815-Pelayanan Hotel Ngantukan

Ini memang kebiasaan rada "sok kebaratan" - padahal jelas-jelas famili yang akan hajatan hanya berada diseberang jalan disebelah jalan kereta api, di samping musium Diponegoro - Yogya, namun saya berkeras tinggal di Hotel. Alasanku sederhana: Kalau semua famili datang dari luar kota berfikiran bahwa "guyup, remaket, pasaduluran" - alias mangan ora mangan kumpul. Namun tanpa koma, tanpa berfikir bahwa saiful hajatan sudah cukup banyak dirongrong nightmare dengan urusan undangan, katering, akomodasi besan. Lalu kami para tamu datang dengan tangan kosong, ikut menumpang tidur. Atau malahan pinjam mobil untuk alasan remeh temeh seperti beli emping di Bringharjo, atau mau lihat Gembiroloka, Borobudur, Gethuk Lindri Magelang, Tape Munthilan, rasanya kok tidak mentolo (tega). Entoh ada juga yang improvisasi menggelar extension, "mau pulang ke rumah, ada sangu mboten..." - seakan saiful hajat, mampu mencetak uang tanpa nomor seri (alias cetak sendiri)....

****

Hampir larut malam di Yogya. Di sebuah Losmen di jalan Cokroaminoto Yogya, mobil saya parkirkan. Suasana hening sepi, kecuali penjual nasi Gudek yang masih melayani beberapa pembeli. Tukang beca didepan hotel makin menarik sarungnya menahan dinginnya udara malam Yogya. Pintu kaca sedikit terbuka. Lalu saya masuk.

Lampu lobby sudah dimatikan, kecuali sebuah pesawat TV yang menayangkan acara tengah malam. Ternyata konter hotel juga ikutan mematikan lampunya, sehingga suasanya lebih menyerupai episode penyergapan bandar shabu-shabu. Akhirnya saya berhasil menemukan sang petugas, bukan petugas menemukan saya.

Mengingat sudah larut. menimbang wajah petugas yang terkantuk-kantuk melayani saya untuk check-in. Aura wajahnya tergolong "maunya jadi Direktur perusahaan besar", tetapi dipaksa bapaknya jadi Resepsionis. Jadi kerja seperempat hati. Tidak ada senyum, kecuali sebaris ayat kamar wonten, bade ngersake pinten kamar..."

Memang sewanya amat murah, kalau 1 dollar = seribu rupiah. Maka sewa ini sama dengan sewa hotel di Australia. Masih diberi kopi dan roti panggang. Padahal ada AC dan ada TV kamar yang gemlantung di dinding.

Dan Jreng..." sewa saya bayar untuk dua hari, dua kamar.." uang diambil, dihitung, lalu saya ongkot-ongkot barang sendiri ke kamar yang saat itu berada di lantai dua. Sementara resepsionis memandang dengan muka dingin dan masih mengantuk, lalu meneruskan pekerjaannya di balik konter.

Semua urusan selesai, saya datangi lagi konter. "Mas, sekarang gantian saya tanya ya.... mana kwitansi pembayarannya?"

Muka ngantuknya makin kurang sip dilihat. "Lha kalau sudah dibayar, lalu saya tulis lunas disini (dia menunjukkan buku expedisi), ya sudah selesai..." - mungkin pikirnya "gitu kok repot"

Tentu saja saya bersikeras meminta sepucuk kertas yang ada kotak-kotak panjang, lalu diisi Telah Menerima Uang Sejumlah.....
Siapa tahu saya membutuhkannya untuk "memory jogger" menulis, sebab kebiasaan yang menangkap ide dari kertas potongan tol, karcis kereta, atau bekas kotak sabun. Paling tidak ini untuk "supenir"

Jadi kepikiran, kalau saja dia jadi Polisi Lalu Lintas spesialis menilang seperti pak Polisi berkacamata putih yang kerap menunggu di pintu keluar depan Kemanggisan, maka orang ini akan berbeda dengan petugas yang biasa ribet. Ia akan jadi polisi disukai masyarakat. Cukup periksa STNK dan SIM ya sudah tidak perlu tanya KTP kok ndak cocok, mana kotak PPK, atau mana alat Pemadam Kebakaran. Pokoknya penuh selidik....

Sayang ia masih resepsionis ngantukan.

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

774-Tongseng Serambi (masjid) Sunda Kelapa