • US$ 5.000.000 apabila produksi minyak mencapai 25.000 BOPD (barel minyak per hari).

  • US$10.000.000 apabila produksi minyak mencapai 50.000 BOPD.

  • US$15.000.000 apabila produksi minyak mencapai 75.000 BOPD.

  • US$20.000.000 apabila produksi minyak mencapai 100.000 BOPD.

  • US$25.000.000 apabila produksi minyak mencapai 125.000 BOPD atau lebih.

    Bonus untuk produksi gas biasanya disetarakan dengan konversi ke jumlah produksi minyak barel per harinya.

    Mimbar Bambang Saputro
    mimbar [dot] saputro [at] gmail [dot]com
    +62 811806549 - TEXT PLEASE

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung