Pengemis di Batavia

Adalah Jan Peterzoon Coen si penakluk Jaya(wi)karta yang merasa perlu membawa kerabatnya dan anak bangsanya ke Batavia. Sejak pendudukan oleh Belanda terhadap (Batavia) Sunda Kelapa, maka Batavia seperti kota mati. Apa pasal? pasalnya pengikut pangeran Jaya(wi)karta dan aliansinya lebih suka kabur dari pada diburu oleh Kompeni, selain itu Coen juga sedikit paranoid jika orang Mataram, Demak, Cirebon dan orang Pajajaran saling bersekongkol membentuk poros-anti Olanda, jangan-jangan sudah diberi pangkat setara "keucik", makan gaji, dapat beras dan kreditan motor dari pemerintah tetapi tetap membangun jaringan mendongkel Belanda.

Akibat ditinggalkan para penghuninya maka banyak tanah garapan pertanian yang terbengkalai sehingga mulai ditumbuhi semak dan suluran dan beberapa menjadi rumah buaya, ular dan tempat persembunyian para begal dan kecu. Yang lebih serem lagi menjadi posko nyamuk Malaria sundaicus. Itulah alasan Ndoro Koen dan penggantinya tidak bosan-bosannya berkampanye "visit Batavia" dengan cara mengiming-imingi pihak luar untuk bahu membahu membangun Batavia menuju kemenangan.... (suara terompet)

Celakanya yang berminat datang ke Hindia Belanda yang terbanyak adalah perempuan yang kalau apes jadi pengasong apem bantat, dan kalau yang lelaki Belanda umumnya orang miskin. Andai berandai artis Indonesia sudah seperti sekarang mungkin saja mereka dengan mudah mengawini para artis ayu dengan agar memiliki anak dengan paras kebule-bulean.

Pada tahun 1671, jumlah orang Belanda yang miskin di Betawi ditaksir sekitar 100 orang, satu dasa warsa kemudian pada 1681 menjadi 244 orang. Dan pemerintah Belanda tidak memiliki dana untuk pemberantasan "orang Belanda Miskin", lantaran pekerjaan ini sudah ditangani oleh pihak Zending yang juga memiliki agenda tersendiri tentunya.

Baru setelah mendapat kecaman pedas dari pendekar politik Etis, pada akhir abad 19, Belanda membangun rumah miskin agar bisa menampung penyandang miskin baik lelaki maupun perempuan, tua maupun muda.

Menurut Bintang Betawi, rumah miskin ini dibangun di Kampung Jawa, sebelum dipindahkan ke Gambir. Istilah weeshuis untuk rumah miskin sebetulnya kurang tepat, sebab Weeshuis adalah rumah untuk anak yatim piatu sedangkan istilah yang tepat adalah Armhuis = yaitu rumah untuk orang miskin tetapi kenyataannya weeshuis adalah tempat menampung orang miskin, sekaligus rumah sakit, rumah sakit jiwa, rumah jompo dan lembaga pemasyarakatan orang Eropa yang sopan santunnya Nol Besar.

Pada tahun 1633 dibangun rumah sakit, menyusul rumah batu pada tahun 1639 di Kaimansgrwacht di bangun rumah yatim piatu dan tahun 1664 dibangun rumah miskin. Sayangnya karena alasan "tiada uang untuk piara anak piatu itu" maka rumah miskin di kawasan Gambir akan di tutup. Tidak dijelaskan akan dikemanakan nasib anak-anak malang tersebut.

Dan Batavia kembali dipenuhi oleh orang miskin.

22 Jul 2003

Comments

Popular posts from this blog

Polisi Ubah Pangkat

Daftar Pemain Nagasasra dan Sabukinten

Menu Makanan Kantin di Rig Terapung