Lapar Menulis ala Putu Wijaya

Pertengahan Oktober 2003, Putu Wijaya pernah diwawancarai oleh seorang wartawan yang juga penulis. Setelah ngalor ngidul bercerita, wartawan menyeret Putu ke sebuah pertanyaannya klasik, "bagaimana bung Putu bisa selalu menulis"

Seperti diketahui dramawan yang tak pernah lepas topi ini menulis drama, cerita bersambung yang kala itu dimuat di Media Indonesia, menjadi wartawan Tempo, memimpin Teater Mandiri dan seabreg bujet kegiatan lainnya.

"Gampang, Din!," jawab Putu kepada Zaenuddin, nama wartawan tersebut.

Terang saja Zaenuddin tambah bersemangat, "Apa itu Bung?"

"Selalu lapar, tepatnya lapar menulis.." sahut Putu enteng.

"Seperti orang yang selalu lapar, dia tidak pernah mengeluh menulis sesibuk apapun. Tidak pernah sambat kurang waktu, kurang tidur ataupun kurang fasilitas. Kalau ia berhenti menulis, laparnya timbul, kepalanya mumet. Benaknya selalu ingin cari dan curi kesempatan untuk menulis."

Wah sepertinya gampang betul, timbang menimbulkan perasaan lapar. Ada contoh yang lain?

Eep Syaifulah, menulis saat menyetir!

Yang betul dong, kalau bohong yang bener (ada orang bohong tapi jujur). Eep memang nyetir, tetapi istri setianya yang kemudian dilengserkan yang lalu diblowup oleh media sebagai pelaku fornikasi, bertugas mencatat, merekam segala loncatan bunga api dalam kepalanya agar sesampainya di kantor, kampus atau rumah ide tersebut tidak padam. Saat kebelet berhajat di toilet malahan ide cemerlangnya timbul sehingga kertas tisue menjadi sasaran tumpahan idenya.

Jadi kuncinya ya seperti kata Putu, "perasaan selalu lapar menulis.."

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

774-Tongseng Serambi (masjid) Sunda Kelapa