Tsunami ala Desa Citayam Bogor

Suatu pagi digin di Citayam, Bogor. Angin seperti belum rela menarik tubuh dari dekapan selimut.

Saya sedang menebar pellet atau pakan ikan butir buatan pabrik sambil mengharapkan ikan bermunculan kepermukaan sambil memperebutkan makanan. Beberapa kali pelet ditebar, ikan belum muncul jua, kecuali seekor dua yang memang dicurigai "kelompok sempalan."

Atau pagi yang dingin karena hujan semalaman sepertinya membuat ikan malas untuk makan, padahal manusia kalau kedinginan maunya makan terus.

Tiba-tiba air disudut kolam tersibak tinggi sekitar 30 cm, seperti seekor anak ikan Paus barusan tercebur, atau dugaan saya saat itu paling tidak ada buaya besar nyelonong masuk kolam sekalipun baru beberapa ditemukan buaya keroncong disekitar daerah Citayam.

Saya baru sadar ketika tanah mulai bergoyang disertai rasa seperti kehilangan keseimbangan akibat kelamaan dijemur terik matahari. Lantaran tidak tahu nomor hotline Jawatan Vulkanologi, konfirmasi dilakukan dengan melihat pepohonan bergoyang padahal tanpa angin. Yakin bahwa ini gempa atau lindu kata Citayam, Zonder pikir 3 kali saya berteriak kepada orang-orang dirumah untuk keluar.

Namun gempa (pasti) berlalu.

Gempa susulannya, rumah mulai didatangi warga untuk menjual telur ayam, bebek sampai ke telur ikan. Inilah warisan tradisional diberitakan dari mulut ke mulut bahwa kalau ada gempa bumi, semua yang namanya telur pasti gagal ditetaskan alias "tembuhuk" alias sial. Dan saya yang ketiban "kutukan" untuk membeli telur-telur itu dengan harga setengah miring, sambil mesem-mesem.

Pertanyaannya apa hubungannya telur dengan gempa?

Telur-telur tadi saya tetaskan dengan mesin penetas, hasilnya - semua busuk. Mungkin bahasa DHL,nya begini. Lantaran panik gempa mereka menghandling telur dengan cara yang serabutan sehingga merusak benih. Atau memang akal-akalan untuk menjual komoditinya.

Citayam
Maret 2001 apa Maret 2002 ya.

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

STOP!