Gelas Anggur Merah Yang Memabukkan

Malam itu cuaca kota Perth masih membangkitkan gairah api ngilu di lutut saya seakan kapsul suplemen Glukosamin seperti sudah tidak mempu menahan dinginnya udara yang menurut siaran radio yang disetel dalam Taxi Swan mencapai 18 derajat selsius. Yang repot, tiupan angin kencang membuat muka seperti dikaploki pasukan Jepang satu peleton. Serius, bibir saya sempat berdarah karena panas dalam.

Maka tak heran ketika teman sebangku di pesawat, seorang Akuntan asal Tirtodipuran Yogyakarta, Nona Andrianto, yang datang 1875 mil dari Perth untuk menghadiri pernikahan familinya di Jakarta, meminta segelas Anggur Merah.

Apalagi ia memilih menu masakan ikan sehingga wajar kalau ditemani segelas Anggur untuk menghilangkan rasa amis pada masakan. Dengan sigap dan profesional sang pramugari menuangkan botol anggur, lalu berlalu melayani penumpang dibelakang kami.

Selesai makan malam, kulirik mbak Andri mengunyah permen karet sambil siap-siap membaca buku saku. Lalu saya iseng bilang, “anda yang minum anggur saya yang mabuk, mbak!”

Dia masih bingung menebak kearah mana pembicaraan saya. Waktu saya mengatakan bahwa gelas (tapi plastik) anggur yang dipakainya, sama dengan gelas plastik air es yang saya miliki, ia baru sadar sesuatu terjadi tidak pada tempatnya dan sempat berkomentar “memalukan,” yang diakhiri menahan tawa sehingga terbatuk-batuk. Nampaknya permen karet sempat menyergap anak tenggorokannya.

Sungguh mati saya bukan peminum anggur. Namun membaca sedikit banyak di majalah penerbangan semacam Garuda Indonesia, Qantas, SIA bahwa tahun penyimpanan anggur menentukan bagaimana rasa anggur. Bahkan menyuguhkan anggur harus dengan gelas ramping yang terbuat dari kristal agar hangat suhu tangan tidak mengganggu cita rasa anggur.

Ternyata masih banyak hal-hal kecil terlewatkan oleh maatskapai kesayangan kita untuk mencapai level pelayanan yang setara dengan penerbangan dunia lainnya. Bagaimana mungkin para pramugari kita main hantam kromo tidak bisa membedakan mana gelas untuk anggur dan air putih.

Mabuk kedua, pramugari kita wangi-wangi. Lho kok mabuk? Lha iya kalau ada lima pramugari menggunakan parfum yang berbeda dan berseliweran sepanjang waktu, maka yang keok adalah sensi penciuman saya.

Saya akan merasa nyaman kalau misalnya para pramugari hanya menggunakan parfum “eau de toilet” keluaran Garuda misalnya sehingga lebih membawa citra perusahaan.

Kan tidak selalu harus terkesan habis shopping di toko parfum Changi.



Mimbar Bambang Saputro
mimbar [dot] saputro [at] gmail [dot]com
+62 811806549 - TEXT PLEASE

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung