Bahasa Inggris?...... Prek!

Bagi beberapa orang Indonesia, berhubungan dagang dengan mahluk Korea biasanya direken cari masalah sekeras intan, "mblebet" dan cenderung licik. Setiap kali melihat Plaza Indonesia dan beberapa bangunan megah di jalan Protokol, teringat sang Kontraktornya (Sang Yong), lalu ingat lagi saat menghabiskan hampir satu truk pasir yang di uji di Lab orang Korea. Lalu mereka bilang ini pasir darimana kok kurang bagus, ketika sumber pasir Bogor di sebutkan, beberapa minggu kemudian sumber tadi sudah langsung didatangi sang Korea yang memang ulet.

Skore Satu Kosong untuk Sang Yong. Ketika di protes mereka bilang, sebetulnya sedang cari pasir ex Galunggung di Bogor?

Tapi bagi Irwan Suryanto, Korea adalah bak negeri keduanya sedangkan syarat mampu bahasa Inggris adalah "prek". Yang penting menggunakan bahasa yang lebih universal yaitu bahasa "duit" yang inti rumusannya, pembeli dan penjual sama-sama untung.

KONDEKTUR BIS

Semula Irwan adalah Kondekur Bis di Jakarta, maklum pendidikan formalnya adalah SMP plus, maksudnya setelah SMP ia cuma setahun mengecap bangku SMA di Majalengka. Berhenti dari nyupir dan ngondektur ia buka toko kelontong, lalu beralih toko alat olah raga seperti raket dsb di Majalengka.

Entah bagaimana, bekas berandal Majalengka ini banyak menjual Raket buatan Korea. Sampai menarik perhatian rekannya dari Korea pernah mengatakan bahwa di Pakistan para penggemar bola sepak sering kekurangan bola. Dengan membuat sendiri bola sepak, maka akan memutus jalur pemasaran melalui agen, dan sekaligus "ini dia kesukaannya
Irawan" membantu orang sekampungnya di Majalengka terlibat dalam pekerjaan besar. Adapun sosok "ibu peri" yang bernama orang Korea ini sebetulnya asal-usulnya ya "Sales Man" raket Korea yang sudah menjadi Sohib Kental dengan Irawan. Pasalnya, ia sering menginap di rumahnya Irawan di Majalengka.

Cuma si Korea ini heran, sudah jadi distributor kayak gitu kok Irawan nggak kaya-kaya?- Barangkali harus alih profesi. Profesi apa? mungkin jadi pembuat sepatu bola kelas dunia.

Pasalnya, siapa yang mau mengajari cara membuat bola yang mendapat pengakuan badan sepakbola dunia?. Irawan lalu menyelundupkan 20 orang Majalengka menjadi Tenaga Kerja di sebuah pabrik Bola di Korea. Orang-orang selundupan inilah ketika kembali ke Majalengka sudah mampu menjahit bola dengan cita rasa dan standar Internasional.

Mula-mula taktik dagangnya adalah menjalankan bisnis bola dengan keuntungan "asal tidak rugi". Oleh Pakar Bisnis Rhenald Kasali, asal balik pokok ini diruwetkan dengan istilah "Play Not To Lose."

Baru setelah slahnya ketemu dan merasa nyaman dilevel tersebut, Irawan menaikkan temperatur ke "Play To Win" alias dagang dengan untung guede. Sambil membuka lowongan kerja bagi orang Majalengka.

Bola yang dibuat oleh Majalengka akhirnya seperti yang kita ketahui telah diakui oleh Dunia dan dipakai dalam kompetisi Piala Dunia yang (seperti kita ketahui lagi) menyedot perhatian Dunia. Dan bagi orang Majalengka akan lebih bergengsi karena itu adalah jahitan tangan mereka.

Jadi kalau sekarang saya dijalan melihat anak muda dengan pikulan dan dua kotak papan diujungnya sambil teriak "Sol Paku, Sol Paku" - kalau saja kemampuan ini diupgrade sedikit, bisa jadi bola kelas Dunia atau apa sajalah....

Wassalam
Sedang membangunkan rasa patriot

Date: Mon Dec 16, 2002 10:55 am

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung