817 - Menangkap teroris dengan SIM Card

Kita kerap menyaksikan filem mengenai spionasi, dimana mereka saling berhubungan melalui tilpun umum demi menghindari kemungkinan disadap. Atau masih ingat perburuan putra Mahkota keluarga pernah berpengaruh di Indonesia yang juga melibatkan pelacakan kepolisian dengan menyadap tilpun genggam pemiliknya.

Bau asap dan kematian masih memeluk Bali. Di pagi 12 Oktober 2002, diantara kesibukan detektip seantero jagad grudugan ke Bali untuk mengumpulkan keping demi keping barang-barang yang bisa dijadikan bahan penyidikan, terseliplah dua teknisi dari Telstra (semacam
TelkomSel) di Australia. Raksasa komunikasi Australia ini bukan mau jualan TalkTime murah apalagi teknologi G3, mereka justru datang dengan tujuan mengoleksi nomor tilpun seluruh Indonesia lengkap dengan rekaman pembicaraan, data sms. Untuk urusan sepai-menyepai (spionase), maka rekaman pembicaraan dan nomor tilpun adalah ladang emas yang kaya
informasi. Di Bali mereka bekerjasama dengan Telkomsel.

Ini jelas tidak main-main. Urusan raksasa yang tidak sakit kakinya.

Kalau rakyat Indonesia berjumlah 250 juta masing-masing pegang apek (HP= Cina Glodok), satu saja bisa dibayangkan betapa besarnya database ini. Apalagi meliputi rekaman suara segala. Data lalu dipasok kedalam super komputer, diidentifikasi masing-masing suara di Indonesia sampai akhirnya muncul beberapa pola yang mulai mengarah ke pembicaraan yang bernada teror. Karena keterbatasan waktu, juru nguping ini sampai bekerja siang-malam-pagi-sore. Dan tak lupa mampir ke toko Seven Eleven.

Tertuduh Muklas, misalnya, dikenal sebagai tukang gonta-ganti SIM Card, minimal dua hari sekali dia ganti SIM card dengan cara bicara yang sangat irit. Tapi dinas sandi Australia langsung menengarai bahwa sang empunya suara irit ini adalah Mukhlas. Lalu pelacakan mulai mengarah kesana.

Sementara yang rada "ember" adalah Imam Samudra, ia sangat kecanduan internet. Ada beberapa situs yang dia datangi kadang ia tukangi pemunculannya. Namun yakin dia tidak pernah mendatangi situs queerjihad.org - karena yang ini urusan jihad para "Eunuch" Ciri khas Imam, ia tak pernah alpa dalam emailnya selalu menyelipkan pesan kepada Penguasa bahwa serangan balas dendam. "Eluh juwal, kita belih...disinih"

Email yang bernada "pingin kawin," seperti "Para Sabili, saya sudah wisuda S2, akan segera dikawinkan. Mohon tunggu kabar selanjutnya.." ternyata De Bomber Code, untuk berikrar mati demi tanah air, tapi bersama bom di rompinya dan ajak-ajak pihak lain. Bau Malaysia dalam email tersebut pekat sekali sebab orang Andonesi (Arab=Indonesia), tidak pernah pakai sapaan Sabili.

Saat pemboman Bali II, keberadaan Dr. Azahari mulai dilacak. Ada tiga nomor tilpun yang mencurigakan saat mereka berhubungan dengan Nurdin Top. Lalu dari ketika nomor tadi di peras menjadi satu nomor, muncullah satu nomor saat itu sedang dalam sebuah bus di Jawa Timur. Ketika Bus digeledah, ternyata si penilpun ria adalah Antoni Yahya, seorang kurir Azhari dan Nurdin Top. Dari Yahya bernyanyi, maka lokasi Azhari di Batu dilacak sampai terjadi penyerbuan yang berakibat kematian Azhari.

Pekerjaan tukang "nguping" omongan orang ini, memang pekerjaan bagian pemecah sandi Australia. Sayangnya jasa orang semacam ini sedikit diketahui orang. Padahal untuk menuduh seseorang, anda tidak bisa sekedar pakai paranormal. Harus ada bukti, kalau tidak rupa, ya suara.

Apalagi pejabat kita doyan bilang "hasil olah TKP dan swadaya masyarakat, maka kita berhasil membuka jaringan bla bla bla.." - seakan kerja para IT tidak direken sama sekali.

Pepatah: Hati-hati bicara, nanti terdengar setan lewat. Ternyata mengandung arti lain.

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung